Analisis Model Dinamik Metode Analisis Data

Gambar 15. RPJPD Jakarta Tahun 2005-2025 Sumber : Bappeda Provinsi DKI Jakarta, 2013 Di bidang perikanan dan kelautan, penyelenggaraan urusan perikanan dan kelautan Provinsi DKI Jakarta diarahkan untuk : 1 Memperkuat kapasitas regulator tingkat provinsi dan memisahkan fungsi operasi dari regulator serta mendorong satuan kerja yang berfungsi operator untuk lebih mandiri; 2 Memfasilitasi pihak swasta untuk menanamkan investasi dan berusaha dibidang budidaya perikanan darat, laut dan penangkapan ikan laut dengan teknologi modern; Ibukota NKRI Yang Aman, Nyaman, Sejahteraan, Produktif, Berkelanjutan, Dan Berdaya Saing Global Pembangunan pilar-pilar dasar daya saing Prov. DKI Penguatan kapasitas pilar- pilar dasar daya saing Peningkatan pilar daya saing Prov. DKI Pengembangan pilar daya saing pemantapan daya saing globa l 2005-2007 2007-2012 2012-2017 2017-2022 2022-2025 Fokus : - penataan institusi - pembagunan stabilitas makro ekonomi - pembangunan sarana dan prasarana -pembangunan modal sosial - pembangunan stabilitas politik dan kemananan -pembangunan daya dukung lingkungan Fokus : - penguatan kapasitas institusi - penguatan stabilitas makro ekonomi -penguatan kapasitas sarana dan prasarana - penguatan kualitas pelayanan sosial dasar -penguatan pengendalian lingkungan Fokus : - peningkatan kapasitas pilar daya saing -peningkatan efisiensi -peningkatan kualitas pendidikan tinggi dan kesehatan -peningkatan efisiensi pasar -peningkatan efisiensi bisnis Fokus : -pengembangan kapasitas pilar daya saing -pengembangan lingkungan bisnis yang kondusif -pengembangan pasar modal -pengembangan kapasitasn inovatif darrah -pengambangan klaster industri inovatif Fokus : -pemantapan pilar daya saing -pemantapan lingkungan bisnis global -pemantapan klaster unggulan inovatif -pemantapan jaringan global -pemantapan ketahanan global NASIONAL TRANSISI GLOBAL 3 Regulasi dan fasilitasi agar akses nelayan terhadap modal, pasar, teknologi, dan manajemen menjadi lebih mudah dalam upaya menjadi nelayan modern; 4 Regulasi dan fasilitasi pengembangan tempat pendaratan dan pasar ikan yang modern; 5 Meningkatkan konsumsi ikan dan produk ikan lainnya oleh masyarakat; 6 Memfasilitasi produksi dan keanekaragaman ikan hias untuk ekspor; 7 Membangun tempat pelatihan yang modern bagi nelayan, pembudidaya ikan, dan peternak; 8 Mengembangkan pelabuhan perikanan yang memudahkan bagi nelayan; 9 Mendorong berkembangnya keanekaragaman usaha ekonomi kelautan non perikanan; 10 Memfasilitasi pembangunan diklat peningkatan kualitas dan kuantitas produk ekspor; 11 Melakukan relokasi industri yang tidak ramah lingkungan; 12 Mendorong industri yang ramah lingkungan, padat teknologi, dan padat modal; 13 Meningkatkan peran komunitas profesional dalam urusan pengembangan industri; 14 Memfasilitasi usaha industri yang saling mendukung antara hulu dan hilir; 15 Melakukan pembinaan industri kerajinan rakyat; 16 Membangun iklim yang kondusif untuk pengembangan industri.

5.2 Konsumsi dan Kebutuhan Hasil Perikanan Masyarakat DKI Jakarta

Berdasarkan ulasan di atas diketahui bahwa salah satu urusan perikanan dan kelautan Provinsi DKI Jakarta adalah meningkatkan konsumsi masyarakat Jakarta terhadap ikan dan produk perikanan lainnya. Hal ini sejalan dengan tujuan pengelolaan perikanan menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 pasal 3 tentang Perikanan yang berupaya meningkatkan konsumsi ikan hingga mencapai 30 kgkapitatahun. Gambar 16 menunjukkan perkembangan tingkat konsumsi hasil perikanan per kapita masyarakat DKI Jakarta dari Tahun 1997 sampai Tahun 2011. Gambar 16. Konsumsi per kapita hasil perikanan masyarakat DKI Jakarta Sumber : DKP Jakarta, 2012 Dari Gambar 16 diketahui bahwa tingkat konsumsi ikan masyarakat DKI Jakarta meningkat setiap tahunnya. Tahun 2011 tingkat konsumsi ikan per kapita sebesar 24,79 kgtahun. Bila dibandingkan dengan standar FAO 30 kgkapitatahun, jumlah ini masih berada dibawah tetapi berada di atas rata-rata dunia yang hanya 16,6 kgtahunkapita Sonari 2009. Salah satu komponen untuk meningkatkan indeks konsumsi ikan per kapita adalah tingkat produksi perikanan. Tingkat konsumsi ikan per kapita merupakan indikator kecenderungan perimintaan ikan yang kemungkinan akan terus meningkat setiap tahunnya seiring dengan tingkat pertumbuhan penduduk. Peningkatkan konsumsi ikan harus diimbangi dengan meningkatnya tingkat produksi ikan daerah agar kebutuhan masyarakat DKI Jakarta terhadap produk hasil perikanan terpenuhi. Kebutuhan ikan Provinsi DKI Jakarta dipenuhi oleh produksi lokal dan produksi luar daerah. Produksi lokal adalah produksi ikan yang didapat dari perairan Jakarta sedangkan luar daerah adalah produksi ikan yang didapat dari luar perairan Jakarta yang didaratkan di wilayah DKI Jakarta. Volume dan nilai produksi ikan lokal berdasarkan alat tangkap ditunjukkan pada Tabel 10 sedangkan volume dan nilai produksi ikan luar daerah ditunjukkan pada Tabel 11. 5 10 15 20 25 30 Konsumsi per kapita kgtahun Tabel 10. Volume dan nilai produksi ikan laut lokal di DKI Jakarta berdasarkan alat tangkap Tahun 2011 No Alat Tangkap Volume kg Nilai kg 1 Payang 98.481 194.730.250 2 Dogol 126.725 213.441.400 3 Pukat cincinpurse seine 51.175.862 794.721.359.348 4 Jaring insang 3.404.828 44.771.014.331 5 Bagan perahubouke ami 20.526.226 275.191.068.655 6 Rawai tunalong line 19.536.231 472.287.462.117 7 Pancing ulurhand line 188.345 4.382.885.000 8 Pancing cumi 506.675 11.168.019.000 9 Pancing 12.570 31.550.000 10 Bubu 194.650 1.760.219.653 11 Lain-lain 25.257.888 366.004.786.197 Total 121.028.481 1.970.726.535.951 Sumber : DKP Jakarta, 2012 Tabel 11. Volume dan nilai produksi ikan laut luar daerah berdasarkan asal daerah Tahun 2011 No Asal Daerah Volume kg Nilai kg 1 Cirebon 5.747.870 124.362.853.900 2 Eretan 634.919 5.845.164.400 3 Indramayu 4.148.216 54.108.949.225 4 Labuhan 1.410.551 6.828.624.750 5 Losari 539.309 5.330.205.100 6 Pamanukan 367.478 3.227.694.100 7 Cilacap 1.263.573 10.661.696.275 8 Jepara 1.332.974 16.877.756.500 9 Pekalongan 1.456.650 6.518.026.675 10 Tegal 1.140.462 5.595.343.375 11 Banyuwangi 1.333.218 14.562.922.700 12 Surabaya 6.102.567 93.762.756.800 13 Tuban 749.025 1.271.781.375 14 Lampung 8.144.105 151.421.568.375 15 Denpasar 2.963.429 52.629.240.100 16 Bitung 9.085.432 96.400.112.500 17 Ambon 2.209.170 24.347.990.000 18 Lain-lain 34.348.633 448.278.731.650 Total 82.977.581 1.122.031.417.800 Sumber : DKP Jakarta, 2012 Berdasarkan Tabel 10 dan Tabel 11 diketahui bahwa kebutuhan ikan untuk konsumsi masyarakat DKI Jakarta masih didominasi oleh pasokan ikan lokal. Semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat akan sumberdaya perikanan maka akan meningkatkan input produksi usaha perikanan. Peningkatan input produksi ternyata tidak selalu diimbangi dengan meningkatnya produksi dan rente ekonomi namun juga berakibat pada penurunan baik kualitas maupun kuantitas stok sumberdaya dan rente ekonomi dalam jangka panjang. Oleh sebab itu, dibutuhkan upaya untuk mengontrol tingkat eksploitasi agar tidak berlebih sekaligus mendorong melakukan upaya pemanfaatan dengan keuntungan yang optimal yang bisa dilakukan secara terus-menerus dan meningkatkan aktivitas perdagangan antar pulau untuk memenuhi kebutuhan ikan yang terus meningkat.

5.3 Keragaan Perikanan Tangkap di Provinsi DKI Jakarta

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memiliki tiga belas tempat pendaratan ikan, yaitu di Muara Angke, Muara Baru, Cilincing, Pasar Ikan, Kalibaru, dan Kamal Muara, Pulau Sebira, Pulau Harapan, Pulau Karya, Pulau Panggang, Pulau Pramuka, Pulau Tidung Besar dan Pulau Untung Jawa. Dari enam tempat pendaratan ikan di pesisir Jakarta dan tujuh di Kepulauan Seribu hanya satu yang melaksanakan kegiatan lelang, yakni di Muara Angke. Dalam rangka menunjang berkembangnya usaha perikanan tangkap, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberntuk UPT Balai Teknologi Penangkapan Ikan UPT BTPI dan UPT Pengelolaan Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke UPT PKPI dan PPI. UPT BTPI dan UPT PKPI dan PPI merupakan balai dibawah Dinas Kelautan dan Pertanian DKI Jakarta yang dibentuk untuk mendukung dan mengkoordinasikan kegiatan perikanan tangkap di wilayah DKI Jakarta. Arah kebijakan UPT PKPI dan PPI adalah sebagai berikut : 1 Mendorong pengembangan sistem distribusi hasil perikanan yang dapat menjamin gizi bagi masyarakat Jakarta dengan harga terjangkau sesuai standar mutu dan keamanan hasil perikanan 2 Mendorong perkembangan usaha perikanan yang efisien, produktif, dan bernilai tambah tinggi serta mengurangi berbagai hambatan dan kendala yang dihadapi nelayan. Adapun arah kebijakan UPT BTPI adalah sebagai berikut : 1 Mendorong perkembangan teknologi permesinan dan kapal ikan serta perkembangan teknologi alat tangkap, penyediaan sarana penunjang yang berfungsi sebagai tempat pelatihan dan pembinaan berupa sarana perbengkelan. 2 Mendorong penciptaan sumberdaya manusia perikanan yang mampu menjawab tantangan terhadap pengaruh globalisasi antara lain mampu mengoperasikan kapal penangkap ikan yang modern yang dapat menjangkau wilayah perairan ZEE yang selama ini dikuasai kapal-kapal asing. 3 Mengkoordinasikan penataan lingkungan di kawasan pesisir Teluk Jakarta sebagai kawasan yang asri yang dapat menjadi modal peningkatan pelayanan dan peningkatan produksi serta untuk peningkatan kualitas sumberdaya manusia perikanan. 4 Mengembangkan kerja sama dengan pihak-pihak yang bergerak dibidang perikanan, seperti pengusaha dibidang perikanan, lembaga pendidikan dibidang perikanan dan kelautan, dan organisasi yang bergerak dibidang kebaharian. 5 Mengembangkan pelayanan keliling dibidang teknologi penangkapan ikan, permesinan dan perbaikan kapal.

