Tabel 31. Penyerapan tenaga kerja usaha perikanan tangkap
Tahun Jumlah
Penduduk Jumlah Nelayan
Persentase
1997 7.610.067
19.177 0,25
1998 7.818.573
19.425 0,25
1999 7.831.520
20.491 0,26
2000 7.578.701
21.012 0,28
2001 7.418.390
23.941 0,32
2002 7.443.030
26.353 0,35
2003 7.456.931
26.601 0,36
2004 7.471.866
24.095 0,32
2005 7.521.520
24.036 0,32
2006 7.505.505
24.990 0,33
2007 7.554.761
22.690 0,30
2008 7.005.180
30.091 0,43
2009 8.523.157
23.827 0,28
2010 8.556.713
23.796 0,28
2011 9.229.523
20.550 0,22
Rata-rata
0,30 Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
Penilaian untuk atribut lainnya, seperti kepemilikan, other income, dan orientasi pasar didasarkan pada hasil wawancara dengan responden terpilih. Sifat
kepemilikan sarana penangkapan nelayan penangkap ikan pelagis semuanya dimiliki pemilik lokal dan pada umumnya nelayan merupakan pekerjaan utama.
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden terpilih dan expert meeting, hasil tangkapan nelayan Jakarta seluruhnya diserap oleh pasar lokal untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi masyarakat Jakarta. Tabel 32 menunjukkan hasil penilaian pada setiap atribut dalam dimensi ekonomi untuk sumberdaya perikanan pelagis.
Tabel 32. Nilai skor setiap atribut pada dimensi keberlanjutan ekonomi untuk sumberdaya ikan pelagis
No Indikator
Baik Buruk Skor
Dasar Penilaian
1 Keuntungan
4 3
Analisis bioekonomi,NPV dan IRR
2 Kontribusi
perikanan terhadap PDRB
2 Persentase PDRB
perikanan dibanding total PDRB BPS
3 Kepemilikan
2 Nilai modus
4 Sumberdaya ikan
luar Jakarta 2
2 Buku statistik perikanan
dan kelautan Prov.DKI Jakarta, 2012
5 Other income
3 3
Nilai modus 6
Orientasi pemasaran
2 Nilai modus, expert
meeting 7
Penyerapan tenaga kerja
2 BPS dan DKP DKI
Jakarta, 2012 Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
Skoring pada dimensi ekonomi untuk sumberdaya perikanan pelagis kemudian dianalisis dengan metode MDS menggunakan teknik Rapfish. Hasil
yang diperoleh akan menunjukkan nilai indeks keberlanjutan sumberdaya perikanan pelagis dari dimensi ekonomi. Hasil analisis dengan menggunakan
teknik Rapfish dapat dilihat pada Gambar 34.
Gambar 34. Status keberlanjutan dimensi ekonomi pada sumberdaya ikan pelagis Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
54,94 GOOD
BAD UP
DOWN -60
-40 -20
20 40
60
20 40
60 80
100 120
O th
er D
is ti
n g
is h
in g
F ea
tu res
Fisheries Sustainability
RAPFISH Ordination
Real Fisheries References
Anchors
Nilai indeks keberlanjutan sumberdaya ikan pelagis dari dimensi ekonomi adalah sebesar 54,94 Gambar 34. Berdasarkan klasifikasi kondisi atau status
keberlanjutan maka kondisi keberlanjutan sumberdaya ikan pelagis dari dimensi ekonomi berada pada status cukup bekelanjutan. Nilai stress yang diperoleh untuk
dimensi ekonomi pada sumberdaya ikan pelagis adalah 14,7 persen. Nilai stress yang didapat sudah memenuhi kondisi fit atau hasil analisis yang didapat cukup
baik karena S 25 persen. Nilai koefisien determinasi yang diperoleh R
2
sebesar 91,62 persen yang berarti model dengan menggunakan peubah-peubah saat ini
sudah menjelaskan 91,62 persen dari model yang ada. Tabel 33 menunjukkan beberapa nilai statistik yang diperoleh dengan menggunakan metode MDS.
Tabel 33. Nilai statistik dari hasil analisis menggunakan Rapfish pada dimensi ekonomi
No Atribut Statistik
Nilai Statistik Persentase
1 Stress
0,1470 14,7
2 R
0,9162
2
91,62 Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
Hasil analisis faktoratribut pengungkit leverage attributes untuk dimensi ekonomi pada sumberdaya perikanan pelagis ditunjukkan pada Gambar 35.
Gambar 35 menunjukkan bahwa ada lima faktor pengungkit utama aspek keberlanjutan dimensi ekonomi pada sumberaya perikanan pelagis, yaitu adalah
penyerapan tenaga kerja, keuntungan, kontribusi sektor perikanan terhadap total PDRB, sumberdaya ikan luar, dan tujuan pemasaran.
Gambar 35. Faktor pengungkit dimensi ekonomi pada sumberdaya ikan pelagis Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
0,77 8,43
18,09 20,19
10,74 14,15
5,31
5 10
15 20
25 Sumber Pendapatan lain
Tujuan pemasaran Sumberdaya ikan luar
Kontribusi terhadap PDRB Keuntungan
Penyerapan tenaga kerja Kepemilikan Usaha
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed on Sustainability scale 0 to 100
A tt
ri b
u te
Leverage of Attributes
Munculnya faktor pengungkit utama berupa penyerapan tenaga kerja, keuntungan, kontribusi sektor perikanan terhadap total PDRB, sumberdaya ikan
luar, dan tujuan pemasaran menjelaskan bahwa atribut-atribut tersebut sangat sensitif terhadap status keberlanjutan sumberdaya perikanan pelagis dari dimensi
ekonomi. Berdasarkan hasil analisis monte carlo diketahui bahwa sumberdaya perikanan pelagis mengalami banyak gangguan pertubation dari dimensi
ekonomi, hal ini ditunjukkan dengan plot biru yang menyebar Gambar 36.
Gambar 36. Hasil analisis monte carlo untuk sumberdaya ikan pelagis pada dimensi ekonomi
Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
7.1.3.3 Dimensi Sosial
Berdasarkan data dari Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta rata-rata laju pertumbuhan nelayan selama sepuluh tahun terakhir adalah -0,0962
Tabel 34. Semakin kecil tingkat pertumbuhan jumlah masyarakat yang bergerak dibidang perikanan maka semakin kecil penambahan tingkat kebutuhan akan
sumberdaya perikanan memperkecil risikoancaman terhadap keberlanjutan usaha perikanan di wilayahnya Hartono et.al 2005.
