1. Penginjil Utusan Pekabaran Injil Baptis Inggris

60 oleh Ludwig Ingwer Nommensen, atau yang sering disebut orang Batak dengan panggilan: Ompu i Nommensen. Missi pekabaran Injil dimulai oleh Inggris dari gereja Baptis pada tahun 1820 yaitu oleh tiga orang penginjil Nathan Ward, Evans dan Richard Burton yang dikirim ke Bengkulu. Di sana Raffles menyarankan supaya mereka pergi ke Utara, ke daerah tempat tinggal suku Batak yang masih kafir. Untuk missi tersebut merekapun pergi ke utara, dan awalnnya mereka bekerja di pesisir, teluk Tapanuli, Sibolga. “In describing his 1824 journey with Burton, “at the expense of the British Government,” Ward reported that they had moved in a north-westerly direction from the Bay of Tapanuli, to the region of the great lake, in the heart of the Toba country, near the seat of the principal Batak ruler, Si Singamangaraja. After crossing a triple chain of mountains, where there were occasional villages, they came into the clear open Silindung valley”. 25 Kemudian tahun 1824 masuk ke daerah lebih dalam lagi, yakni Silindung wilayah suku Batak Toba. Pada awalnya mereka tiba di Silindung, mereka diterima dengan baik oleh raja setempat, namun perjalanan penginjilan mereka terhenti ketika terjadi salah paham dengan penduduk. Sering penduduk salah menafsirkan khotbah penginjil tersebut karena tidak sesuai dengan dasar ajaran kepercayaan masyarakat Batak yang menganut kepercayaan kepada roh Si Pele Begu. Penduduk menganggap bahwa ajaran Penginjil ini akan melenyapkan ajaran leluhur mereka, karena itu para penginjil tersebut diusir dari lingkungan mereka. 26 Pandangan ini telah berakar di hati orang Batak dengan mengacu pada konsep pendirian dari Raja Sisingamangaraja tentang penjajah yang ditulis oleh Idris Pasaribu dalam Harian Analisa Minggu, 24 Jul 2011, dengan judul: Parmalim dan 25 Aritonang, Jan Sihar and Steenbrink, Karel Ed. 2008. A History of Christianity in Indonesia, Leiden • Boston, Brill. p. 530. 26 Situmorang, Sitor. 2009. Toba Na Sae, Sejarah Lembaga Sosial Politik Abad XIII-XX, Jakarta, Komunitas Bambu, p. 304. 61 Perjuangannya, dengan mengatakan: “Perjuangan terakhir dari Sisingamangaraja menyatakan menolak kolonialisme Belanda yang dinilai merusak tatanan kehidupan masyarakat adat dan budaya”. 27 Kemudian prinsip penolakan ini dipegang oleh orang Batak dan diterapkan sama bagi setiap orang asing yang ingin memasuki wilayah tanah Batak, termasuk untuk missi zending.

5. 2. Penginjil utusan American Board of Commissioners for Foreign Mission.

Missi penginjilan dari Amerika mengutus Henry Lyman and Samuel Munson oleh American Board of Commissioners for Foreign Mission ke Sumatera 17 Juni 1834. 28 Dalam perjalanan berlayar menuju Sumatera pertama, mereka menginjakkan kaki di Hindia Belanda di Batavia. Dalam beberapa saat mereka tinggal di Batavia dalam mempersiapkan diri menuju Sumatera, sekaligus belajar bahasa Melayu. Sambil belajar bahasa, mereka juga sempat bekerja sama dengan missi Inggris di Batavia di bidang kesehatan, karena selain belajar teologia mereka juga dibekali kemampuan medis, sehingga selama di Batavia mereka sibuk melayani orang sakit yang datang untuk berobat. Atas izin Gubernur Jenderal Pemerintahan Belanda di Batavia mereka berangkat ke Tanah Batak sebagai tempat impian Munson sejak ia sekolah pendeta di negerinya. Kemudian mereka berdua berlayar ke Sumatera dan tiba di Bengkulu pada 19 April 1834. 29 Keduanya kagum melihat keindahan Pulau Sumatera yang terbentang sebagai 27 Pasaribu, Idris. Parmalim dan Perjuangannya. Dalam Harian Analisa, Minggu, 24 Jul 2011. Medan, Harian Analisa. 28 Van den end Weitjens, SJ. 2008, Ragi Carita 2, Jakarta: BPK Gunung Mulia, p. 182. 29 Ibid. 62 pegunungan, lembah, dan hutan yang sangat luas. Munson dan Lyman tinggal di Bengkulu selama 4 hari. Lalu mereka melanjutkan perjalanan dan pada tanggal 26 April 1834, sudah menginjakkan kaki di Padang. 30 Dalam perjalanan selanjutnya dari Padang, mereka berangkat menuju tanah Batak dan pada 17 Juni 1834, Munson dan Lyman menginjakkan kaki untuk pertama kali di Tanah Batak, dan mereka tinggal di Sibolga. 31 Di sana Tuan Bonnet, seorang pejabat Belanda, menyambut mereka dengan hangat. Dalam perencanaan selanjunya memasuki pedalaman tanah Batak, Bonnet turut mempersiapkan mereka dan memberikan perlengkapan secukupnya untuk melanjutkan perjalanan ke arah Silindung. Pada 23 Juni 1834, mereka berangkat menuju pegunungan Silindung. Dalam missi perjalanan akhir ini, malang menimpa mereka, ketika tiba di pinggir lembah Silindung, pada malam hari 28 Juni 1834, mereka dihadang, ditangkap, dan kemudian mereka berdua dibunuh di dekat Lobu Pining. 32

5. 3. Penginjil utusan Rheinische Missionsgesellschaft.

Pada tahun 1840, seorang ilmuwan berkebangsaan Jerman, Franz Wilhelm Junghuhn 33 melakukan perjalanan ke daerah Batak dengan tujuan melakukan penelitian alam flora 30 Ibid. 31 Van den End Weitjens, SJ. 2008, Ragi Carita 2, Jakarta: BPK Gunung Mulia, p. 182. 32 Ibid. 33 Situmorang, Sitor.2009. Toba Na Sae, Sejarah Lembaga Sosial Politik Abad XIII-XX, Jakarta, Komunitas Bambu, p. 306.