Teknik Rapfish Analisis Keberlanjutan

No Atribut Pilihan Skor Baik Buruk Keterangan 5.2 Just management posisi nelayan dalam pengelolaan perikanan tangkap 0;1;2;3;4 4 0none 1consultations konsultan 2co-management goverment leading 3co-management community leading 4genuine co- management with all parties equal Pitcher dan Preikshot 2001 5.3 Illegal fishing 0;1;2 2 0tidak pernah terjadi 1kadang-kadang terjadi 2sering terjadi Pitcher dan Preikshot 2001 5.4 Adjacency and reliance kedekatan nelayan secara geografis atau mempunyai hubungan sejarah dalam pengelolaan perikanan 0;1;2;3 3 0no adjacentno reliance 1not adjacentsome reliance 2adjancentsome reliance 3adjacentstrong reliance Pitcher dan Preikshot 2001 5.5 Equity in entry to fishery kedekatan hubungan tradisional dalam pengelolaan perikanan tangkap 0;1;2 2 0tidak tersedia 1tersedia 2perikanan yang berbasiskan kelembagaan tradisional Pitcher dan Preikshot 2001 5.6 Alternatives pekerjaan lain di luar sektor penangkapan 0;1;2 2 0tidak ada 1ada, sedikit 2ada, banyak Pitcher dan Preikshot 2001 No Atribut Pilihan Skor Baik Buruk Keterangan 5.7 Peranan kelembagaan formal yang mendukung pengelolaan sumberdaya perikanan 0;1;2;3 3 0tidak ada 1ada tapi tidak berpengaruh 2cukup berperan 3sangat berperan Susilo 2003 Sumber : Pitcher dan Preiskhot 2001 dan Susilo 2003.

4.4.4 Pembobotan Setiap Dimensi Keberlanjutan

Hasil analisis keberlanjutan dengan menggunakan teknik Rapfish hanya menentukan status atau kondisi dari masing-masing dimensi keberlanjutan tetapi tidak dapat menentukan status keberlanjutan secara keseluruhan. Hal ini dikarenakan bobot dari masing-masing dimensi dianggap sama. Padahal dalam kenyataannya, bobot masing-masing dimensi berbeda. Untuk menentukan bobot dari masing-masing dimensi keberlanjutan digunakan program penentuan bobot dimensi yang merupakan modifikasi dari Analytical Hierarchy Process AHP Budiharsono 2001. Prinsip kerja untuk pembobotan pada kelima dimensi sama dengan prinsip kerja AHP, yaitu penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, stratejik dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hierarki kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut. Prinsip dasarnya adalah decomposition, comparative judgement, synthesis of priority, dan logical consistency . Pada analisis ini, kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan. Menurut Saaty 1983, untuk berbagai persoalan skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Consistency ratio digunakan untuk memeriksa apakah perbandingan berpasangan yang dilakukan telah sesuai dan konsekuen Marimin 2004. Pembobotan dimensi dilakukan dengan wawancara langsung terhadap responden. Responden merupakan pihak yang secara langsung terlibat dan mengenal baik permasalahan tersebut. Responden dalam penelitian ini adalah pakar dalam bidang pengembangan perikanan tangkap di Provinsi DKI Jakarta yang berjumlah sepuluh orang. Penilaian kriteria dan alternatif yang dilakukan oleh beberapa ahli multidisiplioner perlu dicek konsistensinya satu persatu. Pendapat yang konsisten kemudian digabungkan dengan menggunakan rata-rata geometrik Marimin 2004. Rumus perhitungan rata-rata geometrik adalah: dimana : = rata-rata geometrik n = jumlah responden X i Dalam rangka memeriksa apakah perbandingan berpasangan pada metode pairwise comparisions telah dilakukan dengan konsisten atau tidak digunakan parameter consistency ratio CR. Langkah-langkah dalam perhitungan consistency ratio adalah : = penilaian oleh reponden ke-i 1 Membuat matriks yang berisi kriteria dan alternatif sehingga diperoleh nilai faktor nilai eigen pada tiap kriteria; 2 Menghitung nilai Weighted Sum Vector dengan jalan mengalikan kedua matriks tersebut; 3 Menghitung Consistency Vector dengan jalan menentukan nilai rata-rata dari Weighted Sum Vector ; 4 Menghitung nilai rata Consistency Vector P disebut juga λ maks; 5 Menghitung nilai Consistency Index CI dengan menggunakan rumus: CI=p-nn-1 n = banyaknya alternatif 6 Menghitung nilai Consistency Ratio CR yaitu dengan rumus: 7 CR=CIRI. Nilai RI yaitu indeks random yang didapat dari tabel Oarkidge. Penentuan bobot pada setiap dimensi keberlanjutan dilakukan untuk mengetahui status keberlanjutan perikanan tangkap di Provinsi DKI Jakarta dilihat dari kelima dimensi keberlanjutan tersebut.

4.4.5 Analisis Model Dinamik

Struktur model dinamik yang dikembangkan merupakan gambaran dari interaksi antara elemen-elemen dalam sistem. Model dinamik mampu menelusuri jalur waktu antar peubah-peubah model dan dapat memberikan kekuatan yang lebih tinggi pada analisis dunia nyata. Tahapan dalam melakukan analisis dinamik adalah 1 Analisis kebutuhan 2 Formulasi permasalahan 3 Identifikasi dan pemodelan sistem 4 Simulasi model, dan 5 Validasi model dan verifikasi model Eriyatno 1999.

1. Analisis Kebutuhan

Analisis kebutuhan merupakan permulaan dalam pengkajian suatu sistem Eriyatno 1999. Pada tahap ini dicari kebutuhan-kebutuhan dari masing-masing aktor dalam kaitannya dengan tujuan sistem. Analisis kebutuhan selalu menyangkut interaksi antara respon yang timbul dari seseorang pengambil keputusan decision maker terhadap jalannya sistem. Analisis ini dapat meliputi hasil suatu survey, pendapat seorang ahli, diskusi, observasi lapangan dan sebagainya Eriyatno 1999. Pendekatan yang digunakan untuk melakukan analisis kebutuhan sistem adalah metode bottom up, dimana keberlanjutan pengembangan perikanan tangkap di Provinsi DKI Jakarta dimulai dengan menganalisis kebutuhan pihak-pihak utama yang terlibat secara langsung dalam sistem keberlanjutan pengembangan perikanan tangkap di Provinsi DKI Jakarta.

2. Formulasi Permasalahan

Formulasi permasalahan merupakan rincian dari kebutuhan aktor yang saling bertentangan yang memerlukan solusi pemecahan. Munculnya pertentangan dapat disebabkan oleh adanya konflik kepentingan dari para stakeholder dan keterbatasan sumberdaya yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan yang menimbulkan masalah dalam sistem.

3. Identifikasi dan Pemodelan Sistem

Identifikasi sistem merupakan suatu rantai hubungan antara pernyataan dari kebutuhan dengan pernyataan masalah yang harus dipecahkan dalam rangka memenuhi kebutuhan. Identifikasi sistem ini bertujuan untuk mencari pemecahan terbaik dari permasalahan yang dihadapi. Guna memahami struktur perilaku pada sistem dan subsistem digunakan diagram sebab-akibat causal loop dan diagram alir flow chart. Diagram lingkar sebab-akibat dibuat dengan cara menentukan peubah penyebab yang signifikan dalam sistem dan menghubungkannya dengan menggunakan garis panah ke peubah akibat. Garis panah tersebut dapat berlaku dua arah jika kedua peubah saling mempengaruhi. Pada sistem dinamis, diagram lingkar sebab–akibat ini akan digunakan sebagai dasar untuk membuat diagram alir yang akan disimulasikan dengan menggunakan program model sistem dinamik. Pembuatan diagram lingkar sebab-akibat adalah proses perumusan mekanisme peubah-peubah yang bekerja dalam suatu sistem ke dalam bahasa gambar sekaligus merupakan langkah awal dari identifikasi sistem yang digunakan untuk menyederhanakan kerumitan dalam rangka menciptakan sebuah konsep model. Dua terminologi penting dalam pembuatan diagram lingkar sebab- akibat adalah keadaan level dan proses rate. Prinsip dasar pembuatan diagram sebab-akibat dalam penerapan berpikir sistem adalah dengan logika, yaitu proses sebagai sebab yang menghasilan keadaan proses  keadaan atau sebaliknya keadaan sebagai sebab yang menghasilkan proses keadaan  proses. Informasi tentang hal ini menghasilkan pengaruh sebab-akibat yang dapat secara searah + maupun berlawanan -. a. Level Level merupakan hasil akumulasi dari aliran-aliran dalam diagrma alir dan menyatakan kondisi sistem setiap saat. Dalam konsep sistem, level dikenal sebagai state variabel. Level dapat dibayangkan sebagai suatu tangki air yang mengakumulasi perbedaan air masuk dengan air keluar. Dalam diagram alir sistem dinamik, level dilukiskan dengan simbol persegi panjang Hartrisari 2007. b. Rate Rate merupakan suatu aliran yang menyebabkan bertambah atau berkurangnya suatu level. Oleh sebab itu rate terdiri atas dua jenis, yaitu rate masuk dan rate keluar. Rate masuk akan menambah akumulasi di dalam suatu level dan dilambangkan dengan simbol katup dan panah yang menuju level sedangkan rate keluar dilambangkan dengan katup yang dihubungkan dengan panah yang menuju pada sink. c. Source dan Sink Simbol awan menunjukkan source dan sink suatu material yang mengalir ke dalam dan ke luar suatu level. d. Information Link Aliran ini merupakan penghubung antar sejumlah variabel di dalam suatu sistem jika suatu aliran informasi keluar dari level, aliran tersebut tidak mengurangi akumulasi yang terdapat di dalam level. e. Variabel Auxiliary Variabel Auxiliary adalah penambahan informasi yang dibutuhkan dalam merumuskan persamaan atau variabel rate. Dapat pula dikatakan bahwa Variabel Auxiliary adalah variabel yang membantu untuk memformulasikan variabel rate. Variabel Auxiliary digambarkan dengan suatu lingkaran penuh. f. Parameter konstanta Konstanta adalah suatu besaran yang nilainya tetap selama proses stimulasi. g. Delay Dalam menggambarkan delay dibutuhkan penghubung panah bergaris yang menunjukkan delay dan panah sebagai aliran informasi jika nilai awal delay sama dengan variabel input tetapi jika nilai awal ditetapkan terlepas dari variabel input maka hanya dibutuhkan satu panah delay sebagai penghubung. Causal loop pada penelitian ini akan menggambarkan sistem keberlanjutan pengembangan perikanan tangkap di Provinsi DKI Jakarta serta berbagai komponen yang terkait berikut interaksinya yang menjelaskan perilaku hubungan sebab akibat antar komponen sistem dalam mencapai tujuan. Causal loop sistem keberlanjutan perikanan tangkap di Provinsi DKI Jakarta pada penelitian ini secara makro disajikan pada Gambar 13. Causal loop sistem keberlanjutan pengembangan perikanan tangkap di Provinsi DKI Jakarta secara makro terdiri atas keterkaitan subsistem ekologi, subsistem ekonomi, subsistem sosial, subsistem teknologi dan subsistem kelembagaan. Pola hubungan yang terjadi antara subsistem dengan pencapaian keberlanjutan perikanan tangkap di DKI