No PenelitiTahun
Judul Hasil Penelitian
Dari sisi ekologi, alat tangkap yang beroperasi di luar Teluk Jakarta cenderung memiliki skala
keberlanjutan relatif lebih rendah sebab alat tangkap aktif cenderung menimbulkan masalah
ekologi seperti by catch, non seletive, dan catch before maturity
. Sebaliknya alat tangkap yang beroperasi di dalam Teluk Jakarta cenderung
pasif dan lebih selektif serta tradisional sehingga tidak terlalu destruktif.
Skor keberlanjutan ekonomi antara perikanan di luar Teluk Jakarta dan di dalam teluk
menunjukan bahwa perikanan di dalam teluk cenderung memiliki sustainability rendah.
Hasil analisis leverage untuk menguji sensitifitas atribut pada setiap dimensi terhadap
skor kelestarian perikanan pesisir Jakarta diperoleh bahwa marketable right, employment
sector
dan other income mempunyai derajat kepekaan yang tinggi.
Dari dimensi sosial maka tingkat pendidikan, pengetahuan lingkungan serta fishing income
mempunyai derajat yang penting dalam mempengaruhi tingkat kelestarian sumberdaya
perikanan tersebut. Sementara secara teknis, atribut selective gear mendominasi atribut
lainnya dalam mempengaruhi tingkat kelestarian. Pada dimensi etika, keterlibatan
nelayan dalam penentuan kebijakan just management
sangat nyata mempengaruhi nilai kelestarian.
Sumber : Alder J. et.al 2002, Saksono 2008, Radarwati 2010, Mamuaya 2008, Hartono et.al 2005, Fauzi dan Anna 2005.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Teori
Selama ini, pengelolaan sumberdaya perikanan cenderung berorientasi pada pertumbuhan ekonomi semata dengan mengeksploitasi sumberdaya
perikanan secara besar-besaran tanpa memperhatikan aspek keberlanjutannya. Ini berdampak pada kondisi sumberdaya perikanan di Indonesia khususnya di
wilayah pantai mulai terancam keberlanjutannya. Hasil tangkapan beberapa jenis ikan terus mengalami penurunan. Kondisi seperti ini dapat terjadi karena semakin
banyaknya komunitas pemanfaat sumberdaya atau semakin efektifnya alat tangkap yang digunakan namun daya dukung lingkungan carrying capacity
sumberdaya perikanan semakin menurun. Kondisi ini selain dapat menurunkan tingkat produktivitas dan pendapatan nelayan juga memicu terjadinya dampak
sosial berupa konflik antar nelayan di wilayah pantai. Perairan Jakarta merupakan wilayah pesisir yang strategis sekaligus paling
rentan terhadap perubahan, gangguan, dan pencemaran oleh manusia. Strategis karena pesisir Jakarta merupakan pintu gerbang utama aktivitas ekonomi kelautan
khususnya untuk wilayah bagian barat Indonesia, dan daerah paling rentan karena merupakan penyangga bagi ekosistem daratan Jakarta yang demikian tinggi
aktivitas manusianya Kusumastanto 2007. Pola pembangunan baik tingkat nasional maupun daerah yang bias daratan dan mengabaikan laut secara langsung
turut bertanggung jawab terhadap terjadinya degradasi lautan. Pencemaran wilayah laut terutama pesisir merupakan contoh dari pembangunan yang bias
daratan dan tidak memperhatikan aspek sustainability. Keberadaan perairan Jakarta tidak hanya dipengaruhi oleh kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dan
laut tetapi juga oleh kebijakan pembangunan di darat karena pesisir Jakarta merupakan muara dari 13 sungai sehingga pengelolaan pesisir Jakarta melibatkan
banyak pihak terkait. Banyaknya kepentingan dan tantangan dalam mengelola dan mengembangkan kawasan pesisir utara Jakarta berkontribusi langsung terhadap
terjadinya degradasi lingkungan di kawasan ini. Konsep keberlanjutan dalam perikanan ini sudah mulai dapat dipahami
namum kesulitan yang masih dihadapi peneliti dalam menganalisismengevaluasi
tingkat keberlanjutan pembangunan perikanan adalah ketika dihadapkan pada permasalahan mengintergrasikan informasidata dari keseluruhan komponen
secara holistik dari berbagai aspek, seperti aspek biologi, sosial, ekonomi, teknologi maupun etika
Fauzi dan Anna 2002. Hal ini karena evaluasi keberlanjutan eksploitasi perikanan selama ini lebih difokuskan kepada penentuan
status stok relatif dari spesies target dengan referensi biologi dan ekologi Smith 1993 dalam Fauzi dan Anna 2002. Dengan demikian analisis yang diaplikasikan
dalam bebagai studi tersebut masih bersifat parsial. Mengacu pada konsep pengelolaan perikanan tangkap yang lestari sesuai
dengan Code of Conduct for Responsible Fisheries CCRF bahwa perikanan tangkap merupakan rangkaian kegiatan penangkapan ikan yang saling berkaitan
dengan faktor-faktor kelembagaan, kondisi lingkungan perairan dan pesisir, stok ikan, teknologi perikanan tangkap, kualitas SDM, ekonomi produksi, mutu,
modal dan pemasaran dan keselamatan pelaku penangkapan ikan, serta berdasarkan referensi penelitian dan sejumlah penelitian terdahulu yang
menyimpukan bahwa keberlanjutan perikanan tangkap harus didukung oleh berbagai aspekdimensi keberlanjutan, yaitu keberlanjutan ekonomi, ekologi,
teknologi, sosial, dan kelembagaan maka penelitian ini perlu untuk dilakukan. Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui kebijakan pengembangan ekonomi
perikanan tangkap yang berkelanjutan di Provinsi DKI Jakarta berdasarkan dari keberlanjutan dimensi ekologi, sosial, ekonomi, teknologi, dan kelembagaan.
Salah satu alternatif pendekatan yang dapat digunakan dalam penelitian untuk menganalisismengevaluasi status keberlanjutan perikanan tangkap secara
menyeluruh ditinjau dari keberlanjutan dimensi ekologi, ekonomi, sosial, teknologi dan kelembagaan adalah dengan menggunakan analisis keberlanjutan
dengan menggunakan teknik Rapfish. Teknik Rapfish menganalisis semua dimensi ekologi, ekonomi, sosial, teknologi dan kelembagaan secara bersamaan
atau stimultan sehingga dihasilkan suatu vektor skala. Dengan Rapfish dapat diperoleh gambaran jelas dan komprehensif mengenai kondisi sumberdaya
perikanan, khususnya perikanan di daerah penelitian sehingga akhirnya dapat dijadikan bahan untuk menentukan kebijakan yang tepat untuk mencapai
pembangunan perikanan yang berkelanjutan. Rapfish merupakan teknik