Menurut para informan sampai saat ini profesi guru masih tetap menempati profesi kelas dua atau seterusnya meskipun sudah ada program sertifikasi yang seharusnya
bisa meningkatkan kesejahteraan, namun karena implementasinya di lapangan dan banyaknya guru yang tidak memenuhi syarat sertifikasi, kebijakan ini tidak banyak
membantu menaikkan derajat kesejahteraan guru secara luas.
e. Profesi Pendidik adalah Profesi yang Rawan Tercemar
Masyarakat masih memiliki anggapan bahwa siapapun bisa menjadi guru asal memiliki pengetahuan meskipun yang bersangkutan tidak dipersiapkan untuk
menjadi seorang yang berprofesi sebagai pendidik. Kebijakan pemerintah pun tidak ada yang mematahkan anggapan ini, bahkan ada kecenderungan bahwa hal ini justru
kebijakan dari pemerintah itu sendiri secara tidak langsung. Akibatnya banyak orang yang tidak memiliki kualifikasi untuk menjadi guru namun tetap memaksakan diri
menjalani profesi ini. Padahal sebagai sebuah profesi, seharusnya hanya orang-orang tertentu yang sesuai syarat-syarat profesilah yang bisa menjadi guru.
Hal ini berdasarkan pendapat yang dinyatakan informan, seperti di antaranya: “Menurut saya tetap belum ada pemerataan keadilan bagi guru toh
buktinya sertifikasi juga masih sering bikin ribut karena adanya kecurangan dalam proses dan lain-lain. Ini karena pendidik atau guru
sendiri yang mengorbankan harga diri profesinya untuk dicemari. Lihat aja, misal sekolah pedalaman kurang guru, pasti mereka akan langsung
aja ambil salah seorang masyarakat yang kelihatan alim untuk diangkat jadi guru, padahal dia bukan lulusan LPTK. Nah itu kan sudah
mencemari profesi ini, jadinya ada anggapan siapa aja bisa lah adi guru asala bisa materi yang mo diajarin...coba kalo dokter mana ada Rumah
Sakit yang kekurangan dokter trus ngambil sembarang anggota masayarakat buat jadi dokter tambahan disitu, profesi dokter kan jadi
aman dari pencemaran atau penyalahgunaan keanggotaan profesi” WFN14122009.
Menurut FN karena masuknya orang luar yang tidak menempuh pendidikan keguruan menjadi guru di sebuah sekolah itu berarti mencemari profesi pendidik,
karena untuk menjadi seorang guru tidak hanya diperlukan kemampuan menyampaikan materi pelajaran tapi juga harus memiliki sense terhadap profesi guru
itu sendiri yang hanya bisa didapatkan ketika kita menjalani pendidikan pra jabatan maupun dalam jabatan sebagai guru.
Pendapat FN ini diperkuat oleh OH yang menuturkan: “Profesi kan ada syarat-syarat dan kode etiknya. Harusnya kan ga
sembarang orang bisa jadi anggota profesi. Dokter, Hakim itu juga kayak gitu kan...hanya mereka yang udah kuliah kedokteran dan co ass
aja yang bisa jadi dokter, hakim juga harus menempuh pendidikan hukum dulu, nah kalo guru masa tamatan SMA jadi guru, mana
ngajarnya mata pelajaran yang khas-khas gitu lagi, huuuhh ini ni yang mencemari profesi kita ini, jadi orang akan beranggapan kalo ga dapet
kerjaan ya ngajar saja di situ sekolah dekat rumah” WOH19122009
WS dan ND juga memiliki pendapat senada, bahwasannya profesi pendidik tidak terbebas dari masukan-masukan oknum yang tidak seharusnya, hal ini
disebabkan oleh banyak hal baik karena kesalahan oknum yang memasuki wilayah profesi ini tanpa kualifikasi yang memadai maupun karena keterpaksaan keadaan.
Seperti penuturan WS berikut ini:
“Selama ini kan pendidikan kita begitu ruwet dengan berbagai masalahnya baik itu sistemnya, gurunya, dan yang lainnya. Kekurangan
guru di Indonesia terutama untuk daerah pedalaman sudah lama jadi isu tak berkesudahan. Tetapi tetap saja tidak banyak para guru yang
bersedia dimutasi ke daerah kayak gitu. Karena ga ada perhatian lebih dari pemerintah untuk guru yang harus melakukan lebih dari sekedar
mengajar di daerah yang marginal. Kalo udah kayak gitu ya mau ga mau orang-orang yang mengajar di sana adalah orang-orang lokal yang
sedikit berpendidikan, apapun pendidikan. Kan kasihan muridnya, yang namanya murid itu kalo sekolah ya harus diajar oleh “guru” minimal
punya embel-embel S.Pd di belakang namanya, paling ga ya lulusan pendidikan lah meski cm D2 supaya dunia perguruan ga kemasukan
orang lain yang bukan seharusnya” WWS19122009
Berbeda dengan pendapat ND yang masih bisa memaklumi kondisi untuk daerah terpencil namun menurutnya masih saja banyak orang yang mengajar
meskipun seharusnya menjadi profesi lain di daerah yang tidak terpencil. Berikut penuturannya:
“Masih aja banyak orang yang bukan calon guru tapi jadi guru. Kalo di daerah pedalaman yang kurang guru masih wajar, itu mereka justru
orang-orang mulia, nah kalo di sini-sini di kota-kota, masa yang lulusan FKIP saja belum berkesempatan jadi guru lalu ada yang bukan lulusan
FKIP mengajar di sekolah, itu kan mengotori kehormatan profesi guru namanya, tapi itu salah pemerintah juga sech pake ada akta IV lah atau
apa gitu dulu, jadi ada cara instan untuk menjadi guru” WND21122009
Dari pendapat-pendapat tersebut bisa ditarik simpulan bahwa profesi pendidik adalah sebuah profesi yang kurang terjaga kemurniannya dari masuknya
orang-orang yang bukan seharusnya menjadi anggota profesi tersebut, mereka menganggap bahwa profesi pendidik itu rawan tercemar karena banyak orang yang
tidak dipersiapkan menjadi guru tetapi bisa menjadi guru. Anggapan masyarakat ini memang tidak bisa disalahkan karena walaupun merupakan sebuah profesi yang
memiliki standar kualifikasi dan kode etik, guru masih saja bisa berasal dari orang- orang yang tidak sesuai dengan dua hal tersebut, dengan kode etik maupun standar
kualifikasi.
f. Profesi Pendidik adalah Profesi Alternatif dalam Mencari Pekerjaan