Munculnya faktor pengungkit utama berupa penyerapan tenaga kerja, keuntungan, kontribusi sektor perikanan terhadap total PDRB, sumberdaya ikan
luar, dan tujuan pemasaran menjelaskan bahwa atribut-atribut tersebut sangat sensitif terhadap status keberlanjutan sumberdaya perikanan pelagis dari dimensi
ekonomi. Berdasarkan hasil analisis monte carlo diketahui bahwa sumberdaya perikanan pelagis mengalami banyak gangguan pertubation dari dimensi
ekonomi, hal ini ditunjukkan dengan plot biru yang menyebar Gambar 36.
Gambar 36. Hasil analisis monte carlo untuk sumberdaya ikan pelagis pada dimensi ekonomi
Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
7.1.3.3 Dimensi Sosial
Berdasarkan data dari Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta rata-rata laju pertumbuhan nelayan selama sepuluh tahun terakhir adalah -0,0962
Tabel 34. Semakin kecil tingkat pertumbuhan jumlah masyarakat yang bergerak dibidang perikanan maka semakin kecil penambahan tingkat kebutuhan akan
sumberdaya perikanan memperkecil risikoancaman terhadap keberlanjutan usaha perikanan di wilayahnya Hartono et.al 2005.
-60 -40
-20 20
40 60
20 40
60 80
100 120
O th
er D
is ti
n g
is h
in g
F ea
tu res
Fisheries Sustainability
RAPFISH Ordination - Monte Carlo Scatter Plot
Tabel 34. Laju pertumbuhan nelayan Jakarta Tahun 2001-2011
Tahun Jumlah Nelayan
Laju Pertumbuhan Nelayan
2001 23.941
0,1007 2002
26.353 0,0094
2003 26.601
-0,0942 2004
24.095 -0,0024
2005 24.036
0,0397 2006
24.990 -0,0920
2007 22.690
0,3262 2008
30.091 -0,2082
2009 23.827
-0,0013 2010
23.796 -0,1364
2011 20.550
-1,0000
Rata-rata -0,0962
Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
Tabel 35. Keuntungan per upaya tangkap yang diperoleh nelayan ikan pelagis
Tahun Effort
Volume Produksi
Harga jutaton
Biaya juta
Rp KUT
juta Rp Keuntungan
per bulan juta Rp
1997 105.617,27
12.574,83 3,56
0,046 0,38
6,29 1998
179.498,67 10.837,27
3,62 0,047
0,17 2,87
1999 142.658,69
15.013,99 4,42
0,057 0,41
6,81 2000
63.414,45 11.236,23
4,68 0,060
0,77 12,81
2001 64.897,65
5.759,78 5,33
0,069 0,40
6,74 2002
59.702,10 6.186,80
6,04 0,078
0,55 9,13
2003 81.319,77
8.431,46 6,54
0,084 0,59
9,89 2004
80.775,01 9.935,04
6,83 0,088
0,75 12,54
2005 80.585,53
10.640,16 7,43
0,096 0,89
14,76 2006
80.280,77 12.562,27
8,18 0,105
1,17 19,57
2007 80.989,97
8.911,08 8,52
0,110 0,83
13,79 2008
197.323,45 7.127,07
9,35 0,120
0,22 3,62
2009 196.799,55
7.273,20 10,10
0,130 0,24
4,05 2010
224.245,59 4.678,12
11,28 0,145
0,09 1,50
2011 201.360,07
3.515,88 11,80
0,152 0,05
0,90
Sumber : Hasil Analisis Data, 2013 Rata-rata effort nelayan dalam satu tahun adalah 200 trip maka keuntungan
yang diperoleh nelayan per bulan pada tahun 2011 adalah Rp90.000,- . UMR pada
tahun 2011 adalah Rp1.529.150,-. Hal ini berarti pendapatan yang diperoleh nelayan ikan pelagis pada tahun 2011 jauh berada di bawah UMR.
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden terpilih, diketahui bahwa sebagian besar nelayan yang menangkap ikan pelagis berpendidikan setingkat SD.