-60 -40
-20 20
40 60
20 40
60 80
100 120
O th
er D
is ti
n g
is h
in g
F ea
tu res
Fisheries Sustainability
RAPFISH Ordination - Monte Carlo Scatter Plot
Tabel 34. Laju pertumbuhan nelayan Jakarta Tahun 2001-2011
Tahun Jumlah Nelayan
Laju Pertumbuhan Nelayan
2001 23.941
0,1007 2002
26.353 0,0094
2003 26.601
-0,0942 2004
24.095 -0,0024
2005 24.036
0,0397 2006
24.990 -0,0920
2007 22.690
0,3262 2008
30.091 -0,2082
2009 23.827
-0,0013 2010
23.796 -0,1364
2011 20.550
-1,0000
Rata-rata -0,0962
Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
Tabel 35. Keuntungan per upaya tangkap yang diperoleh nelayan ikan pelagis
Tahun Effort
Volume Produksi
Harga jutaton
Biaya juta
Rp KUT
juta Rp Keuntungan
per bulan juta Rp
1997 105.617,27
12.574,83 3,56
0,046 0,38
6,29 1998
179.498,67 10.837,27
3,62 0,047
0,17 2,87
1999 142.658,69
15.013,99 4,42
0,057 0,41
6,81 2000
63.414,45 11.236,23
4,68 0,060
0,77 12,81
2001 64.897,65
5.759,78 5,33
0,069 0,40
6,74 2002
59.702,10 6.186,80
6,04 0,078
0,55 9,13
2003 81.319,77
8.431,46 6,54
0,084 0,59
9,89 2004
80.775,01 9.935,04
6,83 0,088
0,75 12,54
2005 80.585,53
10.640,16 7,43
0,096 0,89
14,76 2006
80.280,77 12.562,27
8,18 0,105
1,17 19,57
2007 80.989,97
8.911,08 8,52
0,110 0,83
13,79 2008
197.323,45 7.127,07
9,35 0,120
0,22 3,62
2009 196.799,55
7.273,20 10,10
0,130 0,24
4,05 2010
224.245,59 4.678,12
11,28 0,145
0,09 1,50
2011 201.360,07
3.515,88 11,80
0,152 0,05
0,90
Sumber : Hasil Analisis Data, 2013 Rata-rata effort nelayan dalam satu tahun adalah 200 trip maka keuntungan
yang diperoleh nelayan per bulan pada tahun 2011 adalah Rp90.000,- . UMR pada
tahun 2011 adalah Rp1.529.150,-. Hal ini berarti pendapatan yang diperoleh nelayan ikan pelagis pada tahun 2011 jauh berada di bawah UMR.
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden terpilih, diketahui bahwa sebagian besar nelayan yang menangkap ikan pelagis berpendidikan setingkat SD.
Tingkat pendidikan yang rendah pada masyarakat nelayan Jakarta juga berdampak pada tingkat pengetahun nelayan terhadap isu-isu lingkungan yang sangat
terbatas. Berdasarkan hasil wawancara pula diketahui bahwa konflik antar nelayan, baik antara nelayan lokal dengan nelayan pendatang maupun antara
nelayan lokal jarang terjadi wilayah perairan Jakarta. Namun, konflik antar stakeholders
yang berkepentingan secara langsung maupun tidak langsung dengan aktivitas penangkapan ikan sering terjadi. Seperti diketahui sebelumnya, wilayah
perairan Jakarta merupakan wilayah perairan yang paling strategis untuk wilayah Indonesia bagian barat sehingga banyak kepentingan, baik kepentingan
pemerintah DKI Jakarta, pemerintah pusat maupun investor untuk memanfaatkan wilayah perairan Jakarta. Di dalam lingkup Provinsi DKI Jakarta saja terjadi
perbedaan kepentingan dalam mengelola wilayah perairan DKI Jakarta dan sering kali pembangunan wilayah perairan Jakarta tidak memasukan kesejahteraan
nelayan sebagai salah satu indikator keberhasilannya. Hasil wawancara dengan responden juga memberikan informasi bahwa
tingkat keterlibatan anggota keluarga dalam usaha perikanan tangkap dengan menggunakan jaring insang, pancing dan payang hampir tidak ada. Sebagian besar
nelayan tidak menginginkan anaknya mengikuti usaha yang sama di masa depan. Frekuensi pertemuan antar warga nelayan penangkap ikan pelagis jarang
dilakukan karena nelayan payang, gill net dan pancing belum banyak yang membentuk kelompok KUB.
Tabel 36. Hasil penilaian untuk atribut pada dimensi sosial untuk sumberdaya perikanan pelagis
No Indikator
Baik Buruk Skor
Dasar Penilaian
1 Laju pertumbuhan
jumlah nelayan dalam 10 tahun
2 Buku statistik kelautan dan
perikanan Prov. DKI Jakarta
2 Pendidikan
2 Nilai modus
3 Environmental
knowledge 2
1 Nilai modus
4 Status dan
frekuensi konflik 2
2 Nilai modus, expert
meeting 5
Partisipasi keluarga
1 Nilai modus
6 Socialisation of
fishing 2
1 Nilai modus
7 Frekuensi
penyuluhan dan pelatihan
3 2
Nilai modus
8 Pengaruh nelayan
2 Nilai modus
9 Fishing Income
2 1
Nilai modus 10
KUT per bulan dibanding UMR
2 Analisis Bioekonomi,
perhitungan KUT Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
Nilai skor ini kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik Rapfish. Hasil ordinasi pada dimensi sosial untuk sumberdaya perikanan pelagis dapat
dilihat pada Gambar 37.
Gambar 37. Status keberlanjutan dimensi sosial pada sumberdaya ikan pelagis Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
32,06 GOOD
BAD UP
DOWN -60
-40 -20
20 40
60
20 40
60 80
100 120
O th
er D
is ti
n g
is h
in g
F ea
tu res
Fisheries Sustainability
RAPFISH Ordination
Real Fisheries References
Anchors
Nilai indeks keberlanjutan sumberdaya ikan pelagis pada dimensi sosial yang diperoleh dengan teknik Rapfish adalah 32,06. Berdasarkan kriteria
keberlanjutan maka status keberlanjutan sumberdaya ikan pelagis pada dimensi sosial berada pada status kurang berkelanjutan.
