Tipe Budaya Politik Berdasarkan Orientasi Politik

Pendidikan Kewarganegaraan Kelas XI 11 2 Budaya Politik Kaula atau Subjek Budaya politik kaula atau subjek lebih rendah satu derajat dari budaya politik partisipan. Masyarakat dalam tipe budaya ini tetap memiliki pemahaman yang sama sebagai warga negara dan memiliki perhatian terhadap sistem politik, tetapi keterlibatan mereka dalam cara yang lebih pasif. Mereka tetap mengikuti berita-berita politik, tetapi tidak bangga terhadap sistem politik negaranya dan perasaan komitmen emosionalnya kecil terhadap negara. Mereka akan merasa tidak nyaman jika membicarakan masalah-masalah politik. Demokrasi sulit berkembang dalam masyarakat dengan budaya politik subjek karena tiap-tiap warga negaranya tidak aktif. Perasa- an berpengaruh terhadap proses politik muncul bila mereka telah melakukan kontak dengan pejabat lokal. Selain itu, mereka juga me- miliki kompetensi politik dan keberdayaan politik yang rendah sehingga sangat sukar untuk mengharapkan partisipasi politik yang tinggi, agar terciptanya mekanisme kontrol terhadap berjalannya sistem politik. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan ciri budaya kaula atau subjek sebagai berikut. a Terdapat frekuensi orientasi politik yang tinggi terhadap sistem politik yang diferensiatif dan aspek output dari sistem itu. Akan tetapi, frekuensi orientasi terhadap objek-objek input secara khusus, dan terhadap pribadi sebagai partisipan yang aktif mendekati nol. b Para subjek menyadari adanya otoritas pemerintah. c Hubungannya terhadap sistem politik secara umum dan terhadap output, administratif secara esensial merupakan hubungan yang pasif. d Orientasi subjek lebih bersifat afektif dan normatif daripada kognitif. Tipe budaya kaula atau subjek ini antara lain diterapkan oleh golongan bangsawan Prancis. Mereka sangat menyadari adanya institusi demokrasi, tetapi secara sederhana hal ini tidak memberi keabsahan kepada mereka. 3 Budaya Politik Partisipan Kondisi masyarakat dalam budaya politik partisipan mengerti bahwa mereka berstatus warga negara dan memberikan perhati- an terhadap sistem politik. Mereka memiliki kebanggaan terhadap sistem politik dan memiliki kemauan untuk mendiskusikan hal tersebut. Mereka memiliki keyakinan bahwa mereka dapat mem- pengaruhi pengambilan kebijakan publik dalam beberapa tingkatan. Mereka juga memiliki kemauan untuk mengorganisasi- kan diri dalam kelompok-kelompok protes jika terdapat praktik- praktik pemerintahan yang tidak fair. Pendidikan Kewarganegaraan Kelas XI 12 Budaya politik partisipan merupakan lahan yang ideal bagi tumbuh suburnya demokrasi karena adanya harmonisasi hubungan warga negara dengan pemerintah. Hal itu ditunjukkan oleh tingkat kompetensi politik warga negara yang tinggi dalam menyelesaikan sesuatu hal secara politik. Warga negara merasa memiliki peran politik. Mereka merasa perlu untuk terlibat dalam proses pemilu dan mempercayai perlunya keterlibatan dalam politik. Selain itu, warga negara berperan sebagai individu yang aktif dalam masyarakat secara sukarela karena adanya saling percaya trust antarwarga negara. Oleh karena itu, dalam konteks politik, tipe budaya ini merupakan kondisi ideal bagi masyarakat secara politik. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan ciri budaya partisipan sebagai berikut. a Frekuensi orientasi politik sistem sebagai objek umum, objek- objek input, output, dan pribadi sebagai partisipan aktif mendekati satu. b Bentuk kultur politik anggota-anggota ma- syarakat cenderung diorientasikan secara eksplisit. Masyarakat pun aktif terhadap sistem politik secara kompre- hensif. Selain itu, masya- rakat juga aktif terhadap struktur dan proses politik serta administratif aspek input dan output sistem politik. c Anggota masyarakat bersikap partisipatif terhadap objek politik tingkat partisipasi masyarakat sangat tinggi. d Masyarakat berperan sebagai aktivis. Contoh masyarakat atau bangsa yang memiliki tipe budaya politik partisipan, menurut studi Almond dan Verba adalah Inggris dan Amerika Serikat. Itulah tiga tipe budaya politik berdasarkan orientasi politiknya. Meskipun ketiga tipe budaya politik tersebut jelas kriteria dan ciri- cirinya, dalam kenyataannya tidak ada satu pun negara yang memiliki budaya politik murni partisipan, pariokal, atau subjek. Akan tetapi, terdapat variasi campuran di antara ketiga tipe-tipe tersebut. Menurut Almond dan Verba, ketiga tipe partisipan, parokial, dan subjek tervariasi ke dalam tiga bentuk budaya politik sebagai berikut. Sumber: damai3.firmandwi.com ▼ Gambar 1.8 Kegiatan kampanye menunjukkan budaya politik partisipan. Pendidikan Kewarganegaraan Kelas XI 13 1 Budaya Politik Parokial-Subjek The Parochial-Subject Culture Bentuk budaya campuran subjek-parokial ini merupakan peralihan atau perubahan dari pola budaya parokial menuju pola budaya subjek pemerintahan yang sentralistik. Contoh budaya ini adalah bentuk-bentuk klasik kerajaan, seperti kerajaan- kerajaan di Afrika, Rusia Jerman, dan Kekaisaran Turki. 2 Budaya Politik Subjek-Partisipan The Subject-Participant Culture Bentuk budaya campuran subjek-partisipan merupakan peralihan atau perubahan dari budaya subjek pemerintahan yang sentralistik menuju budaya partisipan demokratis. Contoh negara yang memiliki tipe budaya campuran ini adalah Prancis, Jerman, dan Italia. 3 Budaya Politik Parokial-Partisipan The Parochial-Participant Culture Bentuk budaya campuran parokial-partisipan ini merupakan peralihan atau perubahan dari pola budaya parokial menuju budaya partisipan. Tipe budaya campuran ini terdapat banyak di negara-negara berkembang yang sedang melaksanakan pembangunan politik. Pada umumnya, di negara-negara berkembang budaya politik yang dominan adalah budaya parokial. Meskipun demikian, norma-norma struktural yang diperkenalkan biasanya bersifat partisipan dan demi keselarasan mereka menuntut suatu budaya partisipan. Hal ini sering menimbulkan ketimpangan antara struktur yang menghendaki sifat partisipan dengan budaya alami yang masih bersifat parokial. Bagaimanakah dengan budaya politik di Indonesia? Agar lebih jelas, mari kita simak uraian berikut ini. 2. Tipe Budaya Politik Masyarakat Indonesia Kita tahu bahwa dalam kenyataannya tidak ada budaya politik yang diterapkan secara murni. Begitu juga budaya politik di Indonesia. Tipe budaya politik masyarakat Indonesia menurut beberapa tokoh seperti berikut.

a. Menurut Afan Gaffar

Menurut Afan Gaffar, budaya politik Indonesia mempunyai ke- cenderungan berikut. 1 Adanya hierarki yang tegas, seperti berikut. a Masyarakat Jawa dan sebagian besar masyarakat lain di Indonesia pada dasarnya bersifat hierarkis. b Stratifikasi sosial yang hierarkis ini tampak dengan adanya pemilahan tegas antara minoritas penguasa dan rakyat pada umumnya. Pendidikan Kewarganegaraan Kelas XI 14 c Pihak yang membentuk semua agenda publik, termasuk me- rumuskan kebijakan adalah penguasapemerintah, se- dangkan rakyat cenderung disisihkan dari proses politik. Sumber: Affan Gaffar. 2004: 106–118 2 Kecenderungan patronage men- cari perlindungan tercermin dalam bentuk kegiatan berikut. a Pola hubungan yang bersifat individual dan antardua individu, yaitu patron-client atau ”Bapakisme”. b Dalam kehidupan politik, budaya politik semacam ini tampak pada perilaku politisi yang lebih mencari dukungan dari atas daripada menggali dukungan dari basisnya bawah. 3 Kecenderungan neopatrimonialistik yang mengandung pengertian sebagai berikut. Negara sudah memiliki atribut atau kelengkapan yang sudah modern dan rasional, tetapi masih memperlihatkan atribut yang patrimonial, yaitu negara masih dianggap milik pribadi atau kelompok pribadi sehingga diperlakukan layaknya sebuah keluarga.

