Konsumsi dan Kebutuhan Hasil Perikanan Masyarakat DKI Jakarta

lestari maksimum MSY dan produksi lestari secara ekonomi yang maksimum MEY. Pada analisis estimasi MSY, variabel yang digunakan berupa parameter biologi saja sedangkan pada analisis MEY, variabel yang digunakan adalah parameter biologi dan ekonomi. Parameter biologi diantaranya parameter r, q, K, sedangkan parameter ekonomi seperti c cost per-unit effort, harga riil real price . Tabel 15. Parameter biologi dan ekonomi sumberdaya ikan pelagis dengan menggunakan metode estimasi CYP No Variabel Kendali Simbol Nilai Pelagis 1 Tingkat pertumbuhan r 1,4820975 2 Koefisien kemampuan tangkap q 0,0000170 3 Daya dukung lingkungan perairan K 16.888 4 Harga per ton juta Rp p 7,17829 5 Biaya per trip juta Rp c 0,09247 Sumber : Hasil Analisis Data, 2013 MSY atau maximum sustainable yield merupakan hasil tangkapan terbesar yang dapat dihasilkan suatu stok sumberdaya perikanan yang berada dalam batas kelestarian. MSY dalam hal ini dihitung menggunakan fungsi pertumbuhan logistik. Fungsi pertumbuhan perikanan yang umum digunakan adalah fungsi pertumbuhan logistik dan fungsi produksi h = qXE. Dengan menggunakan fungsi pertumbuhan dan fungsi produksi tersebut dapat diketahui tingkat produksi lestari h sumberdaya perikanan yang merupakan fungsi dari tingkat upaya aktual yang dilakukan setiap tahun. Semakin tinggi upaya yang diusahakan melebihi kondisi optimal akan mengakibatkan terkurasnya sumberdaya perikanan sehingga tidak ada lagi yang dapat dimanfaatkan. Sebelum mengestimasi MSY, terlebih dahulu dilakukan estimasi parameter biologi. Selanjutnya hasil estimasi ini digunakan untuk mengestimasi tingkat upaya effort pada kondisi MSY. Fungsi produksi lestari h msy dipengaruhi oleh tingkat effort E dengan adanya parameter biologi r , q, dan K secara kuadratik. Dengan memasukan nilai effort E tersebut maka akan diketahui tingkat produksi lestari dan upaya pemanfaatan sumberdaya ikan di perairan Jakarta. Nilai effort, produksi aktual dan produksi lestari sumberdaya ikan pelagis seperti disajikan pada Tabel 16. Tabel 16.Nilai effort, produksi aktual dan produksi lestari sumberdaya ikan pelagis Tahun Effort Et Produksi Aktual Ton Produksi Lestari Ton 1997 105.617,27 12.574,83 -6.324,63 1998 179.498,67 10.837,27 -54.244,31 1999 142.658,69 15.013,99 -25.874,16 2000 63.414,45 11.236,23 4.980,21 2001 64.897,65 5.759,78 4.780,99 2002 59.702,10 6.186,80 5.415,58 2003 81.319,77 8.431,46 1.610,81 2004 80.775,01 9.935,04 1.744,34 2005 80.585,53 10.640,16 1.790,33 2006 80.280,77 12.562,27 1.863,81 2007 80.989,97 8.911,08 1.691,89 2008 197.323,45 7.127,07 -71.166,80 2009 196.799,55 7.273,20 -70.639,70 2010 224.245,59 4.678,12 -100.677,3 2011 201.365,80 3.515,98 -75.294,45 Rata-rata 8.978,88 -25.356,22 Sumber : Hasil Analisis Data, 2013 Berdasarkan Tabel 16 dapat disimpulkan bahwa perubahan atau penambahan effort tidak selalu diikuti penambahan produksi. Tingkat effort yang tinggi diikuti dengan menurunnya nilai produksi lestari yang sangat signifikan. Berkurangnya nilai produksi lestari mengindikasikan bahwa pengurasan sumberdaya ikan yang terbatas telah terjadi di perairan Jakarta seiring dengan peningkatan effort karena peningkatan effort tidak seirama dengan rekruitmen atau daya pulih sumberdaya ikan yang dalam jangka panjang akan menimbulkan biological over fishing . Dari Gambar 19 diketahui, adanya ekspansi yang sangat tinggi dengan peningkatan effort yang menyebabkan produksi lestari berada di bawah titik nol. Hal ini berarti keseimbangan sudah berada di sebelah kanan MSY dan di luar kurva produksi lestari yang menunjukkan pola pengelolaan sumberdaya perikanan pelagis menuju open access. Gambar 19. Perbandingan jumlah produksi aktual dengan produksi lestari sumberdaya ikan pelagis Sumber : Hasil Analisis Data 2013

