4. Arena Pertarungan di Sekolah

187 Di arena pendidikan perjuangan setiap orangtua terjadi untuk memperjuangkan anak-anak mereka. Sangat tergantung pada modal ekonomi dan modal kultural yang seperti apa yang mereka miliki masing-masing. Bagi orangtua yang kurang mampu, berusaha menyekolahkan anak-anak mereka di kampung, karena sekolah di kampung biasanya paling tinggi sampai SMA. Bagi orangtua yang lebih mampu akan menyekolahkan anak-anak mereka ke kota-kota di Sumatera Utara, seperti Siantar, Tarutung, dan Medan. Sebaliknya bagi orang tua yang memiliki modal ekonomi, kultural yang kuat akan menyekolahkan anak-anak mereka ke kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya dll. Dua kisah dalam lagu Anakkon hu ciptaan Dakka Hutagalung, penyanyi Dewi Marpaung dan Anakku Naburju ciptaan Soaloon Simatupang, penyanyi Trio New Lasidos, yang diangkat dalam penelitian ini adalah mewakili lagu-lagu yang berkaitan dengan perjuangan orangtua di arena pendidikan untuk menyekolahkan anak-anak mereka. Kedua lagu ini masih sangat populer dan sering dinyanyikan dalam acara formal di pesta-pesta orang Batak. Dalam isi teks lagu, bercerita diseputar bagaimanan orangtua bekerja keras di ladang, dan orangtua berharap supaya anak-anak mereka rajin di sekolah. Itulah permintaan orangtua kepada anak-anaknya dan juga supaya nasihat yang disampaikan didengar dan dilaksanakan anak-anaknya, supaya jerih payah mereka tidak sia-sia, mengingat orangtua bukanlah orang kaya. Inti lagu, kemiskinan tetap menjadi dasar mengapa orangtua harus bekerja keras tak kenal lelah supaya anaknya bisa sekolah. Nasihat yang sangat sederhana dan mendalam adalah pegangan yang disampaikan orangtua kepada anaknya dengan harapan 188 dan keyakinan anak tersebut dapat memahami perjuangan orangtuanya. Ketika dalam wawancara ditanyakan: “Apa tanggapan Anda terhadap syair dan lagu Anakkon hu, 49 yang menceritakan tentang perjuangan orangtua untuk meyekolahkan anak-anak mereka? Jawaban dari responden yang cukup panjang disampaikan oleh: Marulitua Simangunsong: 50 “Anak yang sekolah adalah kebanggaan orangtua sehingga pikirannya adalah sekolah dan sekolah. Juga yang diketahui orangtua bahwa melalui pendidikan perubahan bisa terjadi, walaupun mereka tidak kaya. Harta kadang tidak ada artinya kalau anak tidak sekolah. Yang berhasil adalah kalau anak-anak mereka bisa sekolah. Dalam hal ini Pencipta lagu membuat lagunya tidak asal asal tapi berdasarkan suatu kenyataan. Keberhasilan rumahtangga Batak adalah dilihat dari keberhasilan anaknya. Anak, tidak hanya dibesarkan, tapi juga disekolahkan, dan diperjuangkan sampai semua anak-anaknya berhasil. Ada lukisan Batara Lubis yang menggambarkan, seorang ibu yang menaruh anaknya di pundaknya, menggambarkan kebanggaannya pada anak. Kebanggaan orangtua yang lain adalah ketika orang tua datang untuk menyaksikan anaknya bisa diwisuda”. Karena kalau rajin saja tidak bisa dilakukan oleh anaknya maka orangtua khawatir keberhasilan di sekolah akan tidak bisa tercapai. Karena itulah, orangtua menceritakan keadaan mereka kepada anak-anak bahwa orangtua sebagai orang yang tidak kaya dan tidak memiliki tanah yang luas. Orangtua bekerja di ladang sejak pagi buta, menahan angin pagi, menahan teriknya panas matahari, dan terpaan hujan, sampai menjelang malam, semuanya dilakukan orangtua dengan satu tujuan supaya anak mereka bisa sekolah. Hanya satu hal yang diminta orangtuanya kepada anaknya agar mendengar permintaan mereka, supaya rajin sekolah, agar kerja keras orangtua tidak menjadi sia-sia. 49 Lihat penjelasan lagu pada BAB III, Sub 4.3.1. Lagu no. 9. p.146. 50 Wawancara dilakukan di Yogyakarta, 5 Maret 2014. 189 Ketika pertanyaan yang sama ditanyakan kepada responden lainnya maka jawaban yang muncul dari Hotman Sihaloho sebagai berikut: 51 “Kalau kita dengar, sangat indah syair-syair yang ditulis dalam lagu Batak ini, banyak lagunya yang menceritakan tentang perantauan, kalau kita resapi lagu tentang merantau kita juga bisa ikut menangis, karena hidup diperantauan, tapi itulah orang Batak walaupun susah, tapi tidak pernah mundur semangatnya. Orangtua berusaha, jangan sampai anak-anaknya juga mengalami penderitaan seperti orangtuanya” Di arena pendidikan orangtua pun mengeluarkan tenaga dan pikirannya, berjuang bagaimana supaya anak-anak mereka bisa sekolah. Sehubungan dengan lagu ini, juga ditanyakan kepada responden: “Bagaimana tanggapan Anda terhadap syair dan lagu Anakku na Burju? 52 yang menceritakan tentang bagaimanan orangtua memberi nasihat kepada anaknya ketika diberangkatkan untuk sekolah di tempat yang jauh. Adapun tanggapan yang dikutip disampaikan oleh responden Kaston Pakpahan sebagai berikut: 53 “Lagu-lagu Batak itu sulit untuk ditinggalkan, seperti lagu ini berisi poda nasihat. Lagu ini mengingatkan kita. Ini adalah sesuatu kenyataan karena kita semua mengalaminya. Sekolah, orangtua bisa membiayai, jadi jangan disia-siakan. Karena orangtuanya bekerja keras di ladang. Lagu ini dibuat karena banyak anak dikirim dari kampung untuk sekolah di kota besar. Dari pengalaman, ada yang diperjuangkan tetapi tidak serius sekolah, akhirnya mengecewakan orangtua. Anak yang diberangkatkan dari kampung banyak anak miskin”. Melalui pengakuan responden, masih sangat jelas diingatan mereka yang sekolah di kota besar di Jawa bahwa mereka sangat mengapresiasi lagu ini. Karena nasihat orangtua supaya rajin sekolah adalah nasihat kunci menuju keberhasilan. Orangtua hanya mempercayakan kepada anak-anak mereka supaya belajar dengan sungguh-sungguh 51 Wawancara dilakukan di Wonosobo, 28 Maret 2014. 52 Lihat penjelasan lagu pada BAB III, Sub 4.3.2. Lagu no. 10. p.147. 53 Wawancara dilakukan di Wonosobo, 29 Maret 2014. 190 untuk kesuksesan. Inilah model sebuah perjuangan untuk sukses di arena pendidikan, karena kesungguhan anak untuk belajar dan dukungan dari segi materi dan spiritual dari orangtua. Apa yang dipertarungkan oleh orangtua dari rumah, dan capaian apa yang ingin diperoleh oleh anak di sekolah? Dalam menjelaskan tentang arena perjuangan sosial melalui sekolah penjelasan Haryatmoko dapat memberi gambaran yang lebih jelas mengenai capaian tersebut sebagai berikut: “Yang dipertaruhkan adalah masa depan mereka, dalam hal kepemilikan kapital budaya dan simbolik. Kepemilikan kapital itu memungkinkan bisa menjamin posisi di masa depan karena kapital budaya di dalam konteks hubungan kekuasaan tertentu akan bisa dikonversi ke kapital ekonomi”. 54 Melalui gambaran ini dapat dikatakan orangtua Batak pun memiliki persepsi yang sama atas tujuan mereka berjuang. Kelak, akan mendapatkan solusi atas pergulatan yang mereka alami dalam kehidupan mereka yang sebagian di antara mereka tidak memiliki kemapuan ekonomi yang layak. Namun, yang tetap dikejar ialah bagaimana memenuhi cita-cita yang tertuang dalam ideologi 3H, untuk memperoleh, hamoraon, hagabeon, dan hasangapon, sesuai dengan posisi modal yang masing-masing mereka miliki.

