PENINGKATAN KETERAMPILAN MENYUSUN TEKS CERPEN DENGAN STRATEGI THINK TALK WRITE (TTW) DAN TEKNIK MENERUSKAN CERITA MELALUI MEDIA AUDIOVISUAL PADA SISWA KELAS VII A SMP N 1 WONOSOBO

(1)

MENERUSKAN CERITA MELALUI MEDIA AUDIOVISUAL PADA SISWA KELAS VII A SMP N 1 WONOSOBO

Skripsi

untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia

Oleh

Estu Winantu Untoroaji 2101410144

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2016


(2)

i SARI

Untoroaji, Estu Winantu. 2016. Peningkatan Keterampilan Menyusun Teks Cerpen dengan Strategi Think-Talk-Write (TTW) dan Teknik Meneruskan Cerita melalui Media Audiovisual pada Siswa Kelas VII A SMP N 1 Wonosobo. Skripsi Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing : Dra. Nas Haryati S, M.Pd.

Kata kunci : menyusun teks cerita pendek, strategi Think-Talk-Write (TTW), teknik meneruskan cerita, media audiovisual.

Keterampilan menyusun teks cerpen siswa kelas VII A SMP N 1 Wonosobo masih belum optimal. Masalah yang muncul pada pembelajaran tersebut diidentifikasi dari proses pembelajaran, sikap religius, sikap sosial, dan keterampilan dalam pembelajaran. Masalah yang dapat diidentifikasi berdasarkan observasi awal terkait keterampilan siswa, yaitu siswa kesulitan dalam mengembangkan ide untuk menyusun teks cerpen. Oleh karena itu, peneliti memberikan solusi dengan menggunakan strategi TTW dan teknik meneruskan cerita melalui media audiovisual.

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah kualitas proses pembelajaran keterampilan menyusun teks cerita pendek dengan strategi Think-Talk-Write (TTW) dan teknik meneruskan cerita melalui media audiovisual siswa kelas VII A SMP N 1 Wonosobo? (2) Bagaimanakah perubahan sikap menghargai dan mensyukuri keberadaan bahasa Indonesia sebagai anugerah Tuhan sebagai sarana komunikasi dalam mengolah dan menyajikan informasi lisan dan tulis siswa kelas VII A SMP N 1 Wonosobo dalam mengikuti pembelajaran peningkatan keterampilan menyusun teks cerita pendek dengan strategi Think-Talk-Write (TTW) dan teknik meneruskan cerita melalui media audiovisual? (3) Bagaimana perubahan sikap jujur, disiplin, santun, toleransi, dan percaya diri siswa kelas VII A SMP N 1 Wonosobo setelah mengikuti pembelajaran peningkatan keterampilan menyusun teks cerita pendek dengan strategi Think-Talk-Write (TTW) dan teknik meneruskan cerita melalui media audiovisual? (4) Bagaimanakah peningkatan keterampilan menyusun teks cerpen dengan strategi Think-Talk-Write (TTW) dan teknik meneruskan cerita melalui media audiovisual siswa kelas VII A SMP N 1 Wonosobo setelah mengikuti pembelajaran menyusun teks cerpen?

Penelitian ini menggunakan desain penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam dua siklus, yaitu siklus I dan siklus II. Tiap siklus terdiri atas perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Subjek penelitian ini yaitu keterampilan menyusun teks cerita pendek siswa kelas VII A SMP N 1 Wonosobo. Pengumpulan data menggunakan teknik tes dan teknik nontes. Tes dilakukan dalam bentuk tes tertulis untuk keterampilan siswa. Nontes diterapkan melalui observasi, jurnal guru, jurnal siswa, wawancara, dan dokumentasi foto.


(3)

ii

Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis secara kualitatif dan kuantitatif.

Proses pembelajaran menyusun teks cerita pendek dengan strategi TTW dan teknik meneruskan cerita melalui media audiovisual berjalan dengan baik dan lancar. Terjadi peningkatan pada keantusiasan dan minat siswa; kekondusifan diskusi kelompok mengidentifikasi struktur teks cerita pendek; keintensifan diskusi kelompok setelah menyimak tayangan video; keintesifan pelaksanaan kegiatan menyusun teks cerita pendek; dan keintesifan pelaksanaan kegiatan menyusun teks cerita pendek. Rata-rata skor proses pembelajaran siklus I sebesar 78,89 % dan mengalami peningkatan pada siklus II menjadi 86,24 % sehingga peningkatan proses pembelajaran dari siklus I ke siklus II sebesar 7,35 %.

Siswa telah bersikap religius yang berkategori baik selama mengikuti pembelajaran menyusun teks cerpen. Hal ini menunjukkan bahwa sikap religius sudah tertanam dalam diri siswa, pembiasaan diri dengan berdo’a sebelum dan sesudah pembelajaran, berdo’a dengan sikap yang baik (tidak membuat gerakan yang tidak perlu atau mengeluarkan suara yang membuat gaduh), memberi salam sebelum dan sesudah menyampaikan pendapat atau presentasi, menjawab salam guru atau teman yang mengucapkan salam.

Sikap sosial siswa mengalami peningkatan ke arah positif, siswa sudah menunjukkan sikap sosial yang baik. Hal tersebut diidentifikasi dari indikator sikap percaya diri, toleransi, gotong royong, dan santun. Tiap sikap sosial mengalami peningkatan yang cukup baik.

Rata-rata hasil tes keterampilan menyusun teks cerpen pada siklus I sebesar 2,63 termasuk dalam kategori baik, namun masih terdapat beberapa siswa yang belum mencapai ketuntasan penelitian yang telah ditentukan. Perbaikan yang dilakukan pada siklus II membuat rata-rata hasil tes keterampilan menyusun teks cerpen mengalami peningkatan. Rata-rata hasil tes keterampilan menyusun teks cerpen pada siklus II mengalami peningkatan sebesar 0,46 dari nilai rata-rata 2,63 pada siklus I menjadi 3,02 pada siklus II.

Berdasarkan penelitian ini, peneliti menyarankan kepada guru sebaiknya memanfaatkan strategi TTW dan teknik meneruskan cerita sebagai alternatif dalam pembelajaran menyusun teks cerita pendek. Media audiovisual sebagai salah satu media pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia dapat digunakan guru untuk sarana mengajar. Peneliti di bidang pedidikan maupun bahasa dapat

melakukan penelitian mengenai pembelajaran menyusun teks cerpen

menggunakan pendekatan, strategi, metode, model, teknik, dan media yang lebih inovatif dan efektif untuk meningkatkan keterampilan menyusun teks cerpen siswa.


(4)

(5)

(6)

(7)

vi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto :

1. Tidak semua dari kita dapat menjadi pemenang, karena pasti ada orang-orang yang bertepuk tangan dan memberi selamat kepadanya.

2. Hidup memang tidak adil, kadang keberuntungan tidak selalu bersama dengan orang yang berusaha keras. Jadi mulailah membiasakan diri.

3. Jika kepandaianmu tidak sanggup untuk memukau dan meyakinkan

seseorang, maka buatlah dia bingung dengan ketidak tahuanmu.

Persembahan :

Karya ini kupersembahkan untuk : 1. Orang tua tercinta

2. Keluarga yang memberi dukungan


(8)

vii PRAKATA

Puji Syukur ke hadirat Allah Swt, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya karena penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Peningkatan Keterampilan Menyusun Teks Cerpen dengan Strategi Think-Talk-Write (TTW) dan Teknik Meneruskan Cerita melalui Media Audiovisual pada Siswa Kelas VII A Smp N 1 Wonosobo.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tersusun bukan atas kemampuan dan usaha penulis sendiri. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dra. Nas Haryati S, M.Pd yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada 1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang

yang telah memberi kesempatan pada penulis untuk menuntut ilmu hingga menyelesaikan studi di Universitas Negeri Semarang;

2. Prof. Dr. Agus Nuryatin M.Hum., Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan izin penelitian;

3. Sumartini, S.S., M.A., Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan arahan dan kemudahan dalam penyusunan skripsi ini;

4. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan ilmunya kepada penulis;

5. Kepala SMP Negeri 1 Wonosobo yang telah memberikan izin penelitian 6. Pujianto, S.Pd., guru bahasa dan sastra Indonesia SMP Negeri 1 Wonosobo


(9)

viii

7. siswa-siswi kelas VII A SMP Negeri 1 Wonosobo yang telah bersedia membantu dan belajar bersama;

8. sahabat-sahabat penulis, teman-teman BSI angkatan 2010, teman-teman kos Rifa’i yang telah berjuang bersama;

9. semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan dunia pendidikan.

Semarang, November 2015


(10)

ix DAFTAR ISI

SARI ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iv

PERNYATAAN ... v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR BAGAN ... xv

DAFTAR DIAGRAM ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 5

1.3 Batasan Masalah ... 6

1.4 Rumusan Masalah ... 7

1.5 Tujuan Penelitian ... 8

1.6 Manfaat Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS 2.1 Kajian Pustaka ... 11

2.2 Landasan Teoretis ... 17

2.2.1 Hakikat Cerita Pendek ... 17

2.2.1.1 Pengertian Cerita Pendek... 17

2.2.1.2 Unsur Pembangun Cerita Pendek ... 19

2.2.2 Hakikat Teks Cerita Pendek ... 29

2.2.2.1 Pengertian Teks Cerita Pendek ... 29

2.2.2.2 Struktur Teks Cerita Pendek ... 30

2.2.2.3 Kaidah Kebahasaan Teks Cerita Pendek ... 31


(11)

x

2.2.3.1 Pengertian Menyusun Teks Cerita Pendek ... 32

2.2.4 Strategi Think-Talk-Write (TTW) ... 34

2.2.5 Teknik Meneruskan Cerita ... 37

2.2.6 Media Audiovisual ... 39

2.2.7 Hakikat Sikap Religius dan Sikap Sosial ... 43

2.2.7.1 Sikap Religius ... 43

2.2.7.2 Sikap Sosial ... 45

2.3 Penerapan Strategi Think-Talk-Write (TTW) dan Teknik Meneruskan Cerita melalui Media Audiovisual dalam Pembelajaran Menyusun Teks Cerita Pendek ... 48

2.4 Kerangka Berpikir ... 51

2.5 Hipotesis Tindakan ... 52

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 54

3.1.1 Prosedur Tindakan Kelas Siklus I ... 55

3.1.1.1 Tahap Perencanaan Siklus I ... 56

3.1.1.2 Tahap Implementasi Tindakan Siklus I ... 57

3.1.1.3 Tahap Observasi Siklus I ... 58

3.1.1.4 Tahap Refleksi Siklus I ... 59

3.1.2 Prosedur Tindakan Kelas Siklus II ... 62

3.1.2.1 Tahap Perencanaan Siklus II ... 64

3.1.2.2 Tahap Implementasi Tindakan Siklus II ... 64

3.1.2.3 Tahap Observasi Siklus II... 66

3.1.2.4 Tahap Refleksi Siklus II ... 66

3.2 Subjek Penelitian ... 67

3.3 Variabel Penelitian ... 68

3.3.1 Variabel Keterampilan Menyusun Teks Cerita Pendek ... 68

3.3.2 Variabel Strategi Think-Talk-Write (TTW) dan Teknik Meneruskan Cerita Melalui Media Audiovisual ... 69

3.4 Indikator Kinerja... 70

3.4.1 Indikator Kuantitatif ... 70

3.4.2 Indikator Kualitatif ... 71

3.5 Instrumen Penelitian ... 73

3.5.1 Instrumen Tes ... 74

3.5.2 Instrumen Nontes ... 76

3.5.2.1 Pedoman Observasi Proses ... 78

3.5.2.2 Pedoman Observasi Sikap Religius ... 79

3.5.2.3 Pedoman Observasi Sikap Sosial ... 79

3.5.2.4 Pedoman Wawancara ... 80

3.5.2.5 Jurnal ... 81

3.5.2.6 Dokumentasi ... 82

3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 82

3.6.1 Teknik Tes ... 82


(12)

xi

3.6.2.1 Teknik Observasi ... 83

3.6.2.2 Teknik Jurnal ... 84

3.6.2.3 Teknik Wawancara ... 84

3.6.2.4 Teknik Dokumentasi ... 85

3.7 Teknik Analisis Data ... 86

3.7.1 Teknik Kuantitatif ... 86

3.7.2 Teknik Kualitatif ... 87

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 88

4.1.1 Hasil Penelitian Siklus I ... 88

4.1.1.1 Proses Pembelajaran Menyusun Teks Cerpen dengan Strategi Think-Talk-Write dan Teknik Meneruskan Cerita melalui Media Audiovisual Siklus I ... 89

4.1.1.2 Perubahan Perilaku Menghargai dan Mensyukuri Keberadaan Bahasa Indonesia sebagai Anugerah Tuhan Yang Maha Esa sebagai Sarana Menyajikan Informasi Lisan dan Tulis pada Siswa sebagai Wujud Sikap Religius Siklus I ... 101

4.1.1.3 Perubahan Sikap Menghargai dan Menghayati Sikap Percaya Diri, Toleransi, Gotong Royong, dan Santun sebagai Wujud Sikap Sosial Siklus I ... 104

4.1.1.4 Peningkatan Keterampilan Menyusun Teks Cerpen dengan Strategi Think-Talk-Write (TTW) dan Teknik Meneruskan Cerita melalui Media Audiovisual Siklus I ... 112

4.1.1.5 Refleksi Siklus I ... 121

4.1.2 Hasil Penelitian Siklus II ... 125

4.1.2.1 Proses Pembelajaran Peningkatan Keterampilan Menyusun Teks Cerpen dengan Strategi Think-Talk-Write dan Teknik Meneruskan Cerita melalui Media Audiovisual Siklus II ... 128

4.1.2.2 Perubahan Perilaku Menghargai dan Mensyukuri Keberadaan Bahasa Indonesia sebagai Anugerah Tuhan Yang Maha Esa sebagai Sarana Menyajikan Informasi Lisan dan Tulis pada Siswa sebagai Wujud Sikap Religius Siklus II ... 138

4.1.2.3 Perubahan Sikap Menghargai dan Menghayati Sikap Percaya Diri, Toleransi, Gotong Royong, dan Santun sebagai Wujud Sikap Sosial Siklus II ... 140

4.1.2.4 Peningkatan Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Siklus II ... 148

4.1.2.5 Refleksi Siklus II ... 156

4.2 Pembahasan ... 160

4.2.1 Proses Pembelajaran Menyusun Teks Cerpen dengan Strategi Think-Talk-Write dan Teknik Meneruskan Cerita melalui Media Audiovisual ... 160

4.2.1.1 Keantusiasan dan Minat Siswa terhadap Pembelajaran Menyusun Teks Cerpen ... 162


(13)

xii

4.2.1.2 Kekondusifan Diskusi Kelompok Mengidentifikasi Struktur Teks

Cerita Pendek ... 164

4.2.1.3 Keintensifan Diskusi Kelompok setelah Menyimak Tayangan Video ... 165

4.2.1.4 Keintesifan Pelaksanaan Kegiatan Menyusun Teks Cerita Pendek ... 167

4.2.1.5 Refleksi pada Akhir Pembelajaran sehingga Siswa Mengetahui Kekurangan/Kesulitan dan Cara Mengatasinya ... 169

4.2.2 Perubahan Perilaku Menghargai dan Mensyukuri Keberadaan Bahasa Indonesia sebagai Anugerah Tuhan Yang Maha Esa sebagai Sarana Menyajikan Informasi Lisan dan Tulis sebagai Wujud Sikap Religius Siklus I dan Siklus II ... 171

4.2.3 Perubahan Perilaku Menghargai dan Menghayati Sikap Percaya Diri, Toleransi, Gotong Royong, dan Santun dalam Berinteraksi secara Efektif dengan Lingkungan Sosial dan dalam Jangkauan Pergaulan dan Keberadaannya sebagai Wujud Sikap Sosial Siklus I dan Siklus II ... 173

4.2.3.1 Sikap Percaya Diri ... 174

4.2.3.2 Sikap Toleransi ... 176

4.2.3.3 Sikap Gotong Royong ... 178

4.2.3.4 Sikap Santun ... 179

4.2.4 Peningkatan Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Siklus I dan Siklus II ... 181

4.2.5 Keterkaitan Hasil Penelitian Keterampilan Menyusun Teks Cerpen dengan Strategi TTW dan Teknik Meneruskan Cerita melalui Media Audiovisual dengan Hasil Penelitian pada Kajian Pustaka ... 184

BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan ... 194

5.2 Saran ... 196

DAFTAR PUSTAKA ... 197


(14)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Penerapan Strategi TTW dan Teknik Meneruskan Cerita melalui

Media Audiovisual berdasarkan Pembelajaran Berbasis Teks ... 50

Tabel 2 Konversi Nilai Kompetensi Keterampilan ... 71

Tabel 3 Konversi Nilai Kompetensi Sikap ... 73

Tabel 4 Aspek Penilaian Cerita Pendek... 73

Tabel 5 Kisi-kisi Instrumen Nontes ... 77

Tabel 6 Hasil Observasi Proses Pembelajaran Menyusun Teks Cerpen Siklus I ... 90

Tabel 7 Hasil Penilaian Observasi Sikap Religius Siklus I ... 102

Tabel 8 Hasil Penilaian Observasi Sikap Percaya Diri Siklus I ... 104

Tabel 9 Hasil Penilaian Observasi Sikap Toleransi Siklus I ... 106

Tabel 10 Hasil Penilaian Observasi Sikap Gotong Royong Siklus I ... 109

Tabel 11 Hasil Penilaian Observasi Sikap Santun Siklus I ... 110

Tabel 12 Hasil Tes Menyusun Teks Cerpen Siklus I ... 112

Tabel 13 Hasil Tes Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Aspek Tema Siklus I ... 114

Tabel 14 Hasil Tes Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Aspek Alur Siklus I ... 115

Tabel 15 Hasil Tes Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Aspek Latar Siklus I .... 116

Tabel 16 Hasil Tes Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Aspek Sudut Pandang Siklus I ... 117

Tabel 17 Hasil Tes Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Aspek Tokoh dan Penokohan Siklus I ... 118

Tabel 18 Hasil Tes Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Aspek Gaya Bahasa Siklus I ... 120

Tabel 19 Hasil Tes Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Aspek Kepaduan Unsur Pembangun Cerpen Siklus I ... 121

Tabel 20 Hasil Observasi Proses Pembelajaran Menyusun Teks Cerpen Siklus II .. 128

Tabel 21 Hasil Penilaian Observasi Sikap Religius Siklus II ... 138

Tabel 22 Hasil Penilaian Observasi Sikap Percaya Diri Siklus II ... 141


(15)

xiv

Tabel 24 Hasil Penilaian Observasi Sikap Gotong Royong Siklus II ... 145 Tabel 25 Hasil Penilaian Observasi Sikap Santun Siklus II ... 147 Tabel 26 Hasil Tes Menyusun Teks Cerpen Siklus II ... 149 Tabel 27 Hasil Tes Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Aspek Tema Siklus II .. 150 Tabel 28 Hasil Tes Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Aspek Alur Siklus II .... 151 Tabel 29 Hasil Tes Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Aspek Latar Siklus II ... 152 Tabel 30 Hasil Tes Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Aspek Sudut

Pandang Siklus II ... 153 Tabel 31 Hasil Tes Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Aspek Tokoh dan

Penokohan Siklus II ... 154 Tabel 32 Hasil Tes Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Aspek Gaya

Bahasa Siklus II ... 155 Tabel 33 Hasil Tes Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Aspek Kepaduan

Unsur Pembangun Cerpen Siklus I ... 156 Tabel 34 Perbandingan Hasil Penilaian Observasi Proses Pembelajaran

Menyusun Teks Cerpen Siklus I dan Siklus II ... 161 Tabel 35 Sikap Religius Siswa dalam Mengikuti Pembelajaran Menyusun

Teks Cerpen Siklus I dan Siklus II ... 172 Tabel 36 Sikap Percaya Diri Siswa dalam Mengikuti Pembelajaran

Menyusun Teks Cerpen Siklus I dan Siklus II ... 174 Tabel 37 Sikap Toleransi Siswa dalam Mengikuti Pembelajaran Menyusun

Teks Cerpen Siklus I dan Siklus II ... 176 Tabel 38 Sikap Gotong Royong Siswa dalam Mengikuti Pembelajaran

Menyusun Teks Cerpen Siklus I dan Siklus II ... 178 Tabel 39 Sikap Santun Siswa dalam Mengikuti Pembelajaran Menyusun teks

Cerpen Siklus I dan Siklus II ... 180 Tabel 40 Rekapitulasi dan Peningkatan Nilai Rata-rata Hasil Tes


(16)

xv

DAFTAR BAGAN

Bagan 1 Struktur Teks Cerpen ... 31 Bagan 2 Tahap-tahap Strategi TTW ... 37 Bagan 3 Tahap-tahap Strategi TTW dalam Pembelajaran Menyusun Teks

Cerpen ... 49 Bagan 4 Kerangka Berpikir ... 52 Bagan 5 Siklus Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ... 54


(17)

xvi

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 1 Perbandingan Hasil Observasi Proses Pembelajaran Menyusun

Teks Cerpen Siklus I dan Siklus II ... 160 Diagram 2 Perbandingan Hasil Tes Keterampilan Menyusun Teks Cerpen


(18)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Interaksi Guru dan Siswa yang Menunjukkan Keantusiasan dan

Minat Siswa terhadap Pembelajaran Menyusun Teks Cerpen ... 93

Gambar 2 Aktivitas Diskusi Siswa Mengidentifikasi Struktur Teks Cerita Pendek ... 96

Gambar 3 Aktivitas Siswa Menyimak Tayangan Video dan Berdiskusi setelah Menyimak Tayangan Video ... 98

Gambar 4 Aktivitas Siswa Menyusun Teks Cerita Pendek ... 99

Gambar 5 Aktivitas Siswa Melakukan Refleksi pada Akhir Pembelajaran ... 100

Gambar 6 Aktivitas Siswa yang Menunjukkan Sikap Religius Siklus I ... 103

Gambar 7 Aktivitas Siswa yang Menunjukkan Sikap Percaya diri Siklus I ... 105

Gambar 8 Aktivitas Siswa yang Menunjukkan Sikap Toleransi Siklus I ... 108

Gambar 9 Aktivitas Siswa yang Menunjukkan Sikap Gotong Royong Siklus I ... 110

Gambar 10 Aktivitas Siswa yang Menunjukkan sikap Santun Siklus I ... 112

Gambar 11 Aktivitas Siswa Menunjukkan Keantusiasan dan Minat dalam Pembelajaran Menyusun Teks Cerpen Siklus II ... 131

Gambar 12 Aktivitas Diskusi Siswa Mengidentifikasi Struktur Teks Cerita Pendek Siklus II ... 133

Gambar 13 Aktivitas Diskusi Kelompok setelah Menyimak Tayangan Video Siklus II ... 134

Gambar 14 Aktivitas Siswa Menyusun Teks Cerita Pendek Siklus II ... 136

Gambar 15 Aktivitas Siswa Melakukan Refleksi pada Akhir Pembelajaran Siklus II ... 138

Gambar 16 Aktivitas Siswa yang Menunjukkan Sikap Religius Siklus II ... 140

Gambar 17 Aktivitas Siswa yang Menunjukkan Sikap Percaya Diri Siklus II ... 142

Gambar 18 Aktivitas Siswa yang Menunjukkan Sikap Toleransi Siklus II ... 144

Gambar 19 Aktivitas Siswa yang Menunjukkan Sikap Gotong Royong Siklus II ... 146


(19)

xviii

Gambar 20 Aktivitas Siswa yang Menunjukkan Sikap Santun Siklus II ... 148 Gambar 21 Perbandingan Aktivitas Siswa yang Menunjukkan Keantusiasan

dan Minat Siswa terhadap Pembelajaran Menyusun Teks Cerpen

Siklus I dan Siklus II ... 163 Gambar 22 Perbandingan Aktivitas Diskusi Siswa Mengidentifikasi Struktur

Teks Cerpen Siklus I dan Siklus II ... 165 Gambar 23 Aktivitas Siswa Menyimak Tayangan Video dan Berdiskusi

setelah Menyimak Tayangan Video Siklus I dan Siklus II ... 167 Gambar 24 Aktivitas Siswa Menyusun Teks Cerpen Siklus I dan Siklus II ... 169 Gambar 25 Aktivitas Siswa Melakukan Refleksi pada Akhir Pembelajaran


(20)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 RPP Siklus I ... 200

Lampiran 2 RPP Siklus II ... 211

Lampiran 3 Lembar Kerja Kelompok Tugas 1 Memahami Teks Cerita Pendek Siklus I ... 223

Lampiran 4 Lembar Kerja Kelompok Tugas 2 Menyusun Struktur Teks Cerita Pendek Siklus I ... 226

Lampiran 5 Lembar Kerja Kelompok Tugas 3 Menyusun Teks Cerita Pendek Siklus I ... 229

Lampiran 6 Lembar Kerja Kelompok Tugas 1 Memahami Teks Cerita Pendek Siklus II ... 233

Lampiran 7 Lembar Kerja Kelompok Tugas 2 Menyusun Struktur Teks Cerita Pendek Siklus II ... 237

Lampiran 8 Lembar Kerja Kelompok Tugas 3 Menyusun Teks Cerita Pendek Siklus II ... 241

Lampiran 9 Pedoman Observasi Proses Pembelajaran Siklus I dan Siklus II ... 246

Lampiran 10 Pedoman Penilaian Observasi Sikap religius dan Sikap Sosial Siklus I dan Siklus II ... 247

Lampiran 11 Pedoman Penilaian Keterampilan Menyusun Teks Cerita Pendek Siklus I dan Siklus II... 251

Lampiran 12 Pedoman Jurnal Guru Siklus I dan Siklus II ... 255

Lampiran 13 Pedoman Jurnal Siswa Siklus I dan Siklus II ... 256

Lampiran 14 Pedoman Dokumentasi Siklus I dan Siklus II ... 257

Lampiran 15 Hasil Observasi Proses Pembelajaran Siklus I ... 258

Lampiran 16 Hasil Observasi Proses Pembelajaran Siklus II ... 260

Lampiran 17 Hasil Nilai Sikap Religius dan Sikap Sosial Siklus I ... 262

Lampiran 18 Hasil Nilai Sikap Religius dan Sikap Sosial Siklus II ... 264

Lampiran 19 Nilai Keterampilan Menyusun Teks Cerpen Siklus I ... 266


(21)

xx

Lampiran 21 Hasil Jurnal Guru Siklus I ... 274

Lampiran 22 Hasil Jurnal Guru Siklus II ... 276

Lampiran 23 Hasil Jurnal Siswa Siklus I ... 278

Lampiran 24 Hasil Jurnal Siswa Siklus II ... 281

Lampiran 25 Hasil Tugas Kelompok Siklus I ... 284

Lampiran 26 Hasil Tugas Kelompok Siklus II ... 286

Lampiran 27 Hasil Cerita Pendek Siklus I ... 290

Lampiran 28 Hasil Cerita Pendek Siklus II... 293


(22)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kurikulum 2013 menekankan keseimbangan antara kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Kompetensi sikap berhubungan dengan penanaman karakter pada peserta didik, terdapat dua sikap penting yang ingin ditanamkan pada peserta didik. Pertama adalah sikap spiritual yang berkaitan dengan pembentukan peserta didik yang beriman dan bertakwa. Kedua adalah sikap sosial berkaitan dengan pembentukan peserta didik yang berakhlak mulia, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab.

Kompetensi pengetahuan berhubungan dengan kemampuan siswa memahami materi pelajaran, menjawab pertanyaan, dan kritis terhadap materi yang disampaikan guru. Sedangkan kompetensi keterampilan merupakan penerapan dari pengetahuan yang dimiliki peserta didik. Kompetensi keterampilan bisa berupa praktik misalnya praktik menulis dan berbicara. Ketiga kompetensi tersebut harus dikuasai siswa agar menjadi peserta didik yang menguasai soft skill

dan hardskill.

Pada kurikulum 2013 untuk tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang berbasis teks, ada beberapa jenis teks yang diajarkan yaitu teks hasil observasi, tanggapan deskriptif, eksposisi, eksplanasi, dan cerita pendek. Cerita


(23)

pendek adalah satu-satunya teks sastra yang diajarkan pada tingkat SMP. Pemilihan cerita pendek sebagai salah satu jenis teks sastra yang diajarkan dalam kurikulum 2013 cukup tepat karena dibandingkan dengan jenis prosa yang lain misalnya novel, cerita pendek memiliki bentuk yang paling pendek/singkat sehingga peserta didik akan lebih mudah memahami dan menyusunnya.

Pembelajaran menyusun teks cerita pendek membutuhkan waktu yang cukup agar peserta didik benar-benar paham dengan materi yang disampaikan. Pembelajaran menyusun teks cerita pendek meliputi memahami hakikat cerita pendek, bentuk teks cerita pendek, struktur teks cerita pendek, dan menulis atau menyusun teks cerita pendek.

Berdasarkan kurikulum 2013 pada kelas VII semester II kompetensi menyusun teks cerita pendek, terdapat pada KD 4.2 yaitu menyusun teks hasil observasi, tanggapan deskriptif, eksposisi, eksplanasi, dan cerita pendek berdasarkan berdasarkan struktur dan kaidah teks baik secara lisan maupun tertulis. Pada hakikatnya pembelajaran menyusun teks cerita pendek pada kurikulum 2013 sama dengan kurikulum sebelumya. Peserta didik harus memahami hakikat cerita pendek, bentuk teks cerita pendek, struktur teks cerita pendek, dan pada akhirnya menyusun teks cerita pendek.

Berdasarkan wawancara dengan guru mata pelajaran bahasa Indonesia kelas VII SMP N 1 Wonosobo, terdapat beberapa faktor yang membuat siswa kesulitan dalam menguasai keterampilan menyusn cerita pendek. Dari beberapa masalah yang ditemukan, peneliti fokus pada kesulitan yang dihadapi peserta didik dalam menguasai keterampilan menyusun teks cerpen. Peneliti memberikan


(24)

solusi untuk menggunakan strategi Think-Talk-Write (TTW) dan teknik meneruskan cerita melalui media audiovisual sebagai upaya peningkatan keterampilan menyusun teks cerita pendek untuk siswa kelas VII A SMP N 1 Wonosobo.

Solusi yang diberikan diharapkan dapat menyelesaikan kesulitan siswa dalam mengungkapkan ide, pikiran, gagasan, pengetahuan, dan pengalamannya dalam bentuk tulisan untuk dikembangkan menjadi teks cerita pendek. Penggunaan strategi TTW yang dikombinasikan dengan teknik meneruskan cerita dan media audiovisual membantu siswa dalam mengungkapkan ide dan gagasannya ke dalam bentuk tulisan. Siswa tidak akan merasakan kesulitan lagi dalam mengungkapkan ide dan gagasannya karena siswa tinggal meneruskan cerita pada film animasi yang telah ditayangkan. Dalam meneruskan cerita, siswa diberikan kebebasan untuk mengembangkan idenya sesuai kreatifitas yang dimiliki.

Penerapan solusi yang ditawarkan oleh peneliti tentunya disesuaikan dengan penerapan kurikulum 2013 yang berbasis teks. Dalam pembelajaran yang dilaksanakan terdapat tahapan pembelajaran berbasis teks yaitu (1) tahap pembangunan konteks (2) pemodelan teks, (3) kerja sama membangun teks, (3) kerja mandiri menciptakan teks yang sesuai model.

Strategi Think-Talk-Write (TTW) adalah strategi yang memfasilitasi latihan berbahasa secara lisan dan menyusun bahasa tersebut dengan lancar (Huda 2013:218). Strategi yang diperkenalkan oleh Huinker dan Laughlin ini pada dasarnya dibangun melalui berpikir, berbicara, dan menulis. Sesuai dengan


(25)

namanya, strategi ini mempunyai urutan think (berpikir), talk

(berbicara/berdiskusi), dan write (menulis). Strategi ini digunakan untuk mengembangkan tulisan dengan lancar dan melatih bahasa sebelum dituliskan.

Strategi yang digunakan dikombinasikan dengan teknik meneruskan cerita dan media audiovisual. Teknik meneruskan cerita merupakan suatu kegiatan yang akan meningkatkan daya imajinasi siswa sehingga dapat meningkatkan keterampilan menulis kreatif. Menurut Rahmanto (1988:116) teknik meneruskan cerita merupakan satu langkah-langkah pertahapan dalam menulis karya sastra yaitu dengan menambahkan episode khayal. Teknik meneruskan cerita bertujuan agar siswa dapat meneruskan cerita yang sudah ada sesuai dengan daya imanijasi yang dimiliki. Tulisan yang dihasilkan siswa harus sesuai dengan cerita yang telah ada sebelumnya, namun pada bagian akhir berbeda bergantung pada kreativitas siswa untuk mengakhirinya.

Salah satu cara yang baik untuk memperkenalkan teknik ini adalah dengan memberikan bahan rangsangan berupa pemutaran film yang dihilangkan bagian akhirnya. Pemilihan film sebagai bahan rangsangan harus disesuaikan dengan peserta didik. Salah satu film yang sesuai dengan peserta didik kelas VII adalah film animasi, dalam film animasi biasanya disisipkan pesan-pesan yang ingin disampikan kepada penonton. Selain itu film animasi juga dapat menarik peserta didik untuk mengikuti pembelajaran dan menghilangkan kejenuhan.

Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, peneliti memilih judul “Peningkatan Keterampilan Menyusun Teks Cerpen dengan Strategi


(26)

Think-Talk-Write (TTW) dan Teknik Meneruskan Cerita melalui Media Audiovisual pada Siswa Kelas VII A SMP N 1 Wonosobo”

1.2 Identifikasi Masalah

Seperti yang telah dijabarkan dalam latar belakang masalah, maka kaitannya dengan pembelajaran menyusun teks cerita pendek dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut.

Pertama ialah faktor siswa, siswa kurang berpengalaman dalam menyusun teks cerita pendek sehingga dibutuhkan waktu yang lama untuk menguasainya. Latihan yang rutin juga dibutuhkan siswa untuk meningkatkan keterampilan menyusun teks cerita pendek.

Kedua ialah faktor proses pembelajaran, selama proses pembelajaran guru banyak menggunakan metode ceramah, guru kurang memberikan kesempatan siswa untuk berlatih menulis cerita pendek. Selain itu, penggunaan media untuk menarik perhatian siswa jarang dilakukan dan kurang bervariasi. Waktu pembelajaran yang singkat juga menjadi masalah tersendiri bagi siswa.

Ketiga ialah faktor sikap sosial siswa, kurang adanya keberanian dari siswa untuk menyampaikan pendapat, tugas yang tidak dikerjakan sendiri, dan tidak tepat waktu dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Kurang menghargai pendapat siswa lain, ditunjukkan dengan tindakan yang tidak menyimak pendapat yang disampaikan.

Keempat ialah faktor buku teks, penerapan kurikulum yang baru membuat buku teks atau buku panduan pelajaran masih terbatas. Dalam buku teks yang


(27)

diterbitkan masih banyak contoh teks cerpen yang tidak sesuai, contoh yang diberikan cenderung lebih banyak teks dongeng bukan teks cerpen. Sehingga, membuat siswa kesulitan dalam memahami teks cerpen.

