Rasionalisasi CALL FOR PAPER 2010 MUNAS APTIKOM.

Seminar dan Call For Paper Munas Aptikom Politeknik Telkom Bandung, 9 Oktober 2010 243

1.3 Batasan Masalah

Peneliti membatasi masalah penelitian ini pada pembuatan model laboratorium virtual untuk pengajaran jurnalistik. Penelitian ini tidak dimaksudkan untuk memberikan panduan lengkap tentang materi jurnalistik, sehingga masing-masing lembaga yang menggunakan Laboratorium Virtual ini dapat mengembangkan isi materi pengajaran sesuai dengan kebutuhannya masing-masing.

1.4 Tujuan Penelitian

Pembuatan model laboratorium virtual untuk praktek jurnalistik radio, video dan cetak yang terintegrasi Pemodelan bentuk jurnalistik online yang dapat dijadikan rujukan perkuliahan untuk masing-masing spesialisasi atau untuk kepentingan rintisan mata kuliah jurnalistik online

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian untuk langkah pemodelan ulang remodelling pengajaran jurnalistik bagi perguruan tinggi yang terintegrasi. b. Memberikan peluang untuk mengkaji isu konvergensi media dan jurnalistik online di Indonesia c. Diharapkan dengan pembuatan model laboratorium virtual ini dapat dimanfaatkan oleh seluruh pihak yang berkepentingan dengan pendidikan jurnalistik di Indonesia dan meningkatkan penggunaan open source untuk pengajaran jurnalistik di Indonesia d. Bagi jurusan ilmu komunikasi dapat memiliki laboratorium virtual yang terintegrasi yang mudah, murah dan sederhana. e. Bagi mahasiswa jurusan ilmu Komunikasi atau JurnalistikPublisistik, dapat melakukan praktek jurnalistik baik cetak, tv, radio maupun online secara langsung, dengan perangkat yang mudah dan sederhana.