Nilai stress yang diperoleh pada dimensi sosial untuk sumberdaya ikan pelagis adalah 0,1345 13,45 persen atau masih dibawah 25 persen sehingga
analisis Rapfish sudah memenuhi kondisi good of fit. Nilai R2 yang diperoleh adalah 94,95 persen yang berarti model dengan menggunakan peubah-peubah saat
ini sudah menjelaskan 94,95 persen dari model yang ada. Beberapa nilai statistik yang diperoleh dengan menggunakan teknik Rapfish dapat dilihat pada Tabel 37.
Tabel 37. Nilai statistik pada dimensi sosial untuk sumberdaya perikanan pelagis
No Atribut Statistik
Nilai Statistik Persentase
1 Stress
0,1345 13,45
2 R
0,9495
2
94,95 Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
Hasil analisis Rapfish masih bersifat umum sehingga atribut-atribut sosial yang digunakan perlu dianalisis lagi agar diketahui atribut sosial mana yang
paling sensitif mempengaruhi keberlanjutan sumberdaya perikanan pelagis di Provinsi DKI Jakarta, yaitu melalui analisis leverage. Analisis leverage digunakan
untuk melihat bagaimana pengaruhnya terhadap skor keberlanjutan jika salah satu atribut dikeluarkan dari analisis. Perhitungan analisis leverage dilakukan dengan
metode stepwise yaitu membuang setiap atribut secara berurutan satu per satu kemudian menghitung berapa nilai error atau root mean square RMS tersebut
dibandingkan dengan RMS yang dihasilkan pada saat seluruh atribut dimasukkan. Dalam statistik metode ini dikenal dengna metode Jacknife Kavanagh 2001.
Hasil analisis leverage dapat dilihat pada Gambar 38. Berdasarkan Gambar 38 diketahui bahwa tidak ada atribut pada dimensi sosial yang dominan.
Menurut Pitcher dan Preikshot 2001, apabila nilai faktor atribut pengaruh secara merata berada pada rentang dua persen dan enam persen serta tidak ada
faktor pengaruh yang bernilai lebih dari delapan persen maka tidak ada atribut yang dominan dalam dimensi tersebut.
Gambar 38. Analisis distribusi leverage pada dimensi sosial untuk sumberdaya perikanan pelagis
Sumber : Hasil Analisis Data, 2013 Gambar 39 adalah hasil analisis monte carlo untuk sumberdaya ikan
pelagis pada dimensi sosial. Gambar 39 menunjukkan bahwa sumberdaya ikan pelagis pada dimensi sosial telah mengalami banyak ‘gangguan’ yang diketahui
dari plot biru yang menyebar.
Gambar 39. Hasil analisis monte carlo untuk sumberdaya ikan pelagis pada dimensi sosial
Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
0,53 3,67
3,52 4,89
5,02 4,92
4,54 4,17
3,03 2,09
2 4
6 Laju pertumbuhan nelayan
Pengetahuan Tingkat pendidikan
StatusFrekuensi konflik KUT per bulan thd UMR
Fishing income Sosialization of fishing
Frekuensi penyuluhanpelatiha Pengaruh nelayan
Partisipasi keluarga
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed on Sustainability scale 0 to 100
A tt
ri b
u te
Leverage of Attributes
-60 -40
-20 20
40 60
20 40
60 80
100 120
O th
er D
is ti
n g
is h
in g
F ea
tu res
Fisheries Sustainability
RAPFISH Ordination - Monte Carlo Scatter Plot
7.1.3.4 Dimensi Teknologi
Penentuan indeks status keberlanjutan teknologi perikanan tangkap dimulai dengan penentuan skor pada setiap atribut dalam dimensi teknologi
berdasarkan realitas data di lapangan baik dengan wawancara dan pengamatan data primer maupun dengan menggunakan data sekunder. Alat tangkap untuk
sumberdaya perikanan pelagis yang dianalisis adalah gill net, payang dan pancing. Payang dan gill net adalah alat tangkap yang aktif sedangkan pancing
adalah alat tangkap pasif sehingga berdasarkan jumlah trip effort tiap pada alat tangkap tersebut maka dapat disimpulkan sebagian besar nelayan penangkap ikan
pelagis menggunakan alat tangkap yang bersifat pasif. Dari jumlah effort juga diketahui bahwa pada alat tangkap gill net, pancing dan payang tidak terjadi
pernambahan effort yang besar. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden terpilih didapatkan fakta
bahwa : 1 Lama trip nelayan mengoperasikan alat tangkapnya adalah satu hari karena
aktivitas perikanan tangkap nelayan Jakarta didominasi oleh usaha penangkapan ikan skala kecil;
2 Sebagian besar nelayan menjual hasil tangkapannya sesaat setelah tiba di PPI atau TPI, dan ikan yang dijual adalah ikan segar tanpa melalui perlakuan
apapun; 3 Aktivitas penangkapan sumberdaya ikan pelagis sebagian besar menggunakan
kapal berukuran 1-5 GT dengan ukuran kapal 2-5 meter. 4 Penggunaan alat tangkap bantu yang bersifat destruktif sudah sangat jarang
ditemui. Secara ringkas penilaian untuk setiap atribut teknologi pada sumberdaya pelagis disajikan pada Tabel 38.
Tabel 39. Hasil penilaian setiap atribut dimensi keberlanjutan teknologi untuk sumberdaya perikanan pelagis
No Indikator
Baik Buruk
Skor Dasar Penilaian
1 Pilihan terhadap tempat
pendaratan ikan 2
Pengamatan langsung, expert
meeting 2
Lama trip penangkapan 2
Nilai modus 3
Jenissifat alat tangkap 2
Nilai modus, pengamatan
langsung 4
Selektivitas alat tangkap 2
Nilai modus 5
Penanganan di kapal sebelum didaratkan
3 Nilai modus
6 Ukuran kapal
penangkapan 2
Nilai modus 7
Penanganan pasca panen
2 Nilai modus
8 Penggunaan alat bantu
perikanan yang destruktif
2 Nilai modus
9 Perubahan daya tangkap
2 2
Data sekunder Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
Analisis Rapfish pada dimensi teknologi berjumlah sembilan atribut. Nilai skor pada dimensi teknologi untuk sumberdaya perikanan pelagis kemudian
dianalisis dengan teknik Rapfish. Hasil yang diperoleh dari analisis dengan menggunakan teknik Rapfish adalah nilai indeks keberlanjutan pada dimensi
teknologi untuk sumberdaya ikan pelagis Gambar 40.
