Etnik Batak ETNIK BATAK DAN SUKU BATAK TOBA SEBAGAI IDENTITAS
47
Untuk menelaah lebih jauh mengenai etnik Batak tersebut penelusuran berikut ini menjadi penting. Dalam missi penjelajahan dunia yang dilakukan oleh bangsa Eropa ke
kawasan Asia, Pulau Sumatera menjadi pulau yang memiliki daya tarik tersendiri dan menjadi salah satu wilayah sasaran yang dituju. Hal tersebut dibuktikan dengan missi
pengutusan pemerintah Inggris kepada William Marsden pada tahun 1772 dan Sir Thomas Stamford Raffles pada tahun 1820. Dalam penjelajahan mereka, keduanya
memasuki wilayah yang ditinggali etnik Batak tersebut dari arah pantai Barat. Sedangkan John Anderson pada penjelajahan berikutnya memasuki wilayah hunian Batak dari pantai
Timur.
5
John Anderson diutus oleh W.E. Philip, sebagai Gubernur Jenderal Inggris, yang berkedudukan di Pulau Penang melaksanakan tugas dibidang politik dan ekonomi.
Perjalanan Anderson cukup panjang memakan waktu selama enam bulan, yang dimulai Januari - Juli 1823. Pengalaman Anderson tersebut dicatat dalam buku hariannya dan
kemudian diterbitkan dengan judul: Mission To The East Coast of Sumatra 1826. Dalam perjumpan John Anderson dengan ‘suku asing’ yang ia temui untuk pertama kali,
telah mendengar sebutan suku tersebut dengan ‘Batta’. Melalui pengamatan yang lebih mendalam lagi mengenai ‘suku asing’ tersebut Anderson kemudian menyadari bahwa
suku terasing tersebut ternyata terbagi dalam beberapa suku yang satu dengan lainnya memiliki tradisi dan bahasa yang berbeda. Berdasarkan perbedaan tradisi dan bahasa
yang dimiliki suku-suku Batak tersebut maka Anderson kemudian mengkategorikan dan menyebut suku-suku tersebut dengan: Mandiling untuk suku Mandailing, Tubba untuk
suku Toba, Pappak untuk suku Pak-pak, Karau-Karau untuk suku Karo, dan Semilongan
5
Ibid.
48
untuk suku Simalungun.
6
Meskipun kata ‘Batta’ itu sendiri sudah ada disebut oleh penjelajah-penjelajah asing sebelumnya, tetapi mereka belum menyebut sub-etniknya
secara rinci. Baik William Marsden maupun Sir Thomas Stamford Raffles dan juga John Anderson sama-sama menyebut Batta untuk suku-suku yang mereka temui tersebut yang
kemudian populer sebutannya sampai sekarang sebagai orang Batak.
Sehubungan dengan wilayah yang ditempati orang Batak jauh masuk ke pedalaman, membuat suku ini lebih terisolasi. Sehingga orang asing justru semakin
tertarik untuk mengetahui lebih jauh mengenai keberadaan dan keunikan etnik Batak tersebut. Keunikan suku-suku ini sendiri telah disaksikan oleh John Anderson melalui
pengalamannya, ketika bertemu dengan orang Batak untuk pertama kali. Anderson mendengar kesaksian seorang dari suku Batak yang mengungkapkan bahwa ia sudah
pernah memakan manusia sebanyak tujuh kali, dan ia sangat menyukai bagian tubuh tertentu dari manusia itu.
7
Meskipun cerita seperti itu masih diragukan kebenarannya oleh sebagian orang, dan membantah dengan beralasan mengatakan bahwa pandangan
mengenai kanibalisme adalah sebagai alasan provokasi supaya orang asing itu tidak menganggu mereka. Karena bagi orang Batak, ‘orang asing’ missionaris adalah orang
yang tidak termasuk dalam komunitas mereka, karena dianggap tidak memahami adat dan tradisi, orang asing adalah orang di luar kebudayaan, patut dicurigai karena dapat
mengganggu keharmonisan mereka.
6
Simanungkalit, Edward. 2012. Memasuki Negeri Batak dari Pantai Timur, Medan, Harian Batak Pos Edisi Sabtu, 10 November, 2012.
7
Andaya, L. The Trans-Sumatera trade and the ethnicization of the Batak, Bijdragen tot de Taal, Land-en Volkenkunde 158 2000 no. 3. Leiden, p. 367.
49
Masih dalam pembahasan pengertian Batak, seorang penulis yang hanya menulis inisial ‘JS’ bukan J, Simanjuntak dalam suratkabar Imanuel edisi namanya17 Agustus
1919, mengutarakan pandangannya di antara banyak pendapat tentang istilah Batak. ‘JS’ berargumentasi berdasarkan sebuah tulisan dalam buku berjudul: “Riwayat Poelaoe
Soematra” , karangan Dja Endar Moeda yang diterbitkan tahun 1903, yang pada halaman
64 berbunyi:
“Adapoen bangsa yang mendoedoeki residetie Tapanoeli itoe, ialah bangsa Batak namanya. Adapoen kata “Batak” itoe pengertiannya: orang pandai berkuda. Masih
ada kata Batak yang terpakai, jaitoe “mamatak“, yang ertinya menaiki koeda. Kemoedian hari orang perboeatlah kata itoe djadi kata pemaki kepada bangsa
itoe…”.
8
Dalam keterangannya, JS memberi pengertian bahwa orang Batak adalah orang yang pandai menunggang kuda. Keterangan JS tersebut diperjelas oleh Amborsius
Hutabarat dalam sebuah catatannya di suratkabar Bintang Batak tahun 1938 yang menyimpulkan, pengertian Batak yang dihubungkan dengan, ‘orang pandai berkuda’.
Dan penggunaan kuda dalam kalimat ini digambarkan oleh Hutabarat, sebagai perlambang kejantanan, keberanian di medan perang, atau kegagahan dalam menghadapi
bahaya atau rintangan. Dan simbolisasi kuda itulah yang juga digambarkan oleh Ambrosius Hutabarat yang melekat pada diri orang Batak.
9
Sejalan dengan JS, ada yang lain berpendapat sama yaitu: Pendeta T.L. Sinaga, memberi pengertian bahwa kata ‘batak’ diambil dari kata kerja ‘marbatak’ yang artinya
menunggang kuda.
8
JS. Suratkabar Imanuel, edisi 17 Agustus 1919.Tarutung, HKBP.
9
http:girsangvision.blogspot.com201202sejak-kapan-dan-memiliki-arti-apakah.html.
50 “Pastor T.L. Sinaga, a lecturer in Batak language at the HKBP Theological Seminary in
Pematangsiantar in the 1980s, says that the name “Batak” derives from the verb “marbatak” which means “to race,” that is, it refers to racing buffalo or horse. The noun
“batak,” therefore, means “racing.” The same meaning is given by Warneck, a German missionary who used to be a bishop in the Batakland, in his Batak-German dictionary”
Warneck 1977: 30.
10
Pandangan mengenai arti ‘batak’ sebagai penunggang kuda lebih realistis mengingat pada zaman itu alