Sumberdaya Perikanan Pelagis Simulasi Model

X. SIMPULAN DAN SARAN

10.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa. 1 Tingkat produksi, upaya tangkap, dan keuntungan optimal secara ekonomi untuk sumberdaya ikan pelagis di Perairan Jakarta secara berturut-turut adalah 6.244,92 tontahun, 41.716 triptahun, dan Rp40.970,44 jutatahun. 2 Berdasarkan perbandingan kondisi aktual dan lestari maka pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis di Perairan Jakarta dapat disimpulkan telah terjadi biological dan economic overfishing. Hal ini terlihat dari jumlah effort yang telah melebihi jumlah effort optimal sehingga jumlah produksi dan keuntungan yang diperoleh berada di bawah kondisi optimal. 3 Tingkat produksi, upaya tangkap, dan keuntungan optimal secara ekonomi untuk sumberdaya ikan demersal di Perairan Jakarta secara berturut-turut adalah 21.005,47 tontahun, 57.690 triptahun, dan Rp118.364,59 jutatahun. 4 Pemanfaatan sumberdaya ikan demersal di Perairan Jakarta telah mengalami biological overfishing dan economic overfishing. Hal ini terlihat dari jumlah effort yang telah melebihi jumlah effort optimal sehingga jumlah produksi dan keuntungan yang diperoleh berada di bawah kondisi optimal. 5 Berdasarkan hasil analisis degradasi dan depresiasi menunjukkan bahwa sumberdaya ikan pelagis di Perairan Jakarta sudah terdegradasi dan terdepresiasi. Ini dilihat dari rata-rata laju degradasi dan laju depresiasi sumberdaya ikan pelagis yang sudah berada di atas batas toleransinya. 6 Berdasarkan hasil analisis degradasi dan depresiasi menunjukkan bahwa sumberdaya ikan demersal di Perairan Jakarta belum terdegradasi dan terdepresiasi. Ini dilihat dari rata-rata laju degradasi dan laju depresiasi sumberdaya ikan demersal yang masih berada di bawah batas toleransinya. 7 Indeks keberlanjutan sumberdaya pelagis secara ditinjau dari lima dimensi keberlanjutan adalah 39,63, yang berarti kondisi keberlanjutan sumberdaya ikan pelagis berada dalam status kurang berkelanjutan 50 sedangkan dimensi yang paling mempengaruhi keberlanjutan sumberdaya pelagis adalah dimensi ekonomi. 8 Indeks keberlanjutan sumberdaya ikan demersal ditinjau dari lima dimensi keberlanjutan adalah 37,15, yang berarti kondisi keberlanjutan sumberdaya ikan demersal berada dalam status kurang berkelanjutan 50 sedangkan dimensi yang paling mempengaruhi keberlanjutan sumberdaya pelagis adalah dimensi ekologi. 9 Berdasarkan hasil simulasi untuk sumberdaya ikan pelagis dan demersal pada berbagai kondisi effort dapat disimpukan bahwa kebijakan pembatasan effort akan menjaga stok sumberdaya. Pembatasan effort juga berdampak pada peningkatan keuntungan dalam satu bulan.

