3. Pemaknaan Kekerasan Simbolik dalam Dalihan Natolu
                                                                                202
misalnya  kebudayaan  terhadap  kelompok  atau  kelas sedemikian  rupa  sehingga  hal  itu dialami sebagai sesuatu yang sah”.
66
Namun  bila  diperhatikan  dari  teks  dalam  syair-syair  lagu  Batak  populer  yang sudah  dibahas BAB  III maka  modal-modal  yang  sama  juga  dipertarungkan  oleh
keluarga-keluarga  Batak  di  arena.  Namun  kemudian  pertanyaan  yang  akan  muncul adalah:  Apakah  dengan  kepemilikan  modal-modal  tersebut  seorang  Batak  akan  berada
pada dominasi kekuasaan? Jawabnya dapat didasarkan atas konsep sistem berdemokrasi orang  Batak  dalam Dalihan  Datolu
67
sebagai hula-hula,  dongan  tubu,  dan boru,  yang mengatur  kekuasaan  seseorang.  Modal-modalnya  diperjuangkan  melalui  modal  dasar
ideologi 3H, sedangka praktik kekuasaannya diatur dalam ruhut-ruhut paradaton aturan adat. Namun,  makna  modal  simbolik  yang  ada  dalam  sistem dalihan  natolu sebagai
“pemaksaan” sistem simbolisme dan makna, diterima sebagai sesuatu  yang adil. Hal ini bisa terjadi karena sistem kedudukan dalam dalihan natolu dapat dipertukarkan sehingga
orang Batak tidak pernah merasa direndahkan meskipun mereka pada kedudukan sebagai Boru.  Pada  kesempatan dan pelaksanaan  adat  yang  lain seseorang  yang  berapa  pada
kedudukan  sebagai boru, dapat  saja  berubah  kedudukan  sebagai hula-hula untuk  marga yang lain. Sehingga dengan pandangan aturan adat seperti ini, orang Batak tidak pernah
merasa selalu berada posisi atau kedudukan  yang rendah, karena pada kesempatan  yang
66
Jenkins, Richard.1992. Pierre Bourdieu Routledge, London, ditejemahkan oleh Nurhadi. 2010. Membaca Pikiran Pierre Bourdieu, Kreasi Wacana Offset, Bantul. p. 157.
67
Lihat penjelasan pada Bab II. 6. Dalihan Natolu, p. 68-75.
203
lain  sangat  mungkin  kedudukannya  berubah  di tempat  yang  terhormat  sebagai hula- hula.
68
4. 4. Lagu Batak Toba Bermuatan Ideologi
Mengamati peran ideologi 3H yang begitu besar dalam kehidupan kultural orang Batak, maka peneliti merasa sangat penting untuk mengangkat dan melibatkan syair lagu yang
memuat  ideologi. Meskipun isi  syair  lagu-lagu menyuarakan  keprihatinan  dan  gerakan perjuangan untuk meraih cita-cita membuat orang Batak masih tetap suka mendengarkan
lagu-lagu yang bernuansa kesedihan. Dalam mengekspresikan perjuangan tersebut, orang Batak memiliki cukup banyak lagu  yang menyuarakan hal-hal tersebut, dan beberapa di
antaranya diangkat dalam tesis ini. Lagu-lagu  sangat  berperan  dalam  pelestarian  nilai-nilai  dan  ideologi  dalam
masyarakat  Batak  Toba.  Isi  lagu  selalu  diajarkan  secara  persuasif  melalui  perhelatan acara-acara  adat,  baik  dengan  kata-kata  secara  langsung  maupun  secara  tidak  langsung
melalui  nyanyian  yang  selalu  diperdengarkan.  Biasanya  pada  acara  pesta  pernikahan, lagu Anakkonhi do hamoraon di Au
69
hampir tidak pernah dilewatkan. Sebagai contoh, di  bagian  acara  pesta  perkawinan,  ada  acara  yang  disebut  Pemberian Ulos mangulosi
yang akan disampaikan oleh keluarga-keluarga. Ada pemberian ulos dari pihak keluarga
68
Lihat penjelasan pada BAB II, poin 6. Dalihan Natolu, Sub 6.3. Boru, p. 74-75.
69
Lihat penjelasan lagu pada  BAB III, Sub 4.4.1. Lagu no. 11. p.150.
204
pengantin  laki-laki.  Lalu  dalam  acara  tersebut  pihak  keluarga  akan  memulai  dengan pembukaan meminta kepada pemusik
70
untuk mengiringi pemberian ulos tersebut. Dalam upacara adat pernikahan, ungkapan berikut adalah tipikal kata-kata yang
disampaikan kepada pemusik untuk mengiringi pemberian ulos kepada pengantin berdua: “Amang  parende  nami,  dison  rodo  hami  rombongan  ni  sian  paranak  asa  pasahathon
ulos  hami  asa  baen  Damang  ma  jolo  muse  ende  Anakkonhi  do  hamoraon  di  Au”
71
Amang-Bapak,  Pemusikpenyanyi  kami  yang  terhormat,  di  sini  kami  datang  dari rombongan  pihak  keluarga  pengantin  laki-laki  bermaksud  untuk  menyampaikan ulos,
kiranya  mohon  dimainkan  musik  Anakkonhi  do  Hamoraon di  Au. Sambil  musik dimainkan atau dinyanyikan rombongan keluarga pihak laki-laki berjalan sambil menari
manortor dengan ulos di tangan menuju tempat pengantin berdua. Salah  satu  fokus  utama  dalam  membicarakan  ideologi  3H  adalah hagabeon
memiliki keturunan. Karena hagabeon ini menyangkut topik yang sangat penting dalam kehidupan kultural orang   Batak. Dalam nasihat keluarga kepada penganten baru dalam
pesta  pernikahan,  orangtua  tidak akan  lupa  menyisipkan  pesan  mulia  yang  selalu disampaikan  dengan  mengatakan: “Sai  game  ma  hamu  maranak dohot  marboru,  jala
dipasu-pasu  Tuhanta  ma  hamu  sai  dapotan  pansarian”, Kiranya  kalian memiliki  anak laki-laki  dan  perempuan,  dan  kiranya  Tuhan  memberkati  sehingga  berhasil dalam
pekerjaan. Anak dohot boru anak laki-laki dan perempuan adalah juga  diakui sebagai kekayaan  yang  sangat  berarti, lebih penting  dari  segala bentuk    kekayaan    yang    lain.
70
Pemusik  dalam  pesta  Batak  mendapat  tempat  terhormat,  karena perannya dalam  mengiringi  tortor tarian yang senantiasa diperlukan di sepanjang  acara, mulai dari memasuki ruangan, penyambutan hula-
hula memasuki  gedung  tempat pesta, dan pada waktu pemberian ulos dalam upacara adat.
71
Dikutip dari VCD  Anakkonhi do hamoraon di Au, Produksi: Sitepu Simatupang Record.