Peta Kemiskinan ETNIK BATAK DAN SUKU BATAK TOBA SEBAGAI IDENTITAS

85 Sihotang dalam penelitiannya mengambil sampel penelitian di empat desa yaitu dua desa di Kecamatan Sipoholon seperti Desa Tapian Nauli dan Desa Hutaraja Hasundutan, kemudian dua desa di Kecamatan Tarutung yaitu Desa Sihujur dan Desa Sitampurung, di Kabupaten Tapanuli Utara. 56 Unsur-unsur yang menjadi bahan penelitian Sihotang adalah dari aspek: Pemetaan faktor sumber daya manusia, potensi wilayah, sarana dan prasarana, sistim produksi tanaman pangan secara khusus dan sistim pertanian secara umum, penelaahan persoalan ketahanan pangan; peranan pranata sosial, dan mekanisme pemasaran. Salah satau bagian yang disorot dalam penelitian Sihotang di Tapanuli Utara adalah mengenai besarnya jumlah anggota dalam satu keluarga yang rata-rata sebanyak 6,23 jiwa. Dampak yang diakibatkan di satu sisi adalah memperkecil pendapatan perkapita, dan sebaliknya bila jumlah ini dijadikan sebagai potensi maka dapat memberikan ketersediaan tenaga kerja yang cukup besar. Ketersediaan tenaga kerja pertahun pada keempat desa penelitian adalah sebanyak 1.768,66 - 1.989,72, namun dalam kenyataannya yang diberdayakan hanya di sekitar 43,92-52,38 porsen saja, sehingga sumbangan dari sisi potensi tenaga kerja tetap tidak bisa menunjang produktifitas yang memadai di empat desa penelitian tersebut. 57 Dengan melihat luasan lahan dan jumlah tenaga kerja yang tersedia dalam keluarga petani di desa penelitian, dapat disimpulkan bahwa potensi sumber daya fisik khususnya lahan dan tenaga kerja 56 Sihotang,Toga P.1996.Analisa Penyebab Masalah Kemiskinan Di Kabupaten Tapanuli Utara.Studi Kasus: Dua Desa di Kec. Sipoholon dan Dua Desa di Kec.Tarutung, Medan. Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. p. 2 57 Ibid. p.2. 86 manusia merupakan potensi yang besar untuk dimanfaatkan dalam rangka penanggulangan kemiskinan. Namun kendala besar yang dihadapai dalam pelaksanaannya adalah karena keterbatasan modal, pengetahuan serta ketrampilan petani yang sangat terbatas, sehingga potensi yang tersedia tidak dapat dimanfaatkan secara optimal. Ditambah lagi kendala transportasi dan pemasaran hasil bumi dengan mata rantai yang cukup panjang yang dilakukan oleh pedagang pengumpul dari Desa, ke Kecamatan dan ke Kabupaten. Dengan mata rantai yang panjang tersebut akan mengakibatkan tingginya biaya transportasi yang berdampak pada rendahnya pendapatan para petani. Adapun standar yang dijadikan sebagai batas garis kemiskinan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh BPS-1992 adalah Rp 255.500 per kapita per tahun. Sedangkan standad Bank Dunia menetapkan penghasilan Rp 730.000 per kapita per tahun. Dengan merujuk pada dua standar penetapan garis kemiskinan, baik secara Nasional dan Internasional, menunjukkan bahwa penduduk di ke-empat desa penelitian Sihotang di Tapanuli Utara yang hanya berpenghasilan Rp 174.314 per kapita per tahun, disimpulkan bahwa penduduk di Tapanuli Utara memang benar-benar masuk dalam kategori sangat miskin. 58 Untuk mendekatkan ke batas garis kemiskinan yang distandardkan oleh BPS maka Tapanuli Utara harus melipatgandakan potensinya paling sedikit dua kali lipat ukuran BPS Nasional dan empat kali lipat standar Bank Dunia. 58 Ibid.p.2. 