Tingkat pendidikan yang rendah pada masyarakat nelayan Jakarta juga berdampak pada tingkat pengetahun nelayan terhadap isu-isu lingkungan yang sangat
terbatas. Berdasarkan hasil wawancara pula diketahui bahwa konflik antar nelayan, baik antara nelayan lokal dengan nelayan pendatang maupun antara
nelayan lokal jarang terjadi wilayah perairan Jakarta. Namun, konflik antar stakeholders
yang berkepentingan secara langsung maupun tidak langsung dengan aktivitas penangkapan ikan sering terjadi. Seperti diketahui sebelumnya, wilayah
perairan Jakarta merupakan wilayah perairan yang paling strategis untuk wilayah Indonesia bagian barat sehingga banyak kepentingan, baik kepentingan
pemerintah DKI Jakarta, pemerintah pusat maupun investor untuk memanfaatkan wilayah perairan Jakarta. Di dalam lingkup Provinsi DKI Jakarta saja terjadi
perbedaan kepentingan dalam mengelola wilayah perairan DKI Jakarta dan sering kali pembangunan wilayah perairan Jakarta tidak memasukan kesejahteraan
nelayan sebagai salah satu indikator keberhasilannya. Hasil wawancara dengan responden juga memberikan informasi bahwa
tingkat keterlibatan anggota keluarga dalam usaha perikanan tangkap dengan menggunakan jaring insang, pancing dan payang hampir tidak ada. Sebagian besar
nelayan tidak menginginkan anaknya mengikuti usaha yang sama di masa depan. Frekuensi pertemuan antar warga nelayan penangkap ikan pelagis jarang
dilakukan karena nelayan payang, gill net dan pancing belum banyak yang membentuk kelompok KUB.
Tabel 36. Hasil penilaian untuk atribut pada dimensi sosial untuk sumberdaya perikanan pelagis
No Indikator
Baik Buruk Skor
Dasar Penilaian
1 Laju pertumbuhan
jumlah nelayan dalam 10 tahun
2 Buku statistik kelautan dan
perikanan Prov. DKI Jakarta
2 Pendidikan
2 Nilai modus
3 Environmental
knowledge 2
1 Nilai modus
4 Status dan
frekuensi konflik 2
2 Nilai modus, expert
meeting 5
Partisipasi keluarga
1 Nilai modus
6 Socialisation of
fishing 2
1 Nilai modus
7 Frekuensi
penyuluhan dan pelatihan
3 2
Nilai modus
8 Pengaruh nelayan
2 Nilai modus
9 Fishing Income
2 1
Nilai modus 10
KUT per bulan dibanding UMR
2 Analisis Bioekonomi,
perhitungan KUT Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
Nilai skor ini kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik Rapfish. Hasil ordinasi pada dimensi sosial untuk sumberdaya perikanan pelagis dapat
dilihat pada Gambar 37.
Gambar 37. Status keberlanjutan dimensi sosial pada sumberdaya ikan pelagis Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
32,06 GOOD
BAD UP
DOWN -60
-40 -20
20 40
60
20 40
60 80
100 120
O th
er D
is ti
n g
is h
in g
F ea
tu res
Fisheries Sustainability
RAPFISH Ordination
Real Fisheries References
Anchors
Nilai indeks keberlanjutan sumberdaya ikan pelagis pada dimensi sosial yang diperoleh dengan teknik Rapfish adalah 32,06. Berdasarkan kriteria
keberlanjutan maka status keberlanjutan sumberdaya ikan pelagis pada dimensi sosial berada pada status kurang berkelanjutan.
Nilai stress yang diperoleh pada dimensi sosial untuk sumberdaya ikan pelagis adalah 0,1345 13,45 persen atau masih dibawah 25 persen sehingga
analisis Rapfish sudah memenuhi kondisi good of fit. Nilai R2 yang diperoleh adalah 94,95 persen yang berarti model dengan menggunakan peubah-peubah saat
ini sudah menjelaskan 94,95 persen dari model yang ada. Beberapa nilai statistik yang diperoleh dengan menggunakan teknik Rapfish dapat dilihat pada Tabel 37.