10.2 Saran

1 Analisis bioekonomi dalam penelitian ini hanya memisahkan sumberdaya perikanan tangkap menjadi dua kelompok besar, yaitu sumberdaya ikan pelagis dan sumberdaya ikan demersal. Diperlukan analisis bioekonomi multispesies sebagai analisis lanjutan mengingat karakteristik perikanan tangkap di Provinsi DKI Jakarta yang bersifat multispesies-multigears. 2 Analisis bioekonomi memerlukan data time series hasil produksi dan jumlah upaya tangkap minimal tujuh tahun terakhir sehingga keakuratan data time series akan sangat mempengaruhi hasil analisis bioekonomi. Diperlukan sistem pengambilan dan verifikasi data perikanan yang lebih tepat dan sesuai dengan karakteristik sumberdaya perikanan oleh instansi terkait sehingga dikemudian hari dapat dilakukan penelitian sejenis dengan hasil yang lebih mendekati kondisi aktual. 3 Penggunaan analisis Rapfish sebagai metode dalam penelitian ini dapat menjawab persoalan yang terjadi dalam penelitian saat penelitian dilaksanakan sehingga agar lebih sempurna, dalam penelitian sejenis dikemudian hari atribut dari masing-masing dimensi dapat lebih diperkaya atau ditambahkan. 4 Analisis Rapfish dapat mengadopsi perubahan-perubahan dari atribut-atribut dengan sangat cepat yang terjadi dan bukan hanya pada kondisi sesaat maka perlu dilakukan kajian-kajian sejenis dalam kurun waktu tertentu. 5 Perlu segera ada instrumen kebijakan untuk mengatasi keadaan sumberdaya perikanan yang sudah mencapai tangkap lebih overexploited, dan overharvested agar tidak habis dalam jangka pendek dan tetap berkelanjutan dalam jangka panjang. 6 Upaya-upaya konservasi dan rehabilitasi lingkungan perairan Jakarta perlu ditingkatkan. Upaya-upaya ini seharusnya tidak hanya dari pemerintah saja tetapi perlu digalakkan upaya konservasi yang melibatkan masyarakat lokal sehingga timbul kesadaran masyarakat lokal dalam menjaga kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungannya. 7 Pemerintah perlu untuk merumuskan kebijakan pengembangan perikanan tangkap yang berorientasi kepada daya dukung sumber daya perikanan. Melihat telah terjadi degradasi lingkungan dengan laju yang cukup tinggi di perairan Jakarta maka kebijakan pembatasan effort tidak terlalu signifikan dalam menjaga jumlah stok sumberdaya. Diperlukan kebijakan yang bersifat makro untuk menjaga kelestarian sumberdaya di perairan Jakarta. 8 Model yang dikembangkan masih mempunyai keterbatasan dari segi penggunaan metode yang hanya berbasis dari sisi produksi. Diperlukan model dinamik keberlanjutan sumberdaya perikanan tangkap yang lebih bersifat makro yang dapat mengakomodir perubahan-perubahan yang terjadi pada setiap dimensi keberlanjutan sehingga dihasilkan model yang lebih mendekati kondisi aktual. Dengan demikian dapat dihasilkan kebijakan pengelolaan perikanan tangkap di Provinsi DKI Jakarta yang lebih akurat dan berdasarkan scientific judgement . DAFTAR PUSTAKA Alder J .et.al. 2000. How Good is Good? A Rapid Appraisal Techniques for Evaluation of The Sustainability Status of Fisheries of The North Atlantic. In Paul amd Pitcher eds. Metohds for Evaluation The Impact of Fisheries on The North Atlantic Ecosystem. Fisheries Center Research Report,200 Vol 8 No.2. Anna S. 2003. Model Emmbedded Dinamik Ekonomi Interaksi-Perikanan : kasus di Teluk Jakarta, DKI Jakarta [Disertasi]. Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. [BAPEDA Jakarta] Badan Perencanaan Daerah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Luas Wilayah DKI Jakarta. 2011. http:www.bapedajakarta.go.id [2 Januari 2011]. Barani HM. 2005. Model Pengelolaan Perikanan di Wilayah Padat Tangkap Kasus Perairan Laut Sulawesi Selatan Bagian Selatan [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.92 hal. Bengen D.G. 2000. Pemanfaatan Pesisir dan Laut untuk Kegiatan Perikianan Tangkap . Prosiding Pelatihan untuk Pelatih Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Bogor, 21-26 Februari 2000. 45-57. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB dan Proyek Pesisir-CRMP. Coastal Resources-University of Rhode Island. [BPLHD Jakarta] Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah Provinsi DKI Jakarta. Data Pencemaran. 2010. http:www.bplhdljakarta.go.id [2 Januari 2011]. [BPS Jakarta] Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. 2012. Data PDRB Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012. Jakarta. Brant VA.1984. Fish Catching Methods of The World. Fishing News Book Ltd. Farnham. Survey. England. 418 p. Budiharsono S. 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. Jakarta : Pradya Paramita. 159 hal. Clark JR. 1996. Coastal Zone Management Hand Book. Lewis Publishers. 673 p. Charles AT. 2001. Sustainable Fishery Systems. United Kingdom: Blackwell Science Ltd. 370 p.