87 Adalah suatu kenyataan bahwa Tapanuli Utara pernah mendapat predikat ‘Tapanuli Peta Kemiskinan’ Sinar Harapan, Juni 1984. Predikat itupun diabadikan oleh Jack Marpaung dalam sebuah lagu yang sama judulnya, ‘Tapanuli Peta Kemiskinan’ 2008. Dari hasil penelitian Toga Sihotang membuktikan bahwa sampai pada saat penelitian dilakukan 1966 kemiskinan di Tapanuli Utara masih menjadi kenyataan. Berdasarkan data BPS Survey Sosial Ekonomi Nasional 2005-2007 sebagai data acuan Hendra, dari 28 kabupatenkota yang terdapat di Propinsi Sumatera Utara hanya 6 kabupatenkota yang jumlah penduduk miskinnya dibawah 10 persen sedangkan selebihnya jumlah penduduk miskinnya masih berada di atas 10 persen. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak daerah-daerah di Propinsi Sumatera Utara yang bermasalah terhadap tingkat kesejahteraan masyarakatnya. 59 Dalam tabel 3.1. Persentase penduduk miskin P0 kabupatenkota Propinsi Sumatera Utara tahun 2005 – 2007 yang ditampilkan Hendra, terlihat bahwa Kabupaten Tapanuli Utara menunjukkan persentase tingkat kemiskinan 21,8 pada tahun 2005, 21,73 pada tahun 2006, dan 20,06 pada tahun 2007. Meskipun terlihat adanya kecenderungan penurunan jumlah orang miskin namun hasilnya masih sangat kecil. 60 59 Hendra, Roy. 2010. Determinan Kemiskinan Absolut Di KabupatenKota Propinsi Sumatera Utara Tahun 2005-2007, Program Studi: Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, Jakarta, Universitas Indonesia, p. 11. 60 Ibid.p.40 88 Tabel 3.1. Persentase penduduk miskin P kabupatenkota Propinsi Sumatera Utara tahun 2005 – 2007. 61 Persentase Penduduk Miskin KabupatenKota 2005 2006 2007 Kabupaten 1. Nias 2. Mandailing Natal 3. Tapanuli Selatan 4. Tapanuli Tengah 5. Tapanuli Utara 6. Toba Samosir 7. Labuhan Batu 8. Asahan 9. Simalungun 10. Dairi 11. Karo 12. Deli Serdang 13. Langkat 14. Nias Selatan 15. Humbang Hasundutan 16. Pakpak Barat 17. Samosir 18. Serdang Bedagai 19. Batu Bara 20. Padang Lawas Utara 21. Padang Lawas Kota 22. Sibolga 23. Tanjung Balai 24. Pematang Siantar 25. Tebing Tinggi 26. Medan 27. Binjai 28. Padang Sidempuan 30,8 21,5 20,41 30,16 21,8 18,99 12,98 13,29 17,09 19,54 17,68 6,3 20,98 38,84 20,42 25,18 23,13 10,53 x x x 11 13,92 10,96 10,85 7,06 6,93 11,35 36,19 20,40 24,17 31,26 21,73 17,85 14,20 13,38 19,39 22,16 20,96 6,29 19,65 37,66 22,14 23,67 30,59 12,34 x x x 10,09 12,51 12,07 10,42 7,77 6,38 12,22 31,75 18,74 20,33 27,47 20,06 15,28 12,33 13,17 14,84 15,82 14,47 5,67 18,23 33,84 18,84 22,42 22,76 11,84 17,89 x x 9,73 11,52 9,46 9,67 7,17 5,72 10,92 Sumatera Utara 14,68 15,66 13,90 Sumber: BPS Survey Sosial Ekonomi Nasional 2005-2007. 61 Ibid. 89 Dalam keterangan yang dikemukana Roy Hendra yang dimaksud dengan kemiskinan absolut adalah seberapa jauh perbedaan antara tingkat pendapatan seseorang dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar pangan, papan, sandang. Tingkat pendapatan minimum merupakan pembatas antara keadaan miskin dengan tidak miskin. Sedangkan pada tahun 1976 International Labor Organization ILO menggunakan ukuran kebutuhan pokok, pangan, papan, sandang dan fasilitas umum seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, air bersih dan transportasi sebagai dasar taraf hidup masyarakat miskin . Dengan belum terpenuhinya kebutuhan yang paling dasar, maka Kabupaten Tapanuli Utara masih masuk dalam kategori miskin absolut. 62 Seperti kesimpulan Toga Sihotang dalam penelitiannya, Tapanuli Utara yang hanya berpenghasilan Rp 174.314 per kapita per tahun, yang seharusnya oleh BPS-1992 ditetapkan Rp 255.500 per kapita per tahun sehingga disimpulkan bahwa penduduk di Tapanuli Utara masuk dalam kategori sangat miskin. 62 Ibid p. 20. 90