VI. ANALISIS BIOEKONOMI

6.1 Sumberdaya Perikanan Pelagis

6.1.1 Produksi dan Upaya Penangkapan

Data produksi yang digunakan dalam perhitungan analisis bioekonomi adalah seluruh produksi ikan yang ditangkap oleh alat tangkap yang diteliti. Data upaya penangkapan untuk perhitungan analisis bioekonomi diperoleh dengan cara mengumpulkan data rata-rata jumlah trip per alat tangkap per tahun kemudian dikalikan dengan jumlah alat tangkap yang beroperasi. Data produksi dan jumlah trip untuk sumberdaya ikan pelagis seperti terlihat pada Tabel 12. Tabel 12. Produksi dan upaya tangkap sumberdaya ikan pelagis Tahun Produksi ton Upaya tangkap trip Payang Gill Net Pancing Total Produksi Payang Gill Net Pancing 1997 720,66 11810,79 43,382 12574,83 13.000 99.200 115.200 1998 654,2 9986,055 197,01 10837,27 13.000 165.400 117.400 1999 555,958 14250,05 207,976 15013,99 13.000 135.400 159.200 2000 183,662 10985,61 66,961 11236,23 13.000 62.000 149.800 2001 102,036 5502,604 155,135 5759,775 13.000 62.000 149.800 2002 91,416 5948,234 147,145 6186,795 13.500 57.400 189.000 2003 107,845 8211,672 111,939 8431,456 13.500 79.200 260.800 2004 112,422 9741,318 81,299 9935,039 13.500 79.200 230.400 2005 117,424 10457,22 65,515 10640,16 12.200 79.200 230.400 2006 118,084 12393,16 51,034 12562,27 10.500 79.200 146.200 2007 169,365 8714,135 27,58 8911,08 16.500 79.200 153.200 2008 168,676 6934,789 23,6 7127,065 10.200 192.000 137.000 2009 156,999 7095,819 20,38 7273,198 8.600 192.000 160.800 2010 161,393 4005,424 511,301 4678,118 7.800 192.000 160.800 2011 98,481 3404,828 12,67 3515,979 4.800 195.000 163.200 Sumber : Hasil Analisis Data, 2013 Perhitungan CPUE dapat dilakukan jika data hasil tangkapan dan jumlah upaya tangkap trip tiap alat tangkap diketahui. Nilai CPUE didapat dari hasil pembagian antara jumlah produksi per alat tangkap dengan satuan upayanya. Hasil perhitungan CPUE untuk kelompok sumberdaya ikan pelagis dapat dilihat pada Lampiran 14 sedangkan perkembangan CPUE dari setiap alat tangkap yang diteliti dapat dilihat pada Gambar 17. Gambar 17. Perkembangan CPUE alat tangkap sumberdaya ikan pelagis Sumber : Hasil Analisis Data, 2013 Dari hasil tangkapan per upaya tangkap CPUE untuk sumberdaya ikan pelagis dapat dilihat bahwa penambahan effort pada setiap alat tangkap tidak menambah produksi secara signifikan. Gambar 17 menunjukan bahwa nilai CPUE pada setiap alat tangkap cukup rendah. Menurut Sparre dan Venema 1989, CPUE merupakan indeks kelimpahan stok ikan di perairan. Oleh karena itu, melalui nilai yang dihasilkan pada analisis ini dapat diartikan bahwa stok sumberdaya ikan pelagis di perairan Jakarta dapat dikatakan sudah mulai terancam keberlanjutannya sehingga upaya meningkatkan produksi bukanlah rekomendasi kebijakan yang tepat.

6.1.2 Standarisasi Upaya Penangkapan

Perhitungan Fishing power indeks FPI diperlukan jika alat tangkap yang mengeksploitasi sumberdaya ikan atau suatu jenis ikan tertentu jumlahnya lebih dari satu. FPI adalah tingkat kemampuan suatu alat tangkap dalam menangkap ikan atau suatu jenis ikan tertentu dalam waktu dan daerah penangkapan tertentu. Dalam perhitungan FPI perlu dipilih salah satu alat tangkap yang paling dominan dalam operasi penangkapan untuk dijadikan rujukan dalam menyeragamkan jumlah upaya penangkapan effort yang terjadi terhadap sumberdaya ikan tersebut. Dalam penelitian ini, alat tangkap yang dijadikan standar adalah jaring 0,00 0,02 0,04 0,06 0,08 0,10 0,12 0,14 0,16 0,18 0,20 Payang Gill net Pancing C P U E To n t r ip