4. Hamoraon, Hagabeon, Hasangapon sebagai Cita-cita Idealis Batak Toba

Di dalam konteks budaya Batak, melakukan perubahan tidak perlu menggunakan kekuatan seperti yang dimiliki negara tetapi cukup dengan menggunakan kekuatan ideologi yang penerapannya lebih persuasif. Hagabeon, hamoraon, hasangapon 3H 54 Haryatmoko. 2010. Dominasi Penuh Muslihat, Akar Kekerasan dan Diskriminasi, Jakarta, Gramedia, p. 188. 191 dilihat sebagai kekuatan ideologi pragmatis dan bukan ideologi doktriner. Karena prinsip di dalam ideologi doktriner terkandung ajaran-ajaran yang dirumuskan secara sistematis, dan pelaksanaannya diawasi secara ketat oleh aparat partai atau aparat pemerintah seperti pada ideologi komunisme. Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah ideologi yang pragmatis, yaitu mengenai ajaran-ajaran yang terkandung di dalam ideologi tersebut tidak dirumuskan secara sistematis dan terinci, namun dirumuskan secara umum, hanya prinsip-prinsipnya saja dan disosialisasikan secara fungsional melalui kehidupan keluarga, sistem pendidikan, sistem ekonomi, kehidupan agama dan sistem politik. 55

4. 1. Pentingnya Ideologi bagi Orang Batak

Pengajaran moral secara tradisi sangat lekat pada setiap budaya, pola berfikir dan bertindak, tidak luput dari aktivitas masyarakatnya yang dipengaruhi oleh ideologi. Ideologi 3H adalah kristalisasi dari pengalaman kultural yang diwujudkan dalam pelaksanaan acara adat yang selalu berulang dilakukan. Bagi orang Batak pengetahuan tentang ideologi tersebut sudah tertanam sejak awal kehidupan melalui habitus dalam kehidupan masyarakat adat. Hamoraon, hagabeon, hasangapon, selain mempunyai fungsi ideologis sekaligus sebagai tujuan. Selain sebagai fungsi doktrinal ajaran budaya juga sebagai harapan masa depan untuk dicapai. Dengan konsep berfikir ideologi 55 Surbakti, Ramlan. Artikel Pancasila sebagai Ideologi dan Dasar Negara. p.3.