Bab III LAGU BATAK TOBA POPULER

Pada Bab III akan dibahas mengenai musik Batak Toba populer, yang menyangkut unsur musik tradisional dan perkembangan ke musik populer. Pembahasan akan dibagi dalam beberapa topik sesuai dengan perkembangan lagu Batak secara periodik, yang disesuaikan dengan era kepopulerannya. 1. Lagu Batak Toba Populer Era-sebelum 70-an: Akan dibahas mengenai bagaimana pengaruh musik dalam pembentukan musik pada era berikutnya. Dari beberapa musisi yang berpengaruh pada era ini, akan diambil dua musisi Batak yang mempunyai peran penting dalam perubahan musik populer Batak yaitu: Nahum Situmorang dan Tilhang Gultom. Kedua musisi ini telah memberi landasan dan memberi corak musik Batak populer yang menjadi acuan untuk perkembangan musik di era-setelah 70-an. 2. Lagu Batak Toba Populer Era-setelah 70-an: Era-setelah 70-an adalah menjadi era kedua yang sangat penting dalam perkembangan musik Batak Toba. Karena pada era ini, semakin banyak orang Batak menjadi seniman musik, baik sebagai pencipta lagu maupun sebagai penyanyi. Perubahan pada musik terjadi pada instrumen yang tidak lagi hanya menggunakan alat musik tradisional seperti, taganing, hasapi dan suling, tetapi sudah semakin luas penggunaan alat musik elektronik seperti gitar listrik, drum set, dan keyboard. Era-setelah 70-an ini juga banyak terlahir teks-teks lagu yang menyuarakan keprihatinan mengenai kemiskinan, putus sekolah dan merantau.3. Isi Syair Lagu Mengisahkan Pengalaman Hidup: Seperti pada perkembangan musik-musik populer lainnya, isi teks lagu semakin bervariasi dengan munculnya kisah-kisah hidup yang menjadi isi teks lagu. Tidak hanya sekedar di seputar lagu percintaan, atau keindahan 91 alam, tetapi munculnya teks-teks lagu yang mengungkapkan kisah perjuangan karena kemiskinan, perjuangan sekolah anak-anak, anak yang putus sekolah, dan merantau. 4. Lagu Batak Populer dan Suara Perjuangan: Peran lagu Batak menjadi penting mengingat kisah hidup dalam perjuangan orang Batak yang dilukiskan dalam teks-teks lagu. Lagu yang menyuarakan perjuangan, yang mengisahkan bagaimana mencapai kesuksesan telah ditopang oleh ideologi 3H. Melalui ideologi ini banyak orang Batak mendapat inspirasi untuk memperjuangkan anak-anak mereka baik melalui pendidikan maupun melalui usaha mendapatkan pekerjaan. Penggunakan istilah lagu dan bukan musik pada judul tesis adalah untuk mempersempit lingkup bahasan pada melodi dan syair. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diberi arti: lagu 1 melodi dan syair 1. ragam suara yang berirama dalam bercakap, bernyanyi, membaca. 2. Nyanyian. Sedangkan musik 2 dalam arti ke 2 adalah nada atau suara yang disusun demikian rupa sehingga mengandung irama, lagu, dan keharmonisan terutama yang menggunakan alat-alat yang dapat menghasilkan bunyi- bunyi itu. Dengan alasan ini maka pembahasan lebih diutamakan pada melodi dan isi syair lagu yang ada kaitannya dengan judul tesis: Ideologi 3H dalam Lagu Batak Populer sebagai Modal Perjuangan Orang Batak Toba. 1 Tim Redaksi KBBI. 1994. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi kedua. Jakarta, Balai Pustaka. p. 552. 2 Ibid. p. 676.