dengan di masyarakat, seorang guru langsung akan dihujat. Karena sebagai guru yang diteladani oleh siswa dan masyarakat, guru tidak boleh melakukan hal-hal yang
dinilai kurang baik, bahkan untuk sekedar protes atas ketidakadilan yang menimpanya. Karena protes bukan sikap yang layak diteladani.
Kompleksitas tugas seorang guru yang menuntut totalitas ini seperti yang dikemukakan Moh. Uzer usman 2009 tentang tugas guru yang meliputi tugas
bidang profesi, ugas kemanusiaan dan tugas dalam bidang kemasyarakatan, dan ketiga tugas ini tidak bisa dipisahkan, seorang guru dituntut totalitas mengemban
semua tugas tersebut sebagai konsekuensi dari profesinya.
d. Profesi Pendidik adalah Profesi yang Terpinggirkan
Dalam sosiologi pendidikan tentang status kedudukan dan peran sosial, hal ini profesi guru dinilai sebagai sesuatu yang rendah, mungkin karena faktor-faktor
lain yang terkait dengan profesi tersebut yang menyebabkan hal ini. Menurut ND dan S, profesi guru masih dipandang sebelah mata baik oleh pemerintah maupun
masyarakat umum dalam hal kesejahteraan. Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah yang tadinya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan guru tetap saja
menimbulkan berbagai masalah baru di lapangan.
Muhammad Nurdin 2010 menyebutkan guru sebagai profesi yang terbelenggu. Dalam bukunya disebutkan bahwa saat ini, guru masih dikenal sebagai
profesi yang sederhana. Karena sederhananya sampai-samapi Iwan Fals seorang musisi yang kesohor negeri ini, menciptakan lagu Umar bakri untuk menggambarkan
kesederhanaan seorang guru dengan tipikal sepeda bututnya.
Meskipun dewasa ini usaha pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan guru sudah semakin nyata namun dibanding dengan profesi lain dalam hal
kesejahteraan guru masih dinilai lebih rendah. Setidaknya peningkatan kesejahteraan terseubut sudah mulai memancing minat masyarakat terhadap profesi guru.
e. Profesi Pendidik adalah Profesi yang Rawan “Tercemar”
ND dan WS menilai profesi pendidik itu sebagai sebuah profesi yang rawan tercemar dari masuknya orang lain yang tidak seharusnya berada dalam lingkaran
profesi tersebut, masih saja ada orang yang memaksakan diri untuk menjadi guru meskipun tidak dipersiapkan untuk itu. Hal ini dikarenakan masih adanya anggapan
masyarakat luas bahwa siapapun bisa menjadi guru asal memiliki pengetahuan.
Menurut Asep Umar Fakhrudin 2009 paradigma masyarakat ini memang bisa dibenarkan dalam arti dengan pengetahuan yang dimiliki seseorang bisa menjadi
guru, namun pengetahuan saja tidaklah cukup. Untuk menjadi guru harus pula memiliki sense dan kemampuan membimbing, mengarahkan dan memotivasi, dan
hal ini semua membutuhkan persiapan khusus yang seharusnya dilakukan oleh LPTK Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan tidak sekedar menggunakan tingginya
capaian rasionalitas belaka.
Kenyataannya samapai saat ini praktik “pencemaran” terhadap profesi pendidik ini masih sering terjadi, misalnya ada sebuah sekolah yang kurang guru
terutama di daerah pedalaman, akan ditunjuk atau direkrut salah seorang dari masyarakat yang dianggap alim atau memiliki kelebihan wibawa atau ilmu untuk
menjadi guru, pada dia bukan lulusan keguruan. Inilah yang menyebabkan profesi guru kehilangan wibawa. Hal semacam ini tidak terjadi pada profesi lain yang juga
memiliki kode etik, misalnya sebuah rumah sakit yang kekurangan dokter tidak mungkin akan mengambil salah satu anggota masyarakat untuk menjadi dokter
tambahan di rumah sakit tersebut. Tetapi untuk guru masih seringkali terjadi.
f. Profesi Alternatif dalam Mencari Pekerjaan
Hampir semua informan mengatakan bahwa menurut mereka profesi sebagai pendidik itu adalah profesi alternatif dalam mencari pekerjaan. Dalam arti
bukan menjadi alternatif pertama namun ketika sudah maksimal berusaha mendapatkan pekerjaan lain tidak juga tembus, baru mulai melirik profesi ini. Karena
dulu memang untuk menjadi guru dianggap memiliki persyaratan yang paling mudah, dengan syarat utama bisa mengajar menyampaikan materi di depan kelas.
Bahkan fenomena ini sudah mulai terlihat sejak calon-calon pencari kerja memasuki kuliah, lulusan SMASMK yang memiliki nilai tinggi sedikit sekali yang
menjadi fakultas keguruan sebagai pilihan utama, yang paling menjadi favorit adalah fakultas kedokteran, teknik, hukum dan yang lainnya. Bisa jadi fakultas keguruan
hanyalah pilihan terakhir. Padahal dari sini sudah bisa kita ambil kesimpulan ini akan menjadi awal yang kurang baik untuk profesi pendidik. Jika input fakultas keguruan
sudah merupakan sisa-sisa bagaimana nanti ketika menjadi guru?
Profesi sebagai pendidik yang masih menjadi alternatif kesekian ini karena disebabkan oleh banyak hal seperti prestise atau citra profesinya sendiri yang
dianggap kurang elegan, gaji yang rendah, tugasnya yang monoton, dan lain sebagainya. Bahkan tidak sedikit mereka yang sudah “terpaksa” kuliah di fakultas
keguruan selepas lulus pekerjaan yang diincarnya bukanlah sebagai guru namun mencoba melamar pekerjaan lain.
Bagus herdananto 2009 menyebutkan banyak orang yang berprofesi sebagai guru karena memang pekerjaan itulah yang ia dapatkan dari hasilnya
melamar pekerjaan ke sana kemari. Jadi jelas bahwa profesi ini sebenarnya bukan merupaka tujuan sejak awal. Daripada tidak kunjung mendapatkan pekerjaan, maka
bekerja sebagai guru tidaklah mengapa. Yang penting bisa menghasilkan pendapatan secara rutin.
2. Eksistensi Profesi Pendidik di Masyarakat Menurut Mahasiswa