Tabel 37. Nilai statistik pada dimensi sosial untuk sumberdaya perikanan pelagis
No Atribut Statistik
Nilai Statistik Persentase
1 Stress
0,1345 13,45
2 R
0,9495
2
94,95 Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
Hasil analisis Rapfish masih bersifat umum sehingga atribut-atribut sosial yang digunakan perlu dianalisis lagi agar diketahui atribut sosial mana yang
paling sensitif mempengaruhi keberlanjutan sumberdaya perikanan pelagis di Provinsi DKI Jakarta, yaitu melalui analisis leverage. Analisis leverage digunakan
untuk melihat bagaimana pengaruhnya terhadap skor keberlanjutan jika salah satu atribut dikeluarkan dari analisis. Perhitungan analisis leverage dilakukan dengan
metode stepwise yaitu membuang setiap atribut secara berurutan satu per satu kemudian menghitung berapa nilai error atau root mean square RMS tersebut
dibandingkan dengan RMS yang dihasilkan pada saat seluruh atribut dimasukkan. Dalam statistik metode ini dikenal dengna metode Jacknife Kavanagh 2001.
Hasil analisis leverage dapat dilihat pada Gambar 38. Berdasarkan Gambar 38 diketahui bahwa tidak ada atribut pada dimensi sosial yang dominan.
Menurut Pitcher dan Preikshot 2001, apabila nilai faktor atribut pengaruh secara merata berada pada rentang dua persen dan enam persen serta tidak ada
faktor pengaruh yang bernilai lebih dari delapan persen maka tidak ada atribut yang dominan dalam dimensi tersebut.
Gambar 38. Analisis distribusi leverage pada dimensi sosial untuk sumberdaya perikanan pelagis
Sumber : Hasil Analisis Data, 2013 Gambar 39 adalah hasil analisis monte carlo untuk sumberdaya ikan
pelagis pada dimensi sosial. Gambar 39 menunjukkan bahwa sumberdaya ikan pelagis pada dimensi sosial telah mengalami banyak ‘gangguan’ yang diketahui
dari plot biru yang menyebar.
Gambar 39. Hasil analisis monte carlo untuk sumberdaya ikan pelagis pada dimensi sosial
Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
0,53 3,67
3,52 4,89
5,02 4,92
4,54 4,17
3,03 2,09
2 4
6 Laju pertumbuhan nelayan
Pengetahuan Tingkat pendidikan
StatusFrekuensi konflik KUT per bulan thd UMR
Fishing income Sosialization of fishing
Frekuensi penyuluhanpelatiha Pengaruh nelayan
Partisipasi keluarga
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed on Sustainability scale 0 to 100
A tt
ri b
u te
Leverage of Attributes
-60 -40
-20 20
40 60
20 40
60 80
100 120
O th
er D
is ti
n g
is h
in g
F ea
tu res
Fisheries Sustainability
RAPFISH Ordination - Monte Carlo Scatter Plot
7.1.3.4 Dimensi Teknologi
Penentuan indeks status keberlanjutan teknologi perikanan tangkap dimulai dengan penentuan skor pada setiap atribut dalam dimensi teknologi
berdasarkan realitas data di lapangan baik dengan wawancara dan pengamatan data primer maupun dengan menggunakan data sekunder. Alat tangkap untuk
sumberdaya perikanan pelagis yang dianalisis adalah gill net, payang dan pancing. Payang dan gill net adalah alat tangkap yang aktif sedangkan pancing
adalah alat tangkap pasif sehingga berdasarkan jumlah trip effort tiap pada alat tangkap tersebut maka dapat disimpulkan sebagian besar nelayan penangkap ikan
pelagis menggunakan alat tangkap yang bersifat pasif. Dari jumlah effort juga diketahui bahwa pada alat tangkap gill net, pancing dan payang tidak terjadi
pernambahan effort yang besar. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden terpilih didapatkan fakta
bahwa : 1 Lama trip nelayan mengoperasikan alat tangkapnya adalah satu hari karena
aktivitas perikanan tangkap nelayan Jakarta didominasi oleh usaha penangkapan ikan skala kecil;
2 Sebagian besar nelayan menjual hasil tangkapannya sesaat setelah tiba di PPI atau TPI, dan ikan yang dijual adalah ikan segar tanpa melalui perlakuan
apapun; 3 Aktivitas penangkapan sumberdaya ikan pelagis sebagian besar menggunakan
kapal berukuran 1-5 GT dengan ukuran kapal 2-5 meter. 4 Penggunaan alat tangkap bantu yang bersifat destruktif sudah sangat jarang
ditemui. Secara ringkas penilaian untuk setiap atribut teknologi pada sumberdaya pelagis disajikan pada Tabel 38.