6.1.6 Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Pelagis

Tingkat optimal pemanfaatan sumberdaya perikanan dapat dilihat dari rezim maximum economic yield MEY, maximum sustainable yield MSY dan open access . Pendekatan analisis secara biologi dan ekonomi merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan dalam upaya optimalisasi penguasaan sumberdaya perikanan tangkap secara berkelanjutan. Parameter ekonomi dimasukkan dalam analisis ini agar diketahui tingkat optimal dari nilai manfaat atau rente pemanfaatan sumberdaya perikanan yang diterima oleh masyarakat nelayan sehingga pemanfaatan sumberdaya perikanan mampu mencapai tujuan akhirnya yaitu peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat nelayan. Hasil perhitungan dari masing-masing kondisi tersebut dari berbagai rezim pengelolaan sumberdaya ikan pelagis secara ringkas disajikan dalam Tabel 17. Pada Tabel 17 terlihat tingkat produksi yang berbeda dari masing-masing rezim pengelolaan. Rata-rata produksi aktual lebih rendah dibandingkan kondisi pengelolaan pada rezim OA dan MSY sehingga dapat dikatakan bahwa di perairan Provinsi DKI Jakarta telah terjadi over harvested dari sisi produksi. Berdasarkan besaran nilai rente yang diperoleh pada rezim pengelolaan sole owner MEY adalah nilai yang tertinggi dibandingkan dengan kondisi lainnya. 120.000,00 100.000,00 80.000,00 60.000,00 40.000,00 20.000,00 - 20.000,00 40.000,00 Produksi Lestari Produksi Aktual Effort Trip P ro d u k si T o n Selain itu, pada kondisi MEY, jumlah stok ikan di perairan menghasilkan jumlah yang paling banyak sehingga pengelolaan sumberdaya ikan secara statik di perairan Jakarta sebaiknya dikelola dengan rezim pengelolaan MEY atau Sole Owner . Tabel 17. Hasil analisis bioekonomi dalam berbagai rezim pengelolaan sumberdaya ikan pelagis dengan metode estimasi CYP Rezim Pengelolaan x ton h ton E trip π juta Rp Sole Owner MEY 8.823,85 6.244,92 41.715,85 40.970,44 Open Acces OAY 759,28 1.074,74 83.431,70 - MSY 8.444,21 6.257,57 43.679,64 40.879,65 Aktual 3.515,88 201.360,07 6.618,56 Sumber : Hasil Analisis Data, 2013 Pada kondisi MEY Sole Owner, jumlah stok ikan pelagis adalah 8.823,85 ton dengan hasil tangkapan sebesar 6.244,92 ton, jumlah upaya tangkap yang diperbolehkan sebanyak 41.716 trip agar mendapatkan nilai rente yang sebesar Rp40.970,44 juta. Rezim Open Access hanya menghasilkan biomassa optimal pada sumberdaya ikan pelagis sebanyak 759,28 ton dengan tingkat produksi optimal yang bisa didapat adalah sebesar 1.074,74 ton, jumlah upaya tangkap pada rezim open access sebanyak 83.431,70 trip tetapi rente ekonomi yang diperoleh jika menerapkan rezim ini adalah Rp 0,-. Pada kondisi MSY, stok ikan pelagis adalah 8.444,21 ton dengan hasil tangkapan optimal sebesar 6.257,57 ton dan jumlah upaya tangkap yang diperbolehkan sebanyak 43.680 trip dengan rente ekonomi optimal yang didapat sebesar Rp 40.879,65 juta. Pada Gambar 20, terlihat effort pada kondisi aktual berada di atas kondisi MEY, MSY dan open access. Rata-rata effort aktual sudah melebihi dua kali lipat dari kondisi optimal MEY. Berdasarkan Gambar 20 juga terlihat bahwa peningkatan jumlah effort tidak diikuti dengan penambahan jumlah produksi bahkan jumlah produksi semakin berkurang. Padahal penambahan effort akan meningkatkan biaya operasional yang berdampak pada penurunan tingkat keuntungan yang diperoleh. Berdasarkan perbadingan kondisi aktual dengan kondisi optimal maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas penangkapan sumberdaya ikan pelagis di Provinsi DKI Jakarta telah mengalami biological dan economic overfishing.