Gambar 40. Posisi status keberlanjutan sumberdaya perikanan pelagis pada dimensi teknologi
Sumber : Hasil Analisis Data, 2013 Indeks keberlanjutan sumberdaya perikanan pelagis pada dimensi
teknologi adalah 48,84. Berdasarkan kriteria status keberlanjutan maka sumberdaya perikanan pelagis pada dimensi teknologi berada pada kondisi kurang
berkelanjutan. Nilai stress yang diperoleh dari dimensi teknologi adalah 13,91 persen atau masih kurang dari 25 persen yang berarti hasil analisis Rapfish sudah
memenuhi kondisi good of fit. Nilai koefisien determinasi yang diperoleh adalah 92,84 persen yang berarti peubah-peubah yang digunakan dapat menjelaskan
model sebesar 92,84 persen. Nilai statistik yang diperoleh dari hasil analisis Rapfish untuk dimensi teknologi pada sumberdaya perikana pelagis dapat dilihat
pada Tabel 39.
Tabel 39. Nilai statistik dari hasil analisis Rapfish pada dimensi teknologi untuk sumberdaya perikanan pelagis
No Atribut Statistik
Nilai Statistik Persentase
1 Stress
0,1391 13,91
2 R
0,9284
2
92,84 Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
Hasil analisis sensitifitas atau leverage menggambarkan kondisi atribut- atribut teknologi yang sensitif mempengaruhi tingkat keberlanjutan sumberdaya
perikanan pelagis. Berdasarkan analisis leverage, atribut-atribut yang perlu
48,84
GOOD BAD
UP
DOWN -60
-40 -20
20 40
60
20 40
60 80
100 120
O th
er D
is ti
n g
is h
in g
F ea
tu res
Fisheries Sustainability RAPFISH Ordination
Real Fisheries References
Anchors
mendapat perhatian adalah perubahan daya tangkap, penggunaan alat bantu destruktif, penanganan pasca panen, selektivitas alat tangkap, jenissifat alat
tangkap, dan lama trip.
Gambar 41. Hasil analisis distribusi leverage pada dimensi teknologi untuk sumberdaya perikanan pelagis
Sumber : Hasil Analisis Data, 2013 Gambar 42 menunjukkan hasil analisis monte carlo untuk sumberdaya
ikan pelagis pada dimensi teknologi. Berdasarkan hasil analisis monte carlo diketahui bahwa sumberdaya ikan pelagis pada dimensi tekonologi telah
mengalami banyak pertubasi. Hal ini ditunjukkan oleh plot biru yang menyebar.
5,48 9,11
11,85 15,99
17,87 13,52
9,47 3,12
5,34
5 10
15 20
Pilihan thd tempat pendaratan ikan Lama trip
Jenis sifat alat tangkap Selektivitas alat tangkap
perubahan daya tangkap penggunaan alat bantu destruktif
Penanganan pasca panen ukuran kapal penangkapan
Penanganan di kapal
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed on Sustainability scale 0 to 100
A tt
ri b
u te
Leverage of Attributes
Gambar 41. Hasil analisis monte carlo untuk sumberdaya ikan pelagis pada dimensi teknologi
Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
7.1.3.5 Dimensi Kelembagaan
Penilaian atribut pada dimensi kelembagaan untuk sumberdaya pelagis secara ringkas ditunjukkan pada Tabel 40.
Tabel 40. Hasil penilaian setiap atribut keberlanjutan dimensi kelembagaan untuk sumberdaya perikanan pelagis
No Indikator
Baik Buruk Skor
Dasar Penilaian
1 Ketersediaan
peraturan formal dalam
pengelolaan perikanan
2 1
Data sekunder, expert meeting
, nilai modus dari hasil wawancara dengan
responden 2
Just management 4
Nilai modus, expert meeting
3 Illegal fishing
2 1
Nilai modus 4
Adjacency and reliance
3 2
Pengamatan langsung Nilai modus
5 Equity in entry to
fishery 2
Nilai modus 6
Alternatives 2
2 Nilai modus
7 Peranan lembaga
formal DKP 3
1 Pengamatan langsung,
expert meeting Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
-60 -40
-20 20
40 60
20 40
60 80
100 120
O th
er D
is ti
n g
is h
in g
F ea
tu res
Fisheries Sustainability RAPFISH Ordination - Monte Carlo Scatter Plot
Nilai skor pada dimensi kelembagaan untuk sumberdaya perikanan pelagis kemudian dianalisis dengan teknik Rapfish. Hasil yang diperoleh dari analisis
dengan menggunakan teknik Rapfish adalah nilai indeks keberlanjutan pada dimensi kelembagaan untuk sumberdaya ikan pelagis Gambar 43.
Gambar 43. Posisi status keberlanjutan sumberdaya perikanan pelagis pada dimensi kelembagaan
Sumber : Hasil Analisis Data, 2013 Indeks keberlanjutan sumberdaya perikanan pelagis pada dimensi
kelembagaan adalah 42,21. Berdasarkan kriteria status keberlanjutan maka sumberdaya perikanan pelagis pada dimensi kelembagaan berada pada kondisi
kurang berkelanjutan. Nilai stress yang diperoleh dari dimensi kelembagaan untuk sumberdaya
perikanan pelagis adalah 14,36 persen atau masih kurang dari 25 persen yang berarti hasil analisis Rapfish sudah memenuhi kondisi good of fit. Nilai koefisien
determinasi yang diperoleh adalah 94,79 persen yang berarti peubah-peubah yang digunakan dapat menjelaskan model sebesar 94,79 persen. Nilai statistik yang
diperoleh dari hasil analisis Rapfish untuk dimensi kelembagaan pada sumberdaya perikanan pelagis dapat dilihat pada Tabel 41.
42,21 GOOD
BAD UP
DOWN -60
-40 -20
20 40
60
20 40
60 80
100 120
O th
er D
is ti
n g
is h
in g
F ea
tu res
Fisheries Sustainability RAPFISH Ordination
Real Fisheries References
Anchors
Tabel 41. Nilai statistik hasil analisis Rapfish pada dimensi kelembagaan untuk sumberdaya perikanan pelagis
No Atribut Statistik
Nilai Statistik Persentase
1 Stress
0,1436 14,36
2 R
0,9479
2
94,79 Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
Berdasarkan analisis leverage diketahui bahwa tidak ada atribut-atribut yang dominan mempengaruhi keberlanjutan sumberdaya perikanan pelagis pada
dimensi kelembagaan Gambar 44.
