3. 3. Lagu Nahum Situmorang LAGU BATAK TOBA POPULER
110
Pada lagu Pulo Samosir ini, Nahum menggunakan irama calypso dan tangga nada diatonik barat, 1 2 3 4 5 6 7 i, padahal musik Batak Toba juga mempunyai tangga
nada sendiri yaitu pentatonik: 1 2 3 4 5 dan 1 2 3 5 6. Satu-satunya unsur yang menjadi ciri khas dari komposisi Nahum pada lagu ini adalah syair lagunya ditulis dalam bahasa
Batak Toba. Isi syair yang menceritakan tentang Pulau Samosir sebagai tempat seseorang berasal dan senantiasa dirindukan dan dibanggakan kemanapun pergi.
Dari 120 lagu ciptaan Nahum Situmorang yang pernah tercatat,
36
lagu-lagu tersebut dapat dimasukkan ke dalam kategori irama musik seperti berikut ini: Ala ni ho
cha-cha; Nunga Tarhirim samba; Sitogol calypso; Malala Rohangki tango;
36
Lihat pada Lampiran 9: Lagu-lagu dan kategori irama lagu karangan Nahum Situmorang.
111
Ketabo-ketabo rumba; Lissoi waltz; Alusi Au bolero; Dengke Julung-julung foxtrot; Lontung Sisia Marina bosa nova; Mansai Hansit Jala Ngot-ngot blues dll.
37
Dan hal ini membuktikan bahwa Nahum Situmorang telah mengadopsi irama lagu dari luar musik Batak, yang dijadikan sebagai kekayaan musiknya dalam memberi corak baru
pada musik populer Batak Toba.
Nama Nahun Situmorang sangat penting dikenang sebagai musisi yang membuat musik populer Batak Toba dengan kemasan ‘rasa’ baru. Lagu dan irama dalam lagu
Nahum Situmorang di atas sengaja ditampilkan untuk menunjukkan betapa lagu Batak populer Era-Sebelum 70-an, sangat dipengaruhi musik populer Barat dan Amerika Latin
dengan mereduksi kekhasan musik tradisional Batak. Nahum mengemas musik ‘baru’ musik populer Batak tersebut dengan mengadaptasi irama-irama: cha-cha, waltz, blues,
mars, samba, rumba, tango, calypso, foxtrot, bolero dll, menjadi sebuah fenomena baru dalam kancah musik Batak.
Karena lagu Batak Toba pada umumnya tidak biasa menggunakan birama ¾ pada musiknya, yang biasa digunakan adalah berbirama duple
time perkalian dua 24, 44, 48, dll. Pola birama duple time ini, sangat sesuai dengan musik gondang yang sangat ritmik, karena didominasi alat musik perkusi seperti ogung,
taganing dan hesek yang cocok untuk mengiringi tarian Batak tortor. Namun, walaupun birama ¾ asing dalam musik Batak, Nahum tetap dapat mengkonstruksinya dengan
sangat bagus. Sebagai contoh lagu yang tidak biasa dalam birama lagu Batak adalah Lissoi dan
Nasonang do Hita Nadua. Dua lagu tersebut menggunakan tangga nada diatonik dan
37
Ibid.
112
irama waltz dengan birama ¾ yang seharusnya asing bagi orang Batak, namun dalam praktiknya dapat diterima di kalangan orang Batak dengan sangat baik dan lagunya masih
sangat populer sampai sekarang. Sebuah lagu yang berisi tentang ajakan minum tuak pada teman-teman yang seperasaan dan sepenanggungan untuk sama-sama melupakan
kesusahan dan menikmati minuman tersebut. Dapat dikatakan sebagai lagu persahabatan antar peminum tuak. Sekaligus merayakannya sambil mengajak untuk mengangkat gelas
handit ma galas mi dan mengajak untuk minum tuak bersama-sama sampai gelasnya kosong ingkon rumar do i. Kata Lissoi sendiri tidak jelas artinya, namun konteks pada
lagu ini sebagai ajakan untuk minum tuak bersama siapa saja yang ada di tempat minum lapo. Sebagai contoh lagu ¾ berikut ini akan ditampilkan lagu dengan judul: Lissoi,
yang diciptakan oleh Nahum Situmorang.
113
Kedua musisi Batak Toba yang telah dibahas mewakili musisi era-sebelum 70-an, yang telah memberi peran dan pengaruh besar dalam pembentukan jenis musik Batak
populer era-setelah 70-an. Selanjutnya pada Era-setelah 70-an, perkembangan musik Batak populer jauh lebih pesat lagi, karena besarnya pengaruh modernisasi melalui media
rekaman dan televisi yang semakin berkembang. Melalui media tersebut, semakin banyak minat para artis Batak yang memasuki studio rekaman, dan juga semakin banyak
kelompok penyanyi yang muncul baik sebagai penyanyi solo, terlebih lagi sebagai penyanyi grup dalam komposisi trio.
114