Keberlanjutan Sumberdaya Ikan pada Dimensi Ekologi

4 Selektifitas Alat Tangkap Peningkatan selektifitas penangkapan sangat terkait dengan efisiensi penggunaan sumberdaya perikanan. Semakin selektif maka sumberdaya perikanan akan semakin berkelanjutan. Nelayan Jakarta umumnya dapat menyiapkan alat tangkap yang digunakan secara mandiri. Kemampuan pengadaan alat tangkap secara mandiri memberi keuntungan bagi nelayan untuk menekan biaya produksi. Selama ini nelayan tersebut hanya tinggal membeli bahan yang diperlukan meskipun tidak semua dan bila ada waktu tidak melaut, beberapa nelayan terkadang menyibukan diri dengan membuat alat tangkap baik untuk kepentingan sendiri maunpun untuk nelayan lainnya. Selain kemampuan pengadaan alat tangkap secara mandiri, para nelayan di perairan Jakarta telah mampu memodifikasi alat tangkapnya untuk disesuaikan dengan fishing ground dan sebagian sudah mulai memperbesar mata jaringnnya untuk kepentingan kelestarian SDI. 5 Penanganan di kapal sebelum didaratkan Semakin baik penanganan ikan di atas kapal maka semakin memperkecil terjadinya penurunan kualitas ikan pada saat didaratkandijual sehingga meningkatkan keuntungan nelayan. Semakin baik penanganan ikan di atas kapal maka semakin memperkecil risikoancaman terhadap keberlanjutan usahan perikanan tangkap. 6 Ukuran kapal penangkapan Semakin besar ukuran kapal maka semakin tinggi kemampuan nelayan untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan, yang berarti semakin tinggi ancaman terhadap keberlanjutan usaha perikanan tangkap. 7 Penanganan pasca panen Atribut penanganan pasca panen untuk melihat kemampuan nelayan memperoleh nilai tambah value added dari perikanan. Semakin baik penanganan ikan sebelum dijual maka secara tidak langsung semakin meningkatkan keuntungan nelayan dan memperkecil risiko terhadap keberlanjutan usaha perikanan tangkap. 8 Penggunaan alat bantu yang destruktif Alat bantu perikanan yang destruktif dapat dideskripsikan sebagai alat yang dapat menimbulkan kerusakan sumberdaya perikanan, misalnya penangkapan ikan dengan bom, bius atau tenaga listrik. Dengan penggunaan alat bantu yang destruktif ini ikan akan lebih mudah tertangkap tetapi dapat berampak negatif seperti rusaknya mata rantai kehidupan yang ada di sekitar wilayah penangkapan tersebut. 9 Perubahan daya tangkap Semakin meningkatnya kemampuan alat tangkap yang digunakan nelayan untuk menangkap ikan peningkatan upaya tangkap maka semakin tinggi ancamanrisiko terhadap keberlanjutan pengelolaan sumberdaya perikanan.

E. Keberlanjutan Sumberdaya Ikan pada Dimensi Kelembagaan

Kelembagaan adalah salah satu kriteria dan indikator sistem perikanan berkelanjutan Charles 2004. Dimensi ini merupakan cerminan dari derajat pengaturan kegiatan ekonomi manusia terhadap lingkungan perairan laut dan sumberdaya perikanan tangkap yang terkandung didalamnya. Semakin baik derajat pengaturan yang dilakukan maka semakin dapat menjamin setiap kegiatan ekonomi yang dilakukan dalam sektor perikanan tangkap dapat berjalan dalam jangka panjang dan berkesinambungan. Untuk mewujudkan, pengaturan kegiatan ekonomi tersebut harus berlandaskan etika lingkungan. Maksud kalimat tesebut adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh manusia harus disertai dengan pertimbangan terhadap terciptanya keberlangsungan fungsi lingkungan beserta keberadaan sumberdaya lama dapat pulih didalamnya Hartono et.al 2005. Pada tingkat provinsi, kelembagaan formal yang berwenang untuk mengelola perikanan di Provinsi DKI Jakarta adalah Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta yang secara langsung membawahi kelembagaan formal tingkat kotakabupaten yang juga berwenang mengelola perikanan yaitu Suku Dinas Kelautan dan Pertanian Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu dan Suku Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kota Adminstrasi Jakarta Utara. Dalam bingkai pembangunan perikanan tangkap berkelanjutan, dimensi ini diterjemahkan dalam tujuh atribut yang diharapkan dapat menggambarkan kondisi perikanan tangkap di Provinsi DKI Jakarta. Ketujuh atribut tersebut, yaitu ketersediaan peraturan formal, just management, ilegal fishing, adjacency and reliance, equity in entry to fishery,alternatives , dan peran lembaga formal. Definisi ketujuh atribut tersebut adalah menurut Hartono et.al 2005 adalah sebagai berikut : 1 Ketersediaan peraturan formal Semakin banyak peraturan perundangan yang telah dibuat maka pengelolaan sumberdaya perikanan akan lebih mudah diaturdikelola. 2 Posisi nelayan just management Proses pengambilan keputusan serta pelaksanaan peraturan yang semakin melibatkan seluruh stakeholders termasuk nelayan dalam posisi yang seimbang akan lebih dapat menghasilkan mekanisme pengaturan sumberdaya perikanan yang baik. 3 Ilegal fishing Pemanfaat sumberdaya perikanan akan lebih patuh pada aturan pengelolaan sumberdaya perikanan pada saat kepedulaian masyrakat terhadap segala kegiatan penangkapan ikan tinggi adanya tekanan publik. 4 Kedekatan nelayan secara geografissejarah dalam pengelolaan perikanan adjacency and reliance Nelayan yang hidup berdekatan dengan area penangkapannya dan telah dilakukan selama beberapa generasi serta sangat tergantung kehidupannya pada usaha perikanan maka cenderung akan mempertahankan kelestarian area penangkapan tersebut. 5 Kedekatan hubungan tradisional equity in entry to fishery Semakin dibatasi akses ke usaha perikanan serta pengaturan tersebut berdasarkan pada sejarahtradisi yang telah berlangsung turun temurun maka umumnya keputusan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan semakin bijak. Disamping itu juga akan mengurangi potensi terjadinya konflik pemanfaatan sumberdaya perikanan tersebut. 6 Pekerjaan di luar perikanan tangkap alternatives Semakin banyak pekerjaan di luar perikanan secara tidak langsung menurunkan tingkat eksploitasi sumberdaya perikanan.