Gambar 44. Hasil analisis distribusi leverage pada dimensi kelembagaan untuk sumberdaya perikanan pelagis
Sumber : Hasil Analisis Data, 2013 Gambar 45 menunjukkan hasil analisis monte carlo untuk sumberdaya
ikan pelagis pada dimensi kelembagaan. Berdasarkan hasil analisis monte carlo diketahui bahwa sumberdaya ikan pelagis pada dimensi kelembagaan telah
mengalami banyak pertubasi. Hal ini ditunjukkan oleh plot biru yang menyebar.
2,92 5,52
1,21 7,68
6,15 5,63
4,70
2 4
6 8
10 ketersediaan peraatutan formal
just management Peranan lembaga formal
equity in entry to fishery adjacency and reliance
alternatives ilegal fishing
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed on Sustainability scale 0 to 100
A tt
ri b
u te
Leverage of Attributes
Gambar 45. Hasil analisis monte carlo untuk sumberdaya ikan pelagis pada dimensi kelembagaan
Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
7.1.4 Hasil Analisis Monte Carlo Selang Kepercayaan 95 persen
Analisis monte carlo merupakan serangkaian proses simulasi yang berlangsung untuk menguji pengaruh dari beragam kekeliruan ketidak-pastian,
baik yang berkenaan dengan scoring maupun dalam proses ordinasi status keberlanjutan perikanan. Menurut Law dan Kelton 2000, simulasi Monte Carlo
yang umumnya statik, digunakan untuk memecahkan permasalahan stokastik atau deterministik tertentu. Tabel 42 menyajikan perbandingan indeks keberlanjutan
hasil MDS dengan hasil analsis monte carlo. Tabel 42. Perbandingan indeks keberlanjutan hasil MDS dan Monte Carlo selang
kepercayaan 95 pada sumberdaya ikan pelagis
Dimensi MDS
Monte Carlo Perbedaan
Ekologi 23,46
24,33 0,80
Ekonomi 54,94
54,25 0,69
Sosial 32,05
32,84 0,71
Teknologi 48,84
49,22 0,38
Kelembagaan 42,21
42,03 0,18
Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
Hasil perbadingan antara analisis monte carlo dengan selang kepercayaan 95 persen dan analisis MDS Tabel 42 menunjukkan bahwa nilai indeks
keberlajutan yang didapat pada setiap dimensi tidak banyak mengalami perbedaan
-60 -40
-20 20
40 60
20 40
60 80
100 120
O th
er D
is ti
n g
is h
in g
F ea
tu res
Fisheries Sustainability RAPFISH Ordination - Monte Carlo Scatter Plot
1. Kecilnya perbedaan ini mengindikasikan bahwa 1 kesalahan dalam pembuatan skor pada setiap atribut relatif kecil, 2 ragam pemberian skor akibat
perbedaan opini relatif kecil, 3 proses analisis yang dilakukan secara berulang stabil, dan 4 kesalahan pemasukkan data dan data yang hilang dapat dihindari.
Dengan demikian diketahui bahwa hasil analisis keberlanjutan yang dilakukan dengan teknik Rapfish untuk sumberdaya perikanan pelagis memiliki tingkat
kepercayaan yang tinggi.
7.2. Status Keberlanjutan Sumberdaya Ikan Demersal 7.2.1 Analisis MDS dengan Teknik Rapfish
Dengan menggunakan analisi MDS untuk menentukkan status sumberdaya ikan demersal secara keseluruhan didapat bahwa indeks keberlanjutan
sumberdaya demersal adalah sebesar 49,44. Berdasarkan kriteria yang telah ditentukan maka diketahui bahwa sumberdaya ikan demersal berada pada status
kurang berkelanjutan Gambar 46.
Gambar 46 . Hasil MDS untuk sumberdaya ikan demersal Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
7.2.2 Pembobotan Dimensi dengan AHP
Hasil analisis MDS dengan menggunakan teknik Rapfish pada setiap dimensi untuk sumberdaya ikan demersal disajikan pada Gambar 47. Gambar 47
menunjukkan hasil yang hampir sama dengan sumberdaya ikan pelagis, perbedaan indeks keberlanjutan antara sumberdaya ikan pelagis dan demersal hanya terletak
49,44 GOOD
BAD UP
DOWN -60
-40 -20
20 40
60
20 40
60 80
100 120
O th
er D
is ti
n g
is h
in g
F ea
tu res
Fisheries Sustainability RAPFISH Ordination
Real Fisheries References
Anchors
pada dimensi sosial. Indeks keberlanjutan dimensi sosial untuk sumberdaya ikan demersal lebih tinggi sedikit daripada ikan pelagis tetapi status keberlanjutan
keduanya berada pada status kurang berkelanjutan.
Gambar 47. Diagram layang untuk sumberdaya ikan demersal Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
Indeks keberlanjutan pada setiap dimensi kemudian diberikan bobot untuk menilai status keberlanjutan sumberdaya perikanan demersal secara keseluruhan.
Berdasarkan hasil pembobotan pada kelima dimensi keberlanjutan pada sumberdaya perikanan demersal melalui judgement pakar didapatkan hasil seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 48.