2. Tinjauan Pustaka

Teori Media Baru dan Jurnalistik Konteksual Media baru new media merupakan simplifikasi terhadap bentuk media diluar lima media massa besar konvensional, televisi, radio, majalah, koran dan film. Diperkenalkan mulai tahun 1990-an, istilah media baru new media pada awalnya mengandung arti negletik penolakan; media baru new media bukan media massa, terutama televisi. Sifat media baru new media adalah cair fluids, konektivitas individual dan menjadi sarana untuk membagi peran kontrol dan kebebasan. Chun, 2006, hal. 1. Sebagai antitesa, konsepsi new media tersebut vis a vis dengan konsepsi media massa seperti; pesan bersifat massif, dibuat oleh komunikator profesional, konektivitas bersifat massal pada audienskhalayak yang anynomous. Media baru new media merujuk pada perkembangan teknologi digital namun media baru new media sendiri tidak serta merta berarti media digital. Video, teks, gambar, grafik yang diubah menjadi data-data digital berbentuk byte, hanya merujuk pada sisi teknologi mutlimedia, salah satu dari tiga unsur dalam media baru new media, selain ciri interaktif dan intertekstual. Terkait dengan media baru new media dan konvergensi, Jenkins Convergence? I Diverge, 2001, hal. 2, membagi konvergensi dalam empat jenis yakni: konvergensi teknologi, konvergensi ekonomi, konvergensi sosial organik serta konvergensi budaya dan global. a. Konvergensi teknologi ; merupakan proses pengabungan secara digital berbagai bentuk isi media. Jika teks, image citra dan suara telah diubah menjadi bentuk bit, maka kita dapat mengkompilasi menjadi satu dan mengirimkannya dengan berbagai platform. b. Konvergensi ekonomi berhubungan dengan intergrasi industri hiburan. Konvergensi ekonomi merupakan bentuk baru konglomerasi media, dimana satu perusahaan dapat bergerak dibidang film, televisi, news online provider, buku dan lain sebagainya. c. Konvergensi sosial adalah perilaku dan strategi dari konsumenkhalayak yang dapat menjalankan aktivitasmenyelesaikan beberapa pekerjaan sekaligus. Bekerja pararel, dimana pada saat bersamaan seseorang dapat menulis essay ilmiah, browsing internet seraya mendengarkan musik dan menerima panggilan telepon. d. Konvergensi budaya merupakan persilangan dari berbagai teknologi media, industri dan konsumen. Konvergensi media telah mendorong partisipasi dan perkembangan budaya populer, menghubungkan antara konsumen dengan industri media serta memunculkan berbagai bentuk informasi berbiaya rendah. Konvergensi budaya juga mendorong terjadinya penggunaan multimedia dalam produksi kreatif dan jurnalistik. John Vernon Pavlik, salah satu avantar “jurnalistik masa depan” menulis dalam buku Journalism and New Media 2001, hal. xiii bahwa 244 Seminar dan Call For Paper Munas Aptikom Politeknik Telkom Bandung, 9 Oktober 2010 media baru new media membawa perubahan di dunia jurnalistik dalam empat sisi. Pertama adalah perubahan isi berita sebagai hasil dari konvergensi teknologi. Berkat teknologi informasi, cara wartawan menyajian berita bertansformasi, dari teks statis menjadi teks dinamis, dari videofilmgrafis menjadi omnidirectional images. Kedua adalah bagaimana cara jurnalis bekerja dan perubahan perangkat kerja di dunia digital. Berbagai perangkat aplikasi teknologi dikembangkan untuk membantu wartawan, mulai dari pengolah kata sampai dengan workstations, yang dapat diintegrasikan ke berbagai platform perangkat keras teknologi yang portabel, sehingga ketika melalukan liputan, wartawan cukup berbekal sebuah pesawat telepon gengam yang sudah ditanami berbagai perangkat tersebut. Perubahan ketiga adalah pada struktur dari ruang redaksi yang secara virtual mengalami transformasi fundamental, tidak lagi mengandalkan pola dan jaringan konvensional. Otomatisasi dan sikronisasi memberi dampak pada proses kerja di ruang redaksi. Keempat, media baru merubah tatanan antara organisasi media, jurnalis dengan publik, termasuk audiens, sumber, kompetitor, pengiklan dan pemerintah. Kehadiran media baru dan konvergensi adalah secercah harapan ditengah krisis dunia jurnalisme. Perubahan-perubahan yang disarankan oleh John Vernon Pavlik terdengar sangat nalar dan dapat segera diadaptasi oleh kalangan jurnalis profesional, terutama bagi mereka yang berada di lembaga-lembaga media massa sarat modal dan sumber daya. Namun perubahan tersebut ternyata tidak semudah orang membalikan tangan, salah satunya adalah budaya profesional dari masing- masing media yang berbeda-beda Singer, 2004, hal. 3. Para penggagas jurnalistik di media baru new media membuat konsensus tiga persamaan bahasa jurnalistik di media online yakni: hipertekstualitas, interaktivitas dan multimedialitas. Mengutip kalimat Deuze : “Online journalist have to make decisions on what is the best format to explain a stroy multimediality, has to allow the public to answer, interact and moreover, adapt the news to their need interactivity and have to consider ways to connect the news piece to other news, archive, online sources and other elements trough links” Deuze, 2001, hal. 5 Jurnalistik online mencirikan diri sebagai praktek jurnalistik yang mempertimbangkan beragam format media untuk menyusun isi liputan, menungkinkan terjadinya interaksi antara jurnalist dengan audiens dan menghubungkan berbagai elemen berita dengan sumber-sumber online yang lain. Berita adalah bentuk hiperteks. Model piramida terbalik inverted pyramid yang dikenal secara umum pada media berita konvensional tidak lagi cocok dengan model jurnalistik online, karena masing-masing elemen berita dapat terhubung dengan beragam konteks makna yang lain, sehingga berita online akan memberikan berbagai prespektif dari fakta dan peristiwa, menghubungan dengan fakta dan peristiwa lain. Hipertekstualitas juga berhubungan dengan bentuk cair fluids dari berita. Berita tidak lagi terikat dengan deadline, jam tayang atau batasan-batasan waktu dan tempat. Pada sisi produksi, berita menjadi konstruksi yang terbuka, mudah diupdate dan dikembangkan. Sementara pada sisi konsumsi, khalayak tidak terikat lagi dengan jam siar, model terbitan harian, mingguan, bulanan, koran pagi atau sore karena keputusan untuk memperoleh berita terletak sepenuhnya di tangan mereka. Berita adalah faktarealitas yang dilaporkan terus menerus, diubah dan direproduksi secara periodik, tanpa henti endless update dan konsumsi setiap saat setiap tempat. Interaktivitas adalah kemampuan hubungan resiprokal antara audiensusers dengan jurnalisproduser. Kemampuan memberi respon langsung dan interkasi dengan audien adalah elemen kunci jurnalistik online yang membawa perubahan pada budaya jurnalistik. Interaktivitas dalam konsep media baru new media terdiri dari tiga jenislevel: users to documents, user to users dan user to system. McMillan, 2002, hal. 116. Melalui email, forum web, chating dan instant messanging, audien dapat memberi komentar terhadap berita, berdiskusi dengan audien lain bahkan juga dengan jurnalis—sang produser berita. Multimedialitas berasal dari konsep konvergensi yang didominasi oleh pemikiran konvergensi teknologi; digitaliasi beragam bentuk format video, audio, grafik dan gambar. Pada sisi jurnalis, multimedialitas berarti kemampuanketerampilan beragam multiskill dalam penggunaan berbagai platform media untuk membuat sajian berita. Multimedialitas adalah bagaimana personalan persentasi berita, konvergensi dan perubahan organisasi---seperti konvergensi ruang redaksi---konvergensi budaya termasuk khalayak