b. Rusadi Kantaprawira

Rusadi Kantaprawira memberikan gambaran sementara tentang budaya politik Indonesia sebagai berikut. 1 Konfigurasi subkultur atau subbudaya di Indonesia masih ber- aneka ragam. Keanekaragaman subkultur ini ditanggulangi berkat usaha pembangunan bangsa nation building dan pembangunan karakter character building. 2 Budaya politik Indonesia bersifat parokial-kaula di satu pihak dan budaya politik partisipan di lain pihak. Di satu segi massa masih ketinggalan dalam menggunakan hak dan dalam memikul tanggung jawab politiknya mungkin disebabkan oleh isolasi dari kebudayaan luar, pengaruh penjajahan, feodalisme, bapakisme, dan ikatan primordial. Di lain pihak, kaum elitenya sungguh- sungguh merupakan partisipan yang aktif mungkin disebabkan oleh pengaruh pendidikan modern. Kaum elite kadang-kadang bersifat sekuler dalam arti relatif dapat membedakan faktor-faktor penyebab disintegrasi seperti agama, dan kesukuan. Dengan kata Sumber: www.tokohindonesia.com ▼ Gambar 1.9 Afan Gaffar Pendidikan Kewarganegaraan Kelas XI 15 lain, kebudayaan politik Indonesia merupakan ”mixed political culture” yang diwarnai dengan besarnya pengaruh kebudayaan politik parokial-kaula. 3 Sifat ikatan primordial masih berurat berakar yang dikenal melalui indikatornya berupa sentimen kedaerahan, kesukuan, keagama- an, perbedaan pendekatan terhadap keagamaan tertentu, puritanisme, dan nonpuritanisme. Selain itu, salah satu petunjuk masih kukuhnya ikatan tersebut dapat dilihat dari pola budaya politik yang tercermin dalam struktur vertikal masyarakat ketika usaha gerakan kaum elite langsung mengeksploitasi dan menyentuh substruktur sosial dan subkultur untuk tujuan perekrutan dukungan. 4 Kecenderungan budaya politik Indonesia yang masih mengukuhi sikap paternalisme dan patrimonial. Sebagai indikatornya dapat disebutkan antara lain bapakisme dan sikap asal bapak senang. Di Indonesia budaya politik tipe parokial-kaula subjek lebih mempunyai keselarasan untuk tumbuh dengan persepsi masyarakat terhadap objek politik yang menyandarkan atau me- nundukkan diri pada proses output dari penguasa. 5 Dilema interaksi tentang introduksi modernisasi dengan segala konsekuensinya dengan pola-pola yang telah lama berakar sebagai tradisi dalam masyarakat. Itulah gambaran budaya politik masyarakat Indonesia. Budaya politik masyarakat Indonesia tersebut mengakibatkan berkembangnya budaya korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Salah satu contohnya adalah pengangkatan seseorang pada jabatannya cenderung tidak berdasarkan prestasi, tetapi bergantung pada tindakan kolusi dan nepotisme. Padahal, peraturan tentang pengangkatan sudah ada, namun tidak ditaati. Selain itu, dalam budaya politik Indonesia terdapat tindakan-tindakan mempolitisasi agama yang dilakukan dengan cara-cara seperti berikut. a. Menggunakan ayat-ayat tertentu dari agama yang dapat membenar- kan suatu tindakan tertentu. b. Mengerahkan massa turun ke jalan, baik dalam bentuk demonstrasi atau pawai di jalanan yang istilah lainnya adalah ”tekanan dari jalanan”. Berdasarkan dampak dari budaya politik Indonesia pada era Orde Baru tampak jelas bahwa budaya politik masyarakat Indonesia pada era Orde Baru masih bersifat rendah. Belum adanya kesadaran dari masyarakat Indonesia untuk turut berpartisipasi dalam mempengaruhi pengambilan kebijakan publik pada beberapa tingkatan. Mereka juga belum memiliki kemauan untuk mengorganisasikan diri dalam kelompok-