Gambar 48. Hasil pembobotan pada dimensi keberlanjutan sumberdaya perikanan demersal
Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
23,46 54,94
48,84 44,43
42,21 20
40 60
80 100
Ekologi
Ekon om i
Tekn ologi Sosial
Kelem bagaan
D IAGRAM LAYAN G-LAYAN G
DEMERSAL
10,10 9,79
5,64 5,92
5,70
0,000 2,000
4,000 6,000
8,000 10,000
12,000 Ekologi
Ekonomi Teknologi
Sosial Kelembagaan
Berdasarkan hasil analisis urutan prioritas diketahui bahwa dimensi ekologi merupakan dimensi yang paling mempengaruhi keberlanjutan
sumberdaya perikanan demersal di Provinsi DKI Jakarta sehingga kebijakan yang paling tepat untuk meningkatkan keberlanjutan sumberdaya perikanan demersal di
Provinsi DKI Jakarta adalah mengutamakan perbaikan ekologi perairan. Berbeda dengan sumberdaya ikan pelagis dimana dimensi ekonomi mendapatkan urutan
tertinggi pada sumberdaya ikan demersal dimensi ekologi adalah yang terpenting. Hal tersebut dikarenakan perbedaan karakteristik sumberdaya antara ikan pelagis
dan demersal. Widodo 1980 mengungkapkan perubahan ikan demersal berdasarkan sifat ekologinya, yaitu reproduksi yang stabil, hal ini disebabkan oleh
habitat di lapisan dasar laut yang relatif stabil sehingga mengakibatkan daur hidup ikan demersal juga stabil dan ikan demersal mempunyai daerah ruaya yang
sempit, ikan demersal cenderung menempati suatu daerah dengan tidak membentuk kelompok besar. Oleh karena itu, besar kesediaannya sangat
dipengaruhi oleh luas dan kondisi daerah yang ditempatinya. Apabila kondisi lingkungan memburuk, ikan pelagis masih mampu beruaya ke daerah perairan
baru yang lebih baik kondisinya sedangkan jenis ikan demersal tidak mampu untuk menghindar sehingga dapat mengakibatkan penurunan stok sumberdaya
ikan demersal. Berdasarkan Gambar 48 juga diketahui bahwa setelah dimensi ekologi,
dimensi ekonomi dan teknologi juga berpengaruh kuat terhadap meningkatnya keberlanjutan sumberdaya perikanan demersal. Ketiga dimensi ini memiliki
keterkaitan yang sangat erat. Keberlanjutan pada sumberdaya ikan demersal bertolak pada dimensi ekologi. Keberlanjutan pada dimensi ekologi terutama
dipengaruhi oleh ketersediaan stok sumberdaya ikan diperairan yang sangat dipengaruhi oleh kondisi perairan. Jika ketersediaan stok meningkat akibat adanya
perbaikan pada kondisi perairan maka secara langsung akan mempengaruhi tingkat keuntungan yang diperoleh nelayan. Keuntungan yang meningkat akan
berdampak pada peningkatan kesejahteraan nelayan melalui pendapat yang layak sehingga nelayan mempunyai lebih banyak sumberdaya untuk meningkatkan
kualitas hidupnya.
Untuk menentukan status keberlanjutan sumberdaya ikan demersal secara keseluruhan mencakup lima dimensi, dilakukan dengan cara menjumlahkan nilai
yang didapat dari hasil pembobotan. Berdasarkan hasil penjumlahan maka indeks keberlanjutan sumberdaya ikan deemersal adalah 37,15 sehingga menurut kriteria
status keberlajutan maka status keberlanjutan sumberdaya ikan demersal adalah kurang berkelanjutan Lampiran 56.
7.2.3 Status Keberlanjutan Setiap Dimensi pada Sumberdaya Perikanan Demersal
7.2.3.1 Dimensi Ekologi
Berdasarkan hasil analisis bioekonomi Tabel 43 pada sumberdaya ikan demersal didapatkan bahwa persentase tingkat produksi dan tingkat effort aktual
terhadap tingkat produksi dan tingkat effort pada kondisi MSY berturut-turut sebesar 99,2 persen dan 195,6 persen. Nilai persentase di atas seratus persen
menunjukkan bahwa nilai aktual lebih besar dibandingkan dengan nilai optimal sehingga dapat disimpulkan bahwa telah terjadi kelebihan input trip yang
digunakan namun demikian kenaikan input tidak dibarengi dengan kenaikan output yang dihasilkan sehingga dapat dikatakan bahwa aktivitas penangkapan
sumberdaya perikanan demersal telah mengalami overexploited.
Tabel 43. Perbandingan kondisi aktual terhadap kondisi MSY dan MEY pada sumberdaya perikanan demersal
Pemanfaatan Aktual
MSY aktual
thd MSY
MEY aktual
thd MEY
Schnute
Biomass x ton 51.338,8
52.374,7 Produksi h
ton 20.847,6
21.014,0 99,2
21.005,5 99,2
Effort Etrip 115.176
58.876 195,6
57.690 199,6
Sumber : Hasil Analisis Data, 2013 Selain hasil analisis bioekonomi, penilaian skor atibut dalam dimensi
ekologi juga didasarkan pada hasil wawancara dengan responden terpilih. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden terpilih dapat disimpulkan
beberapa hal, yaitu sebagian besar nelayan menjual seluruh hasil tangkapannya berapa pun harganya, telah terjadi sedikit penurunan ukuran ikan demersal
tertangkap dan jumlah jenis ikan demersal yang tertangkap berkurang 1-10 jenis
dalam kurun waktu lima tahun, juga telah terjadi pengurangan lokasi area tangkap yang sangat banyak dan cepat. Selain itu, berdasarkan pengamatan langsung,
expert meeting , dan hasil wawancara dengan responden juga diketahui bahwa
tekanan pemanfaatan perairan di Jakarta sudah sangat tinggi. Tabel 44 menunjukkan realitas berupa skor pada setiap atribut dalam dimensi ekologi untuk
sumberdaya ikan demersal. Tabel 44. Nilai skor pada dimensi ekonomi untuk sumberdaya ikan demersal
No Indikator
Baik Buruk
Skor Penilaian
1 Tingkat eksploitasi
3 3
Analisis bioekonomi
2 Proporsi ikan yang
dibuang 2
Nilai modus 3
Tekanan pemanfaatan perairan
2 2
Nilai modus dan expert meeting
4 Tingkatan kolaps
2 2
Nilai modus 5
Ukuran ikan tertangkap
2 1
Nilai modus 6
Jumlah jenis ikan tertangkap
2 1
Nilai modus Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
Nilai skor tersebut kemudian dianalisis menggunakan alat analisis Rapfish. Gambar 49 menunjukkan hasil Rapfish yang menunjukkan kondisi atau status
keberlanjutan sumberdaya ikan demersal dari dimensi ekologi. Nilai skor keberlanjutan pada dimensi ekologi yang diperoleh adalah 23,46 maka
berdasarkan klasifikasi kondisi atau status keberlanjutan, kondisi keberlanjutan sumberdaya ikan demersal berada pada status tidak berkelanjutan.
Gambar 49. Posisi status keberlanjutan sumberdaya ikan demersal pada dimensi ekologi
Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
Nilai stress yang diperoleh untuk dimensi ekologi adalah 14,3 persen. Menurut Nilai stress yang didapat sudah memenuhi kondisi fit atau hasil analisis
yang didapat cukup baik karena S 25. Nilai koefisien determinasi selang kepercayaan yang diperoleh R
2
Tabel 45. Nilai statistik dari hasil analisis menggunakan metode MDS pada dimensi ekologi
sebesar 94,38 persen yang berarti model dengan menggunakan peubah-peubah saat ini sudah menjelaskan 94,38 persen dari model
yang ada. Tabel 45 menunjukkan beberapa nilai statistik yang diperoleh dengan menggunakan teknik Rapfish.
No Atribut Statistik
Nilai Statistik Persentase
1 Stress
0,1430 14,3
2 R
0,9438
2
94,38 Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
Berdasarkan leverage analysis diketahui bahwa dari enam atribut yang dianalisis ada satu atribut yang sensitif mempengaruhi keberlanjutan perikanan
demersal, yaitu tingkat eksploitasi. Berbeda dengan ikan pelagis, ikan demersal merupakan jenis ikan dengan wilayah migrasi yang relatif sempit oleh sebab itu
kondisi perairan akan sangat mempengarui keberlanjutan sumberdaya ini. Atribut
23,46 GOOD
BAD UP
DOWN -60
-40 -20
20 40
60
20 40
60 80
100 120
O th
er D
is ti
n g
is h
in g
F ea
tu res
Fisheries Sustainability
RAPFISH Ordination
Real Fisheries References
Anchors
tekanan pemanfaatan perairan menggambarkan kondisi perairan sedangkan atribut tingkatan kolaps dan tingkatan ekslpoitasi menggabarkan kondisi eksploitasi
sumberdaya ikan demersal. Atribut ini perlu mendapat perhatian dan dikelola dengan baik agar nilai indeks dimensi ekologi pada sumberdaya ikan demersal
dapat meningkat di masa depan.
Gambar 50. Faktor pengungkit pada dimensi ekologi untuk sumberdaya perikanan demersal
Sumber : Hasil Analisis Data, 2013 Dari hasil analisis monte carlo diketahui bahwa sumberdaya ikan demersal
dari dimensi ekologi sudah mengalami banyak pertubasi yang ditunjukkan pada gambar plot yang menyebar Gambar 51.
2,4 7,8
6,7 8,0
4,7 2,4
1 2
3 4
5 6
7 8
9 size of fish caught
species caught Tekanan pemanfaatan perairan
exploitation status range collapse
proporsi ikan yang dibuang
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed on Sustainability scale 0 to 100
A tt
ri b
u te
Leverage of Attributes
Gambar 51. Hasil analisis monte carlo pada sumberdaya ikan demersal pada dimensi ekologi
Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
7.2.3.2 Dimensi Ekonomi
Skoring pada atribut kontribusi sektor perikanan dan penyerapan tenaga kerja pada sumberdaya ikan pelagis dan demersal bersumber dari data yang sama
karena keterbatasan data dan informasi. Skoring untuk atribut keuntungan didasarkan pada hasil analisis bioekonomi dan analisis kelayakan investasi.
Berdasarkan hasil analisis bioekonomi untuk sumberdaya perikanan demersal didapatkan hasil bahwa keuntungan yang diperoleh pada kondisi aktual adalah
sebesar Rp22.522,36 juta sedangkan pada kondisi MSY keuntungan optimal yang dapat diperoleh adalah sebesar Rp64.523,24 juta Tabel 46.
Tabel 46. Perbandingan tingkat keuntungan pada kondisi aktual, MSY dan MEY
Kondisi Pengelolaan
Effort Produksi
Harga jutaton
Biaya jutatrip
Total cost
Total Revenue
Profit Aktual
115.175 20.847,6
5,87 0,08
9.733,52 122.313,78
112.580,3 MSY
58.879 21.014
5,87 0,08
4.975,85 123.290,2
118.314,4 MEY
57.690 21.005,5
5,87 0,08
4.875,44 123.240
118.364,6
Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
-60 -40
-20 20
40 60
20 40
60 80
100 120
O th
er D
is ti
n g
is h
in g
F ea
tu res
Fisheries Sustainability
RAPFISH Ordination - Monte Carlo Scatter Plot
Perhitungan analisis kelayakan investasi pada alat tangkap ikan demersal didapatkan hasil seperti disajikan pada Tabel 47.
Tabel 47. Hasil perhitungan NPVdan IRR pada alat tangkap ikan demersal
Keterangan Umur
Muroami Dogol
Bubu Rampus
Rata-rata
NPV 10 tahun
46.729.340 25.953.572 6.164.502 7.737.588 21.646.250 IRR 6
10 tahun 27
28 18
19 23
Sumber : Hasil Analisis Data, 2013 Berdasarkan hasil perhitungan analisis kelayakan investasi untuk usaha
perikanan demersal dapat disimpulkan bahwa usaha perikanan demersal dengan menggunakan alat tangkap yang diteliti adalah usaha yang layak NPV 0 dan
IRR6. Nilai IRR rata-rata adalah 1,23 persen, yang berarti bahwa usaha penangkapan ikan demersal mampu memberikan tingkat pengembalian atau
keuntungan 23 persen per tahun dari seluruh investasi yang ditanamkan selama umur usaha sepuluh tahun. Berdasarkan kriteria pada atribut keuntungan dilihat
dari perolehan keuntungan dengan analisis bioekonomi yang kemudian disesuaikan dengan hasil analisis kelayakan investasi maka disimpulkan bahwa
usaha penangkapan ikan dmersal hanya mendapat sedikit keuntungan. Tabel 48 menunjukkan persentase sumberdaya ikan demersal yang berasal
dari luar Jakarta dibandingkan total sumberdaya ikan demersal yang didaratkan di Jakarta.