Kelima ialah faktor keterampilan siswa, siswa kesulitan dalam mengembangkan ide dalam menulis cerpen. Siswa kurang terampil dalam mengungkapkan ide, pikiran, gagasan, pengetahuan, dan pengalamannya dalam bentuk tulisan untuk dikembangkan menjadi teks cerita pendek.

1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, permasalahan yang muncul beragam. Untuk itu, perlu dilakukan pembatasan masalah agar pembahasan penelitian ini bisa fokus dan tidak meluas. Penelitian ini difokuskan pada upaya peningkatan keterampilan menyusun teks cerita pendek dengan strategi Think-Talk-Write (TTW) dan teknik meneruskan cerita melalui media audiovisual pada siswa kelas VII A SMP N 1 Wonosobo.

1.4 Rumusan Masalah

Pembelajaran bahasa Indonesia dalam kurikulum 2013 yang terkandung dalam kompetensi inti dan kompetensi dasar menekankan pada beberapa aspek yaitu (1) proses, (2) keterampilan, (4) sikap religius, dan (5) sikap sosial. Sehingga yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :


(28)

1) Bagaimanakah kualitas proses pembelajaran keterampilan menyusun teks cerita pendek dengan strategi Think-Talk-Write (TTW) dan teknik meneruskan cerita melalui media audiovisual siswa kelas VII A SMP N 1 Wonosobo?

2) Bagaimanakah perubahan sikap menghargai dan mensyukuri keberadaan bahasa Indonesia sebagai anugerah Tuhan sebagai sarana komunikasi dalam mengolah dan menyajikan informasi lisan dan tulis siswa kelas VII A SMP N 1 Wonosobo dalam mengikuti pembelajaran peningkatan keterampilan menyusun teks cerita pendek dengan strategi Think-Talk-Write (TTW) dan teknik meneruskan cerita melalui media audiovisual?

3) Bagaimana perubahan sikap jujur, disiplin, santun, toleransi, dan percaya diri siswa kelas VII A SMP N 1 Wonosobo setelah mengikuti pembelajaran peningkatan keterampilan menyusun teks cerita pendek dengan strategi

Think-Talk-Write (TTW) dan teknik meneruskan cerita melalui media audiovisual?

4) Bagaimanakah peningkatan keterampilan menyusun teks cerpen dengan strategi Think-Talk-Write (TTW) dan teknik meneruskan cerita melalui media audiovisual siswa kelas VII A SMP N 1 Wonosobo setelah mengikuti pembelajaran menyusun teks cerpen?

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan, tujuan penelitian ini adalah :


(29)

1) Mendeskripsikan kualitas proses pembelajaran keterampilan menyusun teks cerita pendek dengan strategi Think-Talk-Write (TTW) dan teknik meneruskan cerita melalui media audiovisual siswa kelas VII A SMP N 1 Wonosobo.

2) Mendeskripsikan perubahan sikap menghargai dan mensyukuri keberadaan bahasa Indonesia sebagai anugerah Tuhan sebagai sarana komunikasi dalam mengolah dan menyajikan informasi lisan dan tulis siswa kelas VII A SMP N 1 Wonosobo setelah mengikuti pembelajaran peningkatan keterampilan menyusun teks cerita pendek dengan strategi Think-Talk-Write (TTW) dan teknik meneruskan cerita melalui media audiovisual.

3) Mendeskripsikan perubahan sikap jujur, disiplin, santun, toleransi, dan percaya siswa kelas VII A SMP N 1 Wonosobo setelah mengikuti pembelajaran peningkatan keterampilan menyusun teks cerita pendek dengan strategi Think-Talk-Write (TTW) dan teknik meneruskan cerita melalui media audiovisual.

4) Mendeskripsikan peningkatan keterampilan menyusun teks cerpen kelas VII A SMP N 1 Wonosobo setelah mengikuti pembelajaran menyusun teks cerpen dengan strategi Think-Talk-Write (TTW) dan teknik meneruskan cerita melalui media audiovisual.

1.6 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoretis maupun secara praktis. Manfaat Teoretis dari penelitian ini adalah penelitian ini


(30)

diharapkan dapat bermanfaat untuk mengembangkan teori pembelajaran sehingga dapat memperbaiki kualitas pendidikan dan pembelajaran menyusun teks cerita pendek. Penelitian ini juga dapat bermanfaat untuk menambah khasanah pengetahuan mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia terutama penerapan strategi Think-Talk-Write (TTW) dan teknik meneruskan cerita melalui media audiovisual dalam pembelajaran menulis cerita pendek. Sedangkan manfaat praktis dalam penelitian ini bagi peserta didik, penelitian ini dapat meningkatkan pola belajar siswa sehingga menjadi lebih baik serta dapat meningkatkan kemampuan dan minat siswa dalam pembelajaran menyusun teks cerita pendek.

Bagi guru, penelitian ini dapat digunakan sebagai gambaran untuk meningkatkan kinerja guru terutama dalam membelajarkan kompetensi menyusun teks cerita pendek. Khususnya untuk meningkatkan keterampilan menyusun teks cerita pendek dengan strategi Think-Talk-Write (TTW) dan teknik meneruskan cerita melalui media audiovisual. Bagi sekolah, penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan acuan pelaksanaan pembelajaran menyusun teks cerita pendek yang lebih menarik dan diharapkan dapat meningkatkan prestasi dalam bidang menyusun teks cerita pendek bagi siswa.


(31)

10 BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS

2.1Kajian Pustaka

Penelitian tentang peningkatan keterampilan menulis cerita pendek sudah banyak dilakukan oleh peneliti terdahulu. Oleh karena itu, penelitian terdahulu yang berkaitan dengan topik penelitian ini digunakan sebagai acuan. Beberapa penelitian terdahulu yang cukup relevan digunakan sebagai kajian pustaka penelitian ini dilakukan oleh Ibnian (2010), Parede (2011), Ratmandani (2009), Miftahurrohim (2009), Anisa (2010), dan Nadiya (2010).

Penelitian yang dilakukan oleh Ibnian (2010) merupakan penelitian yang mengkaji tentang penggunaan teknik konsep cerita untuk meningkatkan keterampilan menulis cerita pendek pada siswa EFL kelas sepuluh. Metode yang digunakan oleh Ibnian adalah dengan memilih secara acak empat kelas dari sekolah di Amman. Dua kelas sebagai kelas eksperimen, sedangkan dua lainnya sebagai kelas kontrol. Siswa dari kelas eksperimen diberi intruksi untuk menulis cerpen menggunakan teknik konsep cerita, sedangkan kelas kontrol menggunakan metode tradisional. Tahap selanjutnya adalah dengan memberikan tes menulis cerpen pada masing-masing kelas. Waktu yang diberikan untuk menulis cerpen adalah enam puluh menit.


(32)

Hasil yang dicapai setelah dilakukan tes adalah penggunaan teknik konsep cerita memberikan dampak positif pada keterampilan menulis cerpen siswa kelas sepuluh. Peningkatan keterampilan dapat dilihat dari perbaikan organisasi penulisan, teknik penulisan, penggunaan bahasa pada menulis kreatif (kelancaran, fleksibilitas, munculnya ide baru, dan perluasan ide).

Pardede (2011) melakukan penelitian berkaitan dengan penggunaan cerita pendek untuk mengajarkan keterampilan berbahasa. Pardede menggunakan cerpen untuk mengajarkan empat keterampilan berbahasa. Metode yang digunakan adalah dengan memilih dua kelas untuk diberikan teks yang berbeda. Kelas yang pertama diberikan teks nonsastra, sedangkan kelas yang lain diberikan teks sastra yaitu cerpen.

Selanjutnya dilakukan tes pada masing-masing kelas, tes tersebut meliputi keterampilan membaca, menulis, menyimak, dan berbicara. Pada tes keterampilan membaca diberikan tiga macam soal yaitu mengisi tabel kelas kata berdasarkan teks yang sudah dibaca. Soal yang kedua adalah mengisi sinonim atau definisi dari kata yang terdapat pada teks, dan yang terakhir adalah melengkapi kalimat rumpang menggunakan sinonim kata pada soal sebelumnya.

Pada tes keterampilan menulis, siswa diberikan soal untuk menulis sebuah dialog antara seorang anak dan ayahnya. Selanjutnya dialog tersebut dikembangkan menjadi sebuah cerpen yang berisi tokoh, setting, klimaks, dan resolusi. Untuk tes keterampilan berbicara, siswa diperintahkan untuk membaca teks yang diberikan secara bergiliran. Sedangkan untuk tes menyimak, guru


(33)

membaca teks dan siswa menyimak teks yang dibacakan guru. Selanjutnya guru memberikan pertanyaan berdasarkan teks yang dibacakan.

Hasil yang dicapai dengan penggunaan cerpen adalah bertambahnya perbendaharaan kata pada keterampilan membaca, pada keterampilan menulis siswa menjadi lebih kreatif, cerpen dapat menjadi sumber belajar pada keterampilan menyimak dan berbicara.

Ratmandani (2009) dengan penelitiannya yang berjudul Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen Berdasarkan Teks Berita Melalui Model Pembelajaran Team-Assisted-Individualization (TAI) pada Siswa Kelas X 2 SMA N 1 Karanggede. Berdasarkan analisis dan Penelitian keterampilan menulis cerita pendek dengan model pembelajaran Team-Assisted-Individualization (TAI) pada siswa kelas X 2 SMA N 1 Karanggede mengalami peningkatan dari siklus I ke Siklus II sebesar 15,74% atau 24,49%. Dengan nilai rata-rata pada siklus I sebesar 64,25 % dan siklus II sebesar 79,99%.

Penelitian yang dilakukan Ratmandani memiliki persamaan dan perbedaan dengan judul yang diangkat oleh peneliti, persamaannya adalah kedua penelitian ini mengangkat topik tentang keterampilan menulis cerpen. Perbedaannya terletak pada penggunaan model dan media, selain itu kurikulum yang diterapkan juga

berbeda. Model yang digunakan Ratmandani adalah

Team-Assisted-Individualization (TAI) dengan teks berita sebagai acuan dalam menulis cerpen. Peningkatan keterampilan menulis cerita pendek pada siswa kelas X 2 SMA N 1 Karanggede diikuti perubahan perilaku belajar yang positif dari perilaku negatif. Pada siklus I siswa belum terlihat begitu aktif dalam


(34)

pembelajaran, selain itu siswa kurang tertarik dalam mengikuti pembelajaran menulis cerita pendek. Namun, pada siklus II siswa sudah terlihat lebih aktif siswa tidak ragu lagi untuk menanyakan materi yang kurang dipahami siswa juga lebih bersemangat dalam mengikuti pembelajaran.

Berkenaan dengan penggunaan strategi Think-Talk-Write (TTW), Miftahurrohim (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Penggunaan Strategi Think-Talk-Write untuk meningkatkan keterampilan menulis karangan argumentasi pada siswa Kelas X-9 SMA Nasional Pati penggunaan strategi TTW mampu meningkatkan keterampilan menulis karangan argumentasi dan dapat mengubah perilaku siswa keals X-9 SMA Nasional Pati.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah mengikuti pembelajaran menulis karangan argumentasi dengan strategi TTW, keterampilan siswa mengalami peningkatan sebesar 23,94 %. Skor rata-rata kelas pada tahap prasiklus sebesar 58,67 % dan mengalami peningkatan sebesar 16,96% menjadi 75,63 pada siklus I. Kemudian pada siklus II, skor rata-rata kelas meningkat sebesar 6,98% menjadi 82,61. Pembelajaran menulis karangan argumentasi dengan strategi TTW dapat mengubah perilaku siswa, siswa yang sebelumnya merasa kurang siap dan kurang aktif dalam pembelajaran menjadi siap dan lebih aktif mengikuti pembelajaran.

Peneliti lain yang menggunakan Think-Talk-Write (TTW) adalah Anisa (2010) dengan judul penelitian Peningkatan Keterampilan Menulis Karangan Narasi dengan Mengubah Teks Wawancara melalui Model Think-Talk-Write pada Siswa Kelas VII A SMP N 2 Cepiring. Berdasarkan hasil penelitian diketahui


(35)

bahwa keterampilan menulis karangan narasi dengan mengubah teks wawancara siswa pada tahap prasiklus sebesar 60,7 dengan kategori cukup. Setelah dilakukan tindakan melalui model TTW pada siklus I nilai rata-rata yang dicapai sebesar 66,3 dengan kategori cukup. Tindakan dan nilai rata-rata pada siklus I belum mencapai tujuan yang akan dicapai yaitu sebesar 70. Oleh karena itu peneliti melakukan tindakan siklus II.

Pada siklus II ini rata-rata yang dicapai sebesar 77,8 dengan kategori baik. Hal ini berarti mengalami peningkatan sebesar 17,1 atau 28,1 % dari prasiklus ke siklus II. Selain itu perilaku-perilaku negatif maupun yang kurang sesuai dengan prinsip-prinsip TTW mengalami perubahan ke arah positif dari siklus I ke siklus II. Dari hasil pembehasan tersebut dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan keterampilan mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi siswa kelas VII A SMP N 2 Cepiring setelah dilakukan pembelajaran mengubah teks wawancara menjadi karangan narasi dengan model TTW. Selain itu, perubahan perilaku dalam penelitian ini adalah para siswa tampak senang, lebih semangat, aktif mengikuti pembelajaran, antusias dalam bertanya, serta sangat memperhatikkan penjelasan guru.

Berkaitan dengan penelitian keterampilan menulis cerpen menggunakan strategi Think-Talk-Write (TTW) sudah dilakukan oleh Nadiya (2010) dengan judul Penggunaan Strategi Think-Talk-Write (TTW) untuk meningkatkan keterampilan menulis cerpen pada siswa kelas X 4 SMA N 1 Welahan Kabupaten Jepara. Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan dari siklus I ke siklus


(36)

II, baik berupa data tes maupun data nontes. Dari data tes dapat diketahui peningkatan nilai menulis cerpen dengan strategi TTW.

Nilai rata-rata pada siklus I mencapai 69,26. Setelah dilakukan siklus II meningkat menjadi 79,20 atau meningkat sebanyak 14,35% dari siklus I. Begitu juga dengan nilai per aspeknya yang mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. Berdasarkan data nontes yang terdiri atas observasi, hasil jurnal siswa, hasil jurnal guru, wawancara dengan siswa, dan dokumentasi foto yang diambil saat kegiatan pembelajaran berlangsung terlihat adanya perubahan perilaku siswa yang terlihat lebih tertarik, lebih serius, dan bersemangat dalam melaksanakan kegiatan menulis cerpen.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan Nadiya mempunyai beberapa kelemahan antara lain, (1) langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan tidak sesuai dengan tahap-tahap strategi TTW, (2) pada tahap think dalam strategi TTW kegiatan yang dilakukan siswa salah satunya adalah membuat catatan kecil tentang ide-ide dengan bahasanya sendiri, pada pembelajaran yang dilakukan Nadiya tahap think tidak ada kegitan tersebut, (3) Pada aspek peranan dan tugas guru dalam strategi TTW masih kurang lengkap, langkah pembelajaran yang dilakukan nadia tidak memberikan kesempatan pada siswa untuk mengemukakan ide secara lisan sesuai dengan peranan guru dalam TTW.

Keunggulan penelitian ini dari penelitian yang telah dilakukan terdahulu adalah pengembangan yang dilakukan pada strategi yang digunakan. Tahap think pada strategi TTW yang pertama adalah dengan memberikan soal pada siswa, namun pada penelitian ini pemberian soal dikembangkan menjadi penayangan


(37)

video kemudian siswa mengidentifikasi unsur-unsur pembangun cerita dalam video yang ditayangkan. Setelah itu siswa membuat catatan kecil tentang hasil identifikasi untuk dibawa ke forum diskusi kelompok. Penggunaan video adalah sebagai bahan rangsangan bagi peserta didik agar lebih mudah dalam melaksanakan pembelajaran dengan teknik yang telah dikombinasikan dengan strategi TTW.

2.2Landasan Teoretis

Teori-teori yang mendukung penelitian ini adalah (1) Hakikat cerita pendek, mencakup pengertian dan unsur pembangun cerita pendek, (2) Hakikat teks cerita pendek, mencakup pengertian teks cerpen, struktur teks cerpen, dan kaidah kebahasaan teks cerpen, (3) Hakikat menulis teks cerita pendek, mencakup pengertian menulis teks cerpen dan tahap-tahap menulis teks cerpen, (4) Strategi

Think-Talk-Write (TTW), (5) Teknik meneruskan cerita, (6) Media audiovisual, (7) Sikap religius dan sikap sosial, (8) Penerapan strategi TTW dan teknik meneruskan cerita melalui media audiovisual dalam pembelajaran menulis teks cerpen.

2.2.1 Hakikat Cerita Pendek 2.2.1.1Pengertian Cerita Pendek

Cerita pendek adalah cerita yang isinya mengisahkan peristiwa pelaku cerita secara singkat dan padat tetapi mengandung kesan yang mendalam, peristiwa itu dapat nyata atau imanjinasi (Sukirno 2010:83). Sedangkan menurut


(38)

Haryati (2011:21) cerita pendek adalah cerita yang berbentuk cerita yang berbentuk prosa yang relatif pendek. Predikat pendek di sini bukan ditentukan oleh panjang pendeknya halaman untuk mewujudkan cerita itu atau sedikitnya tokoh yang terdapat di dalamnya, melainkan disebabkan oleh ruang lingkup permasalahan yang ingin disampaikan lewat bentuk karya itu.

Zaidan Hendy (dalam Kusmayadi 2010:7) mengungkapkan bahwa cerpen adalah karya sastra berbentuk prosa yang isinya merupakan kisah pendek yang mengandung kisah tunggal. Jakob Sumardjo (dalam Kusmayadi 2010:7) mendeskripsikan cerpen sebagai cerita atau rekaan yang fiktif. Artinya bukan berupa analisis argumentasi dan peristiwanya tidak benar-benar telah terjadi serta relatif pendek. Kependekan sebuah cerpen bukan karena bentunya yang jauh lebih pendek dari novel, melainkan dari aspek masalahnya.

Batasan panjang karangan sebuah cerpen Nugroho Notosusanto (dalam Kusmayadi 2010:7) menyatakan bahwa panjang cerpen sekitar 5.000 kata atau kira-kira 17 halaman kuarto spasi rangkap. Mochtar Lubis (dalam Kusmayadi 2010:8) mengatakan umumnya panjang cerpen antara 500 sampai 30.000 kata. Sedangkan untuk cerpen-cerpen anak tentunya bisa lebih pendek lagi. Meskipun ceritanya tidak terlalu panjang kisah yang disampaikan haruslah tuntas (ada awal, tengah, dan akhir cerita).

Pendapat lain menyebutkan bahwa pedoman umum cerpen terdiri atas 2.000 kata 10.000 kata. Penggolongannya adalah sebagai berikut : cerita pendek (short story), cerita pendek yang pendek (short, short story), cerita pendek yang sangat pendek (veryshort-shortstory), cerpen yang pendek hanya terdiri atas 750


(39)

sampai 1.000 kata cerpen jenis ini biasanya disebut cerita mini. Adapun cerpen yang ditulis sampai dengan 10.000 kata bisa disebut dengan cerpan (Kusmayadi 2010:8).

Cerpen memiliki ciri yang berbeda dengan jenis prosa yang lain, ciri cerpen yang diungkapkan oleh Kusmayadi (2010:8) adalah (1) cerita pendek merupakan sebuah kisahan pendek yang dibatasai oleh jumlah kata atau halaman, (2) cerita pendek biasanya memusatkan perhatian pada peristiwa. Artinya, peristiwa yang diceritakan hanya satu (tunggal), (3) cerita pendek mempunyai satu alur, (4) latar dalam cerita pendek biasanya tunggal. Terkadang latar tidak begitu penting perannya, hanya sebagai pelengkap cerita saja karena tidak dideskripsikan secara lengkap, (5) cerita pendek memuat jumlah tokoh yang terbatas, penokohan dalam cerita pendek terfokus pada tokoh utama saja.

Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa cerita pendek adalah karya sastra berbentuk prosa yang berisi cerita mengenai seorang tokoh dan peristiwa yang dialaminya, konfliknya sederhanya dan memiliki kesan tunggal.

2.2.1.2Unsur-unsur Pembangun Cerita Pendek

Dalam cerita pendek terdapat unsur-unsur yang membangun cerita tersebut dari dalam sehingga dapat membentuk suatu cerita yang menarik dan susunan peristiwanya jelas. Unsur-unsur pembangun cerita pendek mencakupi tema, tokoh/penokohan, latar, alur, sudut pandang, gaya bahasa, dan amanat (Kusmayadi 2010:19).


(40)

a. Tema

Tema adalah pokok permasalah sebuah cerita, makna cerita, gagasan pokok, atau dasar cerita. Tema adalah gagasan sentral yakni sesuatu yang hendak diperjuangkan dalam dan melalui karya fiksi, tema suatu karya sastra dapat tersurat dan dapat pula tersirat. Disebut tersurat apabila tema tersebut dengan jelas dinyatakan oleh pengarangnya, disebut tersirat apabila tidak secara tegas dinyatakan tetapi terasa dalam keseluruhan cerita yang dibuat pengarang (Baribin 1985:59).

Suharianto (2005:17) tema adalah permasalahan yang merupakan titik tolak pengarang dalam menyusun cerita atau karya sastra tersebut, sekaligus merupakan permasalahan yang ingin dipecahkan pengarang dengan karyanya itu. Tema adalah pokok permasalahan sebuah cerita, gagasan pokok, atau dasar cerita (Kusmayadi 2010:19).

Dalam sebuah cerpen tema yang menarik sangatlah penting, dengan tema yang menarik akan membuat pembaca penasaran untuk membacanya. Sebuah tema merupakan hal yang menghubungkan cerita dari awal sampai akhir. Tokoh, alur, latar, dan unsur lainnya sangat bergantung pada tema saat penulisan sebuah cerpen. Pemilihan kata juga sangat berhubungan dengan tema, penggunaan kata-kata yang berlebihan bisa jadi akan mengaburkan inti cerita tersebut. Penceritaan yang fokus pada sebuah inti cerita, tidak melebar tanpa suatu kejelasan akan mempertegas tema yang telah ditentukan.


(41)

Dapat disimpulkan bahwa tema adalah gagasan pokok atau sentral dari keseluruhan cerita yang disampikan pengarang. Pengarang dapat menyampaikan cerita secara tersirat maupun tersurat.

b. Tokoh dan Penokohan

Tokoh menunjuk pada pelaku cerita, tokoh ialah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam cerita. Tokoh pada umunya berwujud manusia meskipun dapat juga berwujud binatang atau benda yang diinsankan (Haryati 2011:25). Sedangkan menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro 1994:165) tokoh cerita (character) adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Dapat disimpulkan bahwa tokoh merupakan pelaku dalam sebuah cerita atau bisa disebut juga bahwa tokoh merupakan individu rekaan yang mengalami peristiwa dalam cerita.

Penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh, penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro 2009:165). Sedangkan menurut Suharianto (2005:20) penokohan atau perwatakan ialah pelukisan mengenai tokoh cerita, baik keadaan lahirnya maupun batinnya yang dapat berupa pandangan hidupnya, sikapnya, keyakinannya, adat-sitiadatnya, dan sebagainya. Pendapat lain dari Stanton (dalam Baribin 1985:54) yang dimaksud perwatakan atau penokohan dalam suatu fiksi dapat dipandang dari dua segi. Pertama mengacu kepada orang atau tokoh yang bermain dalam cerita, yang kedua adalah mengacu


(42)

kepada perbauran dari minat, keinginan, emosi, dan moral yang membentuk individu yang bermain dalam suatu cerita.

Cerpen akan menarik dibaca jika pengarang bisa menciptakan tokoh yang berkarakter kuat. Penciptaan karakter dapat digali dari nama pelaku, umur, pekerjaan, tempat tinggal, penampilan, perilaku, status, status sosial, teman-temannya, obsesinya, dan hal yang dibencinya. Untuk menjaaga efektevitas cerita, sebuah cerpen sebaiknya tidak memiliki terlalu banyak tokoh. Jika terlalu banyak tokoh justu bisa mengaburkan jalan cerita.

Penggambaran watak tokoh akan lebih menarik jika tidak dituliskan terlalu detail. Penggambaran watak tokoh yang sedikit diberikan oleh pengarang akan menarik pembaca untuk lebih meresapi lagi cerpen yang dibacanya. Pembaca akan lebih memperhatikan hal-hal kecil yang dilakukan oleh seorang tokoh misalnya kebiasaan yang dilakukannya, dialog dengan tokoh lain, dan pendapat tokoh lain untuk mengetahui watak dan karakter tokoh tersebut.

Dari definisi yang telah dijabarkan di atas dapat disimpulkan bahwa tokoh adalah individu yang terlibat dalam sebuah cerpen. Tokoh dibedakan menjadi dua yaitu tokoh utama dan tokoh tambahan. Penokohan adalah penggambaran watak tokoh dalam cerpen, dalam menggambarkan watak tokoh terdapat dua metode yaitu metode langsung dan tidak langsung.

c. Latar (Setting)

Latar atau disebut juga setting adalah tempat atau waktu terjadinya cerita. Unsur cerita yang menunjukkan kepada kita di mana dan kapan kejadian-kejadian dalam cerita berlangsung disebut latar, ada pula yang menyebutnya landasan


(43)

tumpu yakni lingkungan tempat peristiwa terjadi (Kusmayadi 2010:24). Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro 2009:216) latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.

Sementara Nuryatin (2010:13) berpendapat bahwa latar adalah gambaran tentang tempat, waktu atau masa, dan kondisi sosial terjadinya cerita. Itu berarti bahwa latar terdiri atas latar tempat, waktu atau masa, dan kondisi sosial terjadinya cerita. Aminuddin (2009:66) setting adalah latar peristiwa dalam karya fiksi, baik berupa tempat, waktu, maupun peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal dan fungsi psikologis. Jadi latar atau setting menunjuk pada tempat, waktu, dan lingkungan sosial terjadinya cerita.

Menurut Kusmayadi (2010:24) secara garis besar latar cerita dapat dibagi ke dalam tiga bagian, yakni latar tempat adalah hal yang berkaitan dengan masalah geografis, latar tempat menyangkut deskripsi tempat suatu peristiwa terjadi. Latar waktu berkaitan dengan masalah sejarah (historis), mengacu pada saat terjadinya peristiwa. Latar sosial berkaitan dengan kehidupan kemasyarakatan, latar sosial merupakan lukisan status yang menunjukkan seorang atau beberapa orang tokoh dalam masyarakat yang ada di sekelilingnya. Statusnya dalam kehidupan sosial dapat digolongkan menurut tingkatannya.

Dalam penulisan cerpen pemilihan latar yang tepat akan mendukung jalannya cerita. Pilihlah latar yang berkaitan dengan tokoh dan kejadian yang terjadi. Sebuah cerpen akan lebih menarik jika latar yang dimunculkan tidak


(44)

tipikal dan tidak mudah ditebak. Pilihlah sebuah latar yang tiba-tiba bisa memunculkan konflik bagi pelakunya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa latar atau setting adalah tempat dan waktu tejadinya peristiwa dalam sebuah cerita. Latar juga dapat berarti lingkungan terjadinya cerita.

d. Alur (Plot)

Alur adalah jalinan peristiwa secara beruntun dalam sebuah prosa fiksi yang memperhatikan hubungan sebab akibat sehingga cerita itu merupakan keseluruhan yang padu, bulat, dan utuh (Suharianto 2005:18). Menurut Baribin (1985:61) alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun secara logis, dalam pengertian ini alur merupakan suatu jalur tempat lewatnya rentetan peristiwa yang tidak terputus-putus.

Stanton (dalam Nurgiyantoro 2009:113) mengemukakan bahwa plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadiannya itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan peristiwa yang lain. Menurut Forster (dalam Nurgiyantoro 2009:113) plot adalah peristiwa-peristiwa cerita yang mempunyai penekanan pada adanya hubungan kausalitas. Sedangkan menurut Kenny (dalam Nurgiyantoro 2009:113) mengemukakan plot sebgaai peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa itu berdasarkan kaitan sebab akibat.

Pendapat lain dikemukakan oleh Abrams (dalam Nurgiyantoro 2009:113) ia mengemukakan bahwa plot sebuah karya fiksi merupakan struktur


(45)

peristiwa-peristiwa, yaitu sebagaimana yang terlihat dalam pengurutan dan penyajian berbagai peristiwa tersebut untuk mencapai efek emosional dan efek artistik tertentu. Aminuddin (2009:83) alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita.

Suharianto (2005:19) berdasarkan susunannya alur dibedakan menjadi tiga yaitu alur lurus, alur sorot balik, dan alur gabungan. Alur lurus yaitu plot yang mengisahkan peristiwa-peristiwa dalam cerita bersifat kronologis. Peristiwa yang pertama diikuti atau menyebabkan terjadinya peristiwa selanjutnya. Secara runtut cerita dimulai dari tahap awal, tengah, dan akhir. Jenis plot yang kedua yaitu Plot Sorot Balik (flash-back), urutan kejadian yang dikidahkan tidak bersifat kronologis. Cerita tidak dimulai dari tahap awal, melainkan mungkin dari tahap tengah atau akhir baru kemudian tahap awal cerita dikisahkan. Yang ketiga adalah alur gabungan yaitu gabungan dari alur lurus dan sorot balik.

Dalam penulisan cerpen paragraf pertama yang menarik akan membuat pembaca penasaran untuk mengetahui apa yang akan terjadi selanjutnya. Paragraf pertama juga bisa menentukan jenis alur apa yang digunakan oleh pengarang. Pastikanlah bahwa alur dalam cerpen yang ditulis lengkap, yakni harus ada pembukaan, pertengahan cerita, dan penutup. Penutup alur yang tidak terduga akan membuat pembaca lebih penasaran, pembaca akan menebak-nebak akhir cerita yang dibacanya.


(46)

Jadi dapat disimpulkan bahwa alur adalah rangkain peristiwa yang atau keseluruhan peristiwa yang membentuk keseluruhan cerita. Menurut susunannya alur dibedakan menjadi tiga yaitu alur lurus, alur sorot balik, dan alur gabungan. e. Sudut Pandang (Point of View)

Sudut pandang adalah penempatan posisi pengarang pada cerita yang ditulisnya (Sukirno 2010:89). Menurut Kusmayadi (2010:26) sudut pandang pada dasarnya adalah visi pengarang, dalam arti bahwa ia merupakan sudut pandangan yang diambil oleh pengarang untuk melihat peristiwa dan kejadian dalam cerita, sudut pandang dipergunakan untuk menentukan arah pandang pengarang terhadap peristiwa-peristiwa di dalam cerita sehingga tercipta suatu kesatuan cerita yang utuh. Abrams (dalam Nurgiyantoro 2009:248) mengemukakan bahwa sudut pandang menyaran pada cara sebuah cerita dikisahkan. Ia merupakan cara dan atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca.

Pendapat lain dari Baribin (1985:75) sudut pandang atau pusat pengisahan adalah posisi dan penempatan diri pengarang dalam ceritanya, atau dari mana ia melihat peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam ceritanya itu. Dari titik pandangan pengarang ini pulalah pembaca mengikuti jalannya cerita dan memahami temanya. Aminuddin (2009:90) titik pandang atau sudut pandang adalah cara pengarang menampilakan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya. Dengan demikian, sudut pandang pada hakikatnya merupakan


(47)

strategi, teknik, siasat yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan ceritanya.

Dalam sebuah cerpen pengarang bisa terlibat langsung atau tidak terlibat dalam cerita. Jika pengarang ingin terlibat dalam cerpen yang ditulisnya akan lebih baik jika penulisannya bukan hanya merupakan ungkapan hati atau keresahan hati pengarang tanpa adanya konflik yang menarik. Pembaca tentu tidak akan suka dengan cerpen yang tanpa konflik.

Dari definisi yang telah dijelaskan di atas dapat disimpulkan bahwa sudut pandang adalah penempatan posisi pengarang dalam cerita. Pengarang bisa terlibat dalam cerita maupun tidak terlibat dalam cerita.

f. Gaya Bahasa

Gaya bahasa yang dimaksudkan di sini adalah tingkah laku pengarang dalam menggunakan bahasa, tingkah laku berbahasa ini merupakan sarana sastra yang amat penting (Baribin 1985:64). Menurut Kusmayadi (2010:27) gaya bahasa adalah teknik pengolahan bahasa oleh pengarang dalam upaya menghasilkan karya sastra yang hidup dan indah, pengolahan bahasa harus didukung oleh pemilihan kata (diksi) yang tepat.

Aminuddin (2009:72) mengemukakan gaya bahasa mengandung pengertian cara seorang pengarang menyampaiakan gagasannya dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca.


(48)

Dalam menulis cerpen gaya bahasa akan membuat ciri khas tersendiri bagi pengarangnya. Buatlah gaya penulisan tersendiri dalam menulis cerpen agar penulis mempunyai ciri tersendiri bagi karya-karya yang dibuatnya.

Jadi gaya bahasa adalah cara pengarang menyampaikan gagasannya melalui bahasa yang digunakan. Gaya bahasa yang digunakan pengarang satu dengan yang lainnya berbeda, karena setiap pengarang mempunyai gaya bahasa yang khas.

g. Amanat

Amanat cerpen adalah pesan moral pengarang cerpen yang ingin disampaikan kepada pembacanya agar di akhir cerita itu pembaca dapat memetik hikmah di balik peristiwa itu (Sukirno 2010:90). Kosasih (2012: 40) menyebutkan bahwa amanat merupakan ajaran moral atau pesan didaktis yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca melalui karyanya itu. Nurgiyantoro (2009:320) amanat atau moral merupakan sesuatu yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca, merupakan makna yang terkandung dalam sebuah karya, makna yang disarankan lewat cerita.

Dalam menulis sebuah cerpen tentunya pengarang ingin menyampaikan pesan kepada pembacanya. Sebuah cerpen yang baik tentunya harus mengandung ajaran-ajaran moral yang baik yang dapat dipelajari oleh pembacanya. Pesan yang akan disampaikan bisa secara langsung, misalnya melalui dialog antartokoh dalam cerita. Bisa juga disampaikan secara tidak langsung, pembaca harus lebih jeli untuk mengetahui pesan yang ingin disampaikan pengarang.


(49)

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa amanat merupakan pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca melalui cerita yang ditulisnya. Pesan tersebut dapat disampaikan secara implisit (langsung) dan eksplisit (tidak langsung).

2.2.2 Hakikat Teks Cerita Pendek 2.2.2.1Pengertian Teks Cerita Pendek

Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang berbasis teks, artinya pembelajaran yang menjadikan teks sebagai dasar. Berbagai macam teks digunakan sebagai dasar pembelajaran dalam kurikulum 2013, baik teks sastra maupun nonsastra. Teks cerpen merupakan salah satu teks yang diajarkan dalam kurikulum 2013 dan harus dikuasai siswa.

Dalam kurikulum 2013 teks tidak diartikan sebagai bentuk bahasa tulis. Mahsun (dalam Sufanti 2013:38) mengungkapkan bahwa teks itu ungkapan pikiran manusia yang lengkap yang di dalamnya ada situasi dan konteksnya. Sedangkan Maryanto (dalam Sufanti 2013:38) juga menyatakan bahwa yang dimaksud teks dalam kurikulum 2013 berbentuk tulisan, lisan, dan bahkan multimodal seperti gambar.

Hartoko dan Rahmanto (dalam Sufanti 2013:38) mendefinisikan teks sebagai urutan teratur sejumlah kalimat yang dihasilkan dan atau ditafsirkan sebagai suatu keseluruhan yang kait mengait. Kim dan Gilman (dalam Sufanti 2013:38) juga membedakan teks dengan istilah visual teks dan spoken teks,


(50)

pengertian ini mendukung pendapat bahwa teks dapat terdiri atas teks tulis dan teks lisan.

Dari beberapa definisi teks di atas dapat disimpulkan bahwa teks cerpen merupakan karya sastra yang berasal dari ungkapan pikiran seseorang berbentuk prosa, berisi cerita mengenai seorang tokoh dan peristiwa yang dialaminya, konflikya sederhana, memiliki kesan tunggal, dan bisa disampaikan secara lisan maupun tulisan.

2.2.2.2Struktur Teks Cerita Pendek

Secara sederhana struktur teks cerita pendek terdiri atas tiga bagian yaitu orientasi, bagian awal yang berisi pengenalan tokoh, latar tempat dan waktu, dan awalan masuk ke tahap berikutnya (Kemendikbud:2013).

Kedua komplikasi, pada bagian ini tokoh utama berhadapan dengan masalah (problem). Bagian ini merupakan bagian inti dari teks, masalah harus ada. Jika tidak ada masalah harus diciptakan. Dalam komplikasi disajikan berbagai peristiwa yang menimbulkan berbagai masalah, pertentangan, ataupun kesukaran-kesukaran bagi para tokohnya (Kemendikbud:2013).

Bagian terakhir yaitu resolusi, bagian ini merupakan kelanjutan dari komplikasi yaitu pemecahan masalah. Masalah harus diselesaikan dengan cara yang kreatif (Kemendikbud:2013). Struktur teks cerpen dapat dilihat dalam bagan berikut :


(51)

Struktur Teks Cerita Pendek

Orientasi Komplikasi

Resolusi Bagan 1 Struktur Teks Cerpen

Sumber : Kemendikbud (2013)

Menurut Gerot dan Wignell (1994:204) struktur teks cerita pendek terdiri atas (1) Orientasi, kumpulan adegan, tempat kejadian, dan pengenalan pelaku dalam cerita, (2) Komplikasi, peningkatan permasalahan, tingkat kegawatan mulai menanjak, (3) Resolution, masalah telah dipecahkan atau diselesaikan, bisa juga disebut sebagai peleraian.

2.2.2.3Kaidah Kebahasaan Cerita Pendek

Cerita pendek yang baik adalah cerita pendek yang lengkap tersusun atas unsur-unsur pembangunnya, seperti tokoh, penokohan, latar, dan alur. Selain itu isi cerita yang ditulis juga harus sesuai dengan tema yang diangkat. Kesesuaian isi dengan tema yang dipilih menggambarkan bahwa penulis menguasai tema cerita pendeknya.

Selain unsur pembangun cerita pendek, cerita pendek yang baik sesuai dengan unsur-unsur kebahasaan. Di antaranya adalah organisasi, kosakata, penggunaan bahasa, dan aturan penulisan atau mekanik (Kemendikbud 2013:82).


(52)

1. Organisasi

Gagasan yang disampaikan melalui cerita pendek harus komunikatif, jelas, padat, tertata dengan baik, dan memiliki urutan cerita yang logis, serta kohesif.

2. Kosakata

Cerita pendek yang baik adalah cerita pendek yang kaya akan penggunaan kosa kata, menggunakan pilihan kata dan ungkapan yang efektif, dan menguasai pembentukan kata.

3. Penggunaan Bahasa

Cerita pendek yang baik memiliki konstruksi yang kompleks dan efektif, serta memiliki sedikit kesalahan dalam penggunaan bahasa baik urutan maupun fungsi kata.

4. Aturan Penulisan atau Mekanik

Aturan penulisan atau mekanik mengupas mengenai ejaan, tanda baca, penggunaan huruf kapital, dan penataan paragraf.

2.2.3 Hakikat Menyusun Teks Cerita Pendek 2.2.3.1Pengertian Menyusun Teks Cerita Pendek

Keterampilan menyusun teks cerita pendek merupakan salah satu kompetensi dasar yang ada dalam kurikulum 2013 untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) khususnya kelas VII. Kompetensi dasar yang dimaksud adalah “menyusun teks hasil observasi, tanggapan deskriptif, eksposisi,


(53)

eksplanasi dan cerita pendek sesuai dengan struktur dan kaidah teks baik secara lisan maupun tulisan”.

Kompetensi dasar menyusun teks cerita pendek berasarkan konsepnya, sama dengan kompetensi dasar yang diterapkan pada kurikulum sebelumnya yaitu menulis cerita pendek. Tentunya sebelum menyusun teks cerita pendek, siswa terlebih dahulu harus memahami hakikat cerita pendek, mengidentifikasi unsur-unsur pembangunnya, membedakan teks cerita pendek dengan jenis teks yang lain, menangkap makna cerita pendek, kemudian baru menyusun teks cerita pendek.

Menulis merupakan salah satu keterampilan bahasa yang harus dikuasai oleh siswa, selain tiga keterampilan lain yaitu menyimak, berbicara dan membaca. Keterampilan menulis yang harus dikuasai siswa menulis ilmiah dan menulis kreatif.

Menulis kreatif adalah segenap rangkaian kegiatan seseorang

mengungkapkan gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada masyarakat pembaca untuk dipahami (Gie 2002:3). Sedangkan Sukirno (2010:3) menyatakan bahwa menulis kreatif adalah aktivitas menuangkan gagasan secara tertulis atau melahirkan daya cipta berdasarkan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan atau karangan dalam bentuk teks.

Salah satu kegiatan menulis yang termasuk menulis kreatif adalah menulis cerita pendek. Menulis cerpen merujuk pada kegiatan mengarang yang penulisannya berdasarkan pada imajinasi pengarang. Pada dasarnya cerpen merupakan pengalaman yang pernah dialami, diamati, atau didengar oleh


(54)

pengarangnya. Menulis cerpen merupakan kegiatan yang memerlukan banyak waktu, karena dalam menulis cerpen pengarang dituntut untuk banyak berimajinasi. Pengarang juga harus memikirkan unsur-unsur pembangun cerpen agar cerpen yang ditulis menjadi sebuah cerita yang utuh.

Menulis cerpen pada hakikatnya merujuk pada kegiatan mengarang, dan mengarang termasuk tulisan kreatif yang penulisannya dipengaruhi oleh hasil rekaan atau imajinasi pengarang. Pada dasarnya cerpen merupakan cerita pengalaman yang pernah dialami, diamati, atau didengar oleh pengarangnya. Namun pada kenyatannya menulis cerita pengalaman pun tidak semudah yang dibayangkan, banyak hambatan yang sering dialami. Menulis cerpen merupakan kegiatan yang memerlukan banyak waktu, karena dalam menulis cerpen pengarang dituntut untuk banyak berimajinasi.

Pengarang harus memikirkan unsur-unsur pembangun agar cerpen yang ditulis menjadi sebuah cerita yang utuh. Unsur-unsur pembangun cerpen yang harus diciptakan pengarang antara lain tema, alur, tokoh dan penokohan, latar, dan amanat. Cerpen akan menarik untuk dibaca jika pengarang mampu menciptakan tokoh yang berkarakter kuat, karakter tokoh yang kuat harus didukung dengan latar yang sesuai. Selain tokoh dan latar, hal lain yang dapat membuat cerpen menjadi lebih menarik adalah konflik yang ada di dalamnya. Pengarang harus mampu membuat dan mengakhiri konflik yang dapat memuaskan pembaca.


(55)

2.2.4 Strategi Think-Talk-Write (TTW)

Think-Talk-Write (TTW) adalah strategi yang memfasilitasi latihan berbahasa secara lisan dan menulis bahasa tersebut dengan lancar. Strategi yang diperkenalkan pertama kali oleh Huinker dan Laughlin ini didasarkan pada pemahaman bahwa belajar adalah perilaku sosial. Strategi TTW mendorong siswa untuk berpikir, berbicara, dan kemudian menuliskan suatu topik tertentu. Strategi ini digunakan untuk mengembangkan tulisan dengan lancar dan melatih bahasa sebelum dituliskan. Strategi TTW memperkenankan siswa untuk mempengaruhi dan memanipulsi ide-ide sebelum menuangkannya dalam bentuk tulisan, juga membantu siswa dalam mengumpulkan dan mengembangkan ide-ide melalui percakapan terstruktur.

Alur kemajuan strategi TTW dimulai dari keterlibatan siswa dalam berpikir atau berdialog dengan dirinya sendiri setelah proses membaca, selanjutnya berbicara dan membagi ide (sharing) dengan temannya sebelum menulis. Suasana seperti ini lebih efektif jika dilakukan dalam kelompok heterogen dengan 3-5 siswa. dalam kelompok kecil ini siswadiminta membaca, membuat catatan kecil, menjelaskan, mendengar, dan membagi ide bersama teman kemudian mengungkapkannya melui tulisan. Sebagaimana namanya, strategi ini memiliki sintak sesuai dengan urutan di dalamnya, yakni think

(berpikir), talk (berbicara/berdiskusi), dan write (menulis). a. Tahap 1 :Think

Siswa membaca teks berupa soal (kalau memungkinkan dimulai dengan soal yang berhubungan dengan permasalahan sehari-hari atau kontekstual). Pada


(56)

tahap ini siswa secara individu memikirkan kemungkinan jawaban (strategi penyelesaian), membuat catatan kecil tentang ide-ide yang terdapat pada bacaan, dan hal-hal yang tidak dipahami dengan menggunakan bahasanya sendiri.

b. Tahap 2 : Talk

Siswa diberi kesempatan untuk membicarakan hasil penyelidikannya pada tahap pertama. Pada tahap ini siswa merefleksikan, serta menguji (negosiasi, sharing) ide-ide dalam kegiatan diskusi kelompok. Kemajuan komunikasi siswa akan terlihat pada dialognya dalam berdiskusi, baik dalam bertukar ide dengan orang lain ataupun refleksi mereka sendiri yang diungkapkannya kepada orang lain.

c. Tahap 3 : Write

Pada tahap ini siswa menuliskan ide-ide yang diperolehnya dari kegiatan tahap pertama dan kedua. Tulisan ini terdiri atas landasan konsep yang digunakan, keterkaitan dengan materi sebelumnya, strategi penyelesaian, dan solusi yang diperoleh.

Menurut Silver dan Smith (dalam Yamin 2012:90) peranan dan tugas guru dalam usaha mengefektifkan penggunaan strategi TTW adalah mengajukan dan menyediakan tugas yang memungkinkan siswa terlibat secara aktif berpikir, mendorong dan menyimak ide-ide yang dikemukakan siswa secara lisan dan tertulis dengan hati-hati, mempertimbangkan dan memberi informasi terhadap apa yang digali siswa dalam diskusi, serta memonitor, menilai, dan mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif. Tugas yang disiapkan diharapkan dapat menjadi pemicu


(57)

siswa untuk bekerja secara aktif, seperti soal-soal yang memiliki jawaban divergen atau open-ended task.

Untuk mewujudkan pembelajaran yang sesuai dengan harapan di atas, pembelajaran sebaiknya dirancang sesuai dengan langkah-langkah berikut ini : a. Siswa membaca teks dan membuat catatan dari hasil bacaan secara individual

(think), untuk dibawa ke forum diskusi

b. Siswa berinteraksi dan berklaborasi dengan teman satu grup untuk membahas isi catatan (talk). Dalam kegiatan ini mereka menggunakan bahasa lisan dan kata-kata mereka sendiri untuk menyampaikan ide-ide dalam diskusi. Pemahaman dibangun melalui interaksi dalam diskusi, karena itu diskusi diharapkan dapat menghasilkan solusi atas soal yang diberikan

c. Siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang memuat pemahaman dan komunikasi dalam bentuk tulisan (write)

Kegiatan akhir pembelajaran adalah membuat refleksi dan kesimpulan atas materi yang dipelajari. Sebelum itu dipilih satu atau beberapa orang siswa sebagai perwakilan kelompok untuk menyajikan jawaban, sedangkan kelompok lain diminta memberikan tanggapan.


(58)

Tahap-tahap Strategi Think-Talk-Write ditunjukkan oleh bagan berikut : Bagan 2 Tahap-tahap Strategi Think-Talk-Write

Sumber : Yamin (2012:89)

2.2.5 Teknik Meneruskan Cerita

Teknik meneruskan cerita merupakan suatu kegiatan yang akan meningkatkan daya imajinasi siswa sehingga dapat meningkatkan keterampilan menulis kreatif. Menurut Rahmanto (1988:116) teknik meneruskan cerita

Guru

Situasi Masalah

WRITE THINK

TALK

Membaca Teks dan Membuat Catatan Secara

Individual

Interaksi dalam Kelompok untuk Membahas Isi

Catatan

Konstruksi Pengetahuan Hasil dari Think dan Talk


(59)

merupakan satu langkah-langkah pertahapan dalam menulis karya sastra yaitu dengan menambahkan episode khayal. Satu cara yang baik untuk memperkenalkan latihan ini dengan memberikan bahan rangsangan pemutaran film yang dihilangkan bagian akhirnya. Sebagai tambahan untuk antusiasme dan menghilangkan kejenuhan, siswa dapat diminta untuk membacakan episode baru hasil ciptaannya sementara yang lain mendengarkan.

Menurut Suyatno (2004:34) dari teknik meneruskan cerita diperoleh kemampuan siswa dalam melengkapi ide atau gagasan secara baik dalam sebuah tulisan melalui penambahan beberapa paragraf. Tujuannya agar siswa dapat mengakhiri cerita dengan benar dan runtut berdasarkan cerita yang sudah ada, dengan daya kreatif dan imajinasi yang dimiliki siswa.

Langkah-langkah penerapan teknik meneruskan cerita dalam pembelajaran menulis cerpen adalah :

a. sebelum meneruskan cerita siswa harus memperhatikan pemutaran film yang sudah dipotong,

b. dalam meneruskan cerita siswa harus melengkapi lanjutan cerita tersebut secara utuh, cerita lanjutan tersebut harus diselesaikan sampai endingnya, c. cerita lanjutan yang ditulis siswa harus ada kaitannya dengan cerita

sebelumnya, jalan cerita lanjutan tidak boleh menyimpang dari jalan cerita yang telah ditayangkan.

Kelebihan teknik ini antara lain mempermudah siswa dalam menulis cerpen, merangsang untuk berpikir cepat dan menumbuhkan rasa ingin tahu


(60)

sehingga hati dan pikiran tergerak untuk menulis. Melatih daya imajinasi siswa serta kepekaan siswa dalam mengembangkan sebuah ide yang ada dalam setiap pemikiran siswa. Siswa dapat leluasa menambahkan tokoh atau latar dalam cerita lanjutan yang ditulis. Teknik ini juga dapat merangsang berpikir cepat, maksudnya dengan cerita yang sudah dibaca sebelumnya dan sekaligus tokoh-tokoh yang sudah ada, mereka tidak perlu berlama-lama untuk memikirkan apa yang akan mereka tulis sehingga proses berpikirnya lebih cepat dibanding harus menuliskan sendiri dari awal.

Kelemahan dari teknik meneruskan cerita adalah hanya ada satu ide pokok yang bisa dikembangkan siswa, karena lanjutan cerita yang ditulis harus sesuai dengan cerita yang telah ditayangkan. Antara satu siswa dengan siswa yang lain bisa memiliki kesamaan ide, sehingga membuat cerita lanjutan yang ditulis memiliki jalan cerita dan akhir yang sama. Kurang adanya variasi cerita lanjutan yang ditulis siswa karena karena kesamaan ide.

2.2.6 Media Audiovisual

Media audiovisual merupakan media pembelajaran yang pemakaiannya dilakukan dengan cara diproyeksikan melalui arus listrik dalam bentuk suara (radio, tape recorder) dan media yang diproyeksikan ke layar monitor dalam bentuk gambar dan suara (televisi, video, film). Media audiovisual yang dimaksud adalah media yang dapat didengar sekaligus dilihat/disajikan. Menurut Sanaky

(2013:119) media audiovisual adalah seperangkat alat yang dapat


(61)

audiovisual ini membutuhkan alat bantu player atau alat yang dapat menampilkan gambaran film yang digunakan. Media ini dapat menambah minat siswa dalam belajar karena siswa dapat menyimak sekaligus melihat gambar.

Rohani (2006:97) mengemukakan bahwa media audiovisual adalah media intruksional modern yang sesuai dengan perkembangan zaman (kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi), meliputi media yang dapat dilihat, didengar, dan yang dapat dilihat dan didengar. Media audiovisual adalah adalah media yang dapat mengkomunikasikan informasi lewat lambang verbal, visual, dan gerak. Informasi yang dikomunikasikan dengan cara itu akan lebih konkret sehingga lebih mudah terserap penerima informasi. Sebagai media pengajaran, media audiovisual ini sangat sesuai melatih keterampilan menyimak, berbicara, dan mengarang/menulis.

Media audiovisual membutuhkan perangkat lain untuk menggunakannya, salah satunya adalah dengan cara diproyeksikan melalui layar monitor. Selain monitor alat bantu yang lain adalah player atau alat bantu yang dapat menampilkan gambaran film atau video yang digunakan. Pemanfaatan media ini harus didukung dengan alat bantu lain agar maksimal dalam penggunaannya sebagai media pembelajaran.

Media audiovisual yang digunakan dalam penelitian ini adalah film animasi, film animasi adalah film yang merupakan hasil pengolahan gambar tangan menjadi gambar yang bergerak. Animasi merupakan suatu hasil dari proses obyek-obyek yang digambarkan atau divisualisasikan tampak hidup. Dalam film animasi proses memberikan kehidupan bukan hanya dari pergerakan objeknya


(62)

saja melainkan penambahan watak dan karakter tokoh, emosi, dan ekspresi tokoh akan membuat objek menjadi lebih hidup.

Film animasi yang dipilih berjudul Sahabat Pemberani, film animasi tersebut merupakan film animasi buatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai antikorupsi pada anak. Film yang berisi nilai-nilai kebaikan dalam kehidupan sehari-hari ini, disampaikan melalui tiga tokoh utama yang dihadirkan. Ketiga tokoh utama tersebut akan mengajarkan nilai-nilai persahabatan, kejujuran, kedisiplinan, dan bertanggung jawab.

Film Sahabat Pemberani dipilih karena dalam film tersebut banyak nilai-nilai kebaikan yang dapat diambil diantaranya, persahabatan, kejujuran, kedisiplinan, dan tanggung jawab. Film ini juga dapat digunakan sebagai media untuk pencegahan korupsi sejak dini dengan membangun karakter anak yang berintegritas. Film ini juga cocok digunakan sebagai media pembelajaran pada kelas VII karena ceritanya yang sederhana dan mudah dipahami.

Media video atau film yang digunakan memiliki beberapa kelebihan dan kelamahan, kelebihan media video atau film menurut Sanaky (2013:123) antara lain :

a. menyajikan objek belajar secara konkret atau pesan pembelajaran secara realistik, sehingga sangat baik untuk menambah pengalaman belajar

b. sifatnya yang audio visual, sehingga memiliki daya tarik tersendiri dan dapat menjadi pemicu untuk belajar

c. sangat baik untuk pencapaian tujuan belajar psikomotorik d. dapat mengurangi kejenuhan belajar


(1)

(2)

(3)

293


(4)

(5)

(6)

Lampiran 29

Daftar Nama Siswa Kelas VII A

No NIS L/P NAMA KET

1 14812 L Abdillah Zaky Akhsani R1

2 14813 L Affan Sandhy Adinata R2

3 14814 P Aisya Nur Fadia R3

4 14815 P Anindita Ayu Nugraheni R4

5 14816 P Aureliqa Amanda Putri Prasetya R5

6 14817 L Bagus Rayhan Widya Pratama R6

7 14818 L Cattra Nurul Hakima Al Mumtaza R7

8 14819 L Daffa Fadhel Muwaffaq R8

9 14820 L Diengga Sandy Yudistira R9

10 14821 P Elsa Amalia Syah R10

11 14822 P Essa Prastika Maharany R11

12 14823 L Faizal Oktaryan R12

13 14824 L Fajarul Haq Finjatuna R13

14 14825 L Fredy Harkam Prakosa R14

15 14826 L Gladera Wedpavica Zealtito Zulfan R15

16 14827 P Ismi Kun Nur Azizzah R16

17 14828 L Mahendra Prasetya Aji R17

18 14829 P Maria Ulfa Chasanah R18

19 14830 P Nabila Luthfiananda R19

20 14831 P Nila Rafika R20

21 14832 P Nilam Mustika Ratri R21

22 14833 P Ninasapti Al Wiwi R22

23 14834 P Novia Candrika Rasista R23

24 14835 P Nurhani Pratiwi R24

25 14836 P Profita Permatasari Dewi R25

26 14837 P Qoni Zahira Utami R26

27 14838 P Sakinah R27

28 14839 P Sekar Arumadita Nirmalasari R28

29 14840 P Shufi Aulia R29

30 14841 L Yohanes A Deo Bhagas C B R30

31 14842 P Zahra Dewi Permatasari R31


Dokumen yang terkait

PENGARUH PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN THINK-TALK-WRITE (TTW) TERHADAP KEMAMPUAN MENGANALISIS CERPEN

3 21 111

“Pengaruh Pembelajaran Think-Talk-Write Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa”.

0 5 247

Meningkatkan hasil belajar IPA melalui pembelajaran kooperatif tipe think talk write (ttw) pada siswa kelas IV Mi Al Ishlahat Jatiuwung Kota Tangerang

0 10 0

Perbedaan hasil belajar ekonomi siswa dengan menggunakan metode pembelajaran TTW (Think Talk Write) dan model pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) di SMA Nusa Putra Tangerang

1 6 154

Pengaruh strategi pembelajaran think-talk write (TTW) tehadap hasil belajar fisika siswa : kuasi eksperimen di SMA Negeri 3 Rangkasbitung

2 16 103

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENYUSUN TEKS DESKRIPSI MENGGUNAKAN PENDEKATAN SCIENTIFIC MELALUI METODE THINK TALK WRITE DENGAN MEDIA AUDIO VISUAL PADA PESERTA DIDIK KELAS VII B SMP MARDISISWA 1 SEMARA

1 10 250

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS PARAGRAF ARGUMENTASI DENGAN MODEL THINK TALK WRITE (TTW) BERBANTUAN TEKS WAWANCARA TOKOH BERTEMA LINGKUNGAN PADA SISWA KELAS VII A SMP NEGERI 4 KUDUS

3 34 231

Pengaruh Strategi Think Talk Write terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa pada Konsep Pernapasan pada Manusia

0 15 243

Pengaruh Strategi Think-Talk-Write (TTW) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa : studi ekperimen di MTsN 19 Pondok Labu Jakarta Selatan

0 5 225

PENINGKATAN KETERAMPILAN MENCERITAKAN KEMBALI ISI CERPEN DENGAN STRATEGI THINK TALK WRITE PADA SISWA KELAS IX A SMP NEGERI 2 JATIKALEN NGANJUK.

4 46 186