Tabel 48. Proporsi sumberdaya ikan demersal yang didatangkan dari luar Jakarta dibandingkan dengan total produksi Jakarta
Tahun Volume Produksi ton
Total Persentase Ikan
Luar thd Total Produksi
Ikan Lokal Ikan Luar
1997 1.958,626
6.237,993 8.196,619
76,10 1998
983,400 6.909,269
7.892,669 87,54
1999 1.405,451
7.624,967 9.030,418
84,44 2000
1.070,211 7.320,997
8.391,208 87,25
2001 1.210,622
7.523,352 8.733,974
86,14 2002
1.716,835 5.776,421
7.493,256 77,09
2003 1.725,747
1.782,608 3.508,355
50,81 2004
1.974,786 1.638,269
3.613,055 45,34
2005 1.335,133
1.998,752 3.333,885
59,95 2006
2.058,717 16.332,617
18.391,334 88,81
2007 5.081,652
14.649,362 19.731,014
74,25 2008
4.283,030 11.839,914
16.122,944 73,44
2009 9.761,215
18.388,552 28.149,767
65,32 2010
15.616,306 9.693,560
25.309,866 38,30
2011 20.847,601
11.003,029 31.850,630
34,55
Rata-rata 68,62
Sumber : Hasil Analisis Data, 2013 Skoring untuk atribut kepemilikan, other income, orientasi pasar
didasarkan pada hasil wawancara dengan responden terpilih. Tabel 49 menunjukkan hasil skoring untuk atribut ekonomi pada sumberdaya perikanan
demersal. Tabel 49. Hasil penilaian atribut ekonomi pada sumberdaya perikanan demersal
No Indikator
Baik Buruk Skor
Dasar Penilaian
1 Keuntungan
4 3
Analisis bioekonomi,NPV dan IRR
2 Kontribusi
perikanan terhadap PDRB
2 Persentase PDRB
perikanan dibanding total PDRB BPS
3 Kepemilikan
2 Nilai modus
4 Sumberdaya ikan
luar Jakarta 2
2 DKP, 2012
5 Other income
3 3
Nilai modus 6
Orientasi pemasaran
2 Nilai modus, expert
meeting 7
Penyerapan tenaga kerja
2 BPS dan DKP Jakarta,
2012 Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
Nilai skor yang diperoleh untuk dimensi ekonomi pada sumberdaya perikanan demersal kemudian dianalisis dengan teknik Rapfsh. Hasil analisis
Rapfish ditunjukkan pada Gambar 52.
Gambar 52. Status keberlanjutan dimensi ekonomi pada sumberdaya ikan demersal
Sumber : Hasil Analisis Data, 2013 Hasil yang diperoleh dengan menggunakan Rapfish menunjukkan
nilaiindeks keberlanjutan sumberdaya ikan demersal dari dimensi ekonomi adalah sebesar 54,94. Berdasarkan klasifikasi kondisi atau status keberlanjutan maka
kondisi keberlanjutan sumberdaya ikan demersal dari dimensi ekonomi berada pada status cukup berkelanjutan.
Nilai stress yang diperoleh untuk dimensi ekonomi pada sumberdaya perikanan demersal adalah 14,7 persen. Nilai stress yang didapat sudah memenuhi
kondisi fit atau hasil analisis yang didapat cukup baik karena S kurang dari 25 persen. Nilai koefisien determinasi yang diperoleh sebesar 91,62 persen yang
berarti model dengan menggunakan peubah-peubah saat ini sudah menjelaskan 91,62 persen dari model yang ada. Tabel 50 menunjukkan beberapa nilai statistik
yang diperoleh dengan menggunakan teknik Rapfish.
54,94 GOOD
BAD UP
DOWN -60
-40 -20
20 40
60
20 40
60 80
100 120
O th
er D
is ti
n g
is h
in g
F ea
tu res
Fisheries Sustainability
RAPFISH Ordination
Real Fisheries References
Anchors
Tabel 50. Nilai statistik dari hasil analisis menggunakan teknik rapfish pada dimensi ekonomi untuk sumberdaya perikanan demersal
No Atribut Statistik
Nilai Statistik Persentase
1 Stress
0,1470 14,7
2 R
0,9162
2
91,62 Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
Hasil analisis atribut pengungkit leverage attributes untuk dimensi ekonomi pada sumberdaya perikanan demersal ditunjukkan pada Gambar 53.
Gambar 53 menunjukkan bahwa yang ada lima faktor pengungkit utama aspek keberlanjutan dimensi ekonomi pada sumberdaya perikanan demersal, yaitu
penyerapan tenaga kerja, keuntungan, kontribusi sektor perikanan terhadap total PDRB, sumberdaya ikan luar, dan tujuan pemasaran.
Gambar 53. Faktor pengungkit dimensi ekonomi pada sumberdaya ikan demersal Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
Munculnya faktor pengungkit utama berupa penyerapan tenaga kerja, keuntungan, kontribusi sektor perikanan terhadap total PDRB, sumberdaya ikan
luar, dan tujuan pemasaran menjelaskan bahwa atribut-atribut tersebut sangat sensitif terhadap status keberlanjutan sumberdaya perikanan demersal dari
dimensi ekonomi. Berdasarkan hasil analisis monte carlo diketahui bahwa sumberdaya perikanan demersal mengalami banyak gangguan pertubation dari
dimensi ekonomi, hal ini ditunjukkan dengan plot biru yang menyebar Gambar 54.
0,77 8,43
18,09 20,19
10,74 14,15
5,31
5 10
15 20
25 Sumber Pendapatan lain
Tujuan pemasaran Sumberdaya ikan luar
Kontribusi terhadap PDRB Keuntungan
Penyerapan tenaga kerja Kepemilikan Usaha
Root Mean Square Change in Ordination when Selected Attribute Removed on Sustainability scale 0 to 100
A tt
ri b
u te
Leverage of Attributes
Gambar 54. Hasil analisis monte carlo untuk sumberdaya ikan demersal pada dimensi ekonomi
Sumber : Hasil Analisis Data, 2013
7.2.3.3 Dimensi Sosial
Skoring untuk atribut laju pertumbuhan nelayan selama sepuluh tahun terakhir dan frekuensi konflik untuk sumberdaya perikanan demersal sama dengan
skor atribut ini untuk sumberdaya perikanan pelagis. Untuk atribut keuntungan per upaya tangkap dalam satu bulan seperti disajikan pada Tabel 51. Dari Tabel
51 diketahui bahwa KUT dalam satu bulan pada untuk sumberdaya ikan demersal Tahun 2011 berada di atas UMR. Hasil ini mendukung hasil analisis degradasi
dan depresiasi untuk sumberdaya ikan demersal yang menunjukkan bahwa aktivitas penangkapan sumberdaya ikan demersal belum mengalami degradasi dan
depresiasi. Dengan demikian aktivitas penangkapan sumberdaya ikan demersal walaupun sudah mengalami biological dan economic overfishing berdasarkan
hasil analisis bioekonomi namun masih memberikan keuntungan yang lebih tinggi dibandingan dengan UMR.
-60 -40
-20 20
40 60
20 40
60 80
100 120
O th
er D
is ti
n g
is h
in g
F ea
tu res
Fisheries Sustainability
RAPFISH Ordination - Monte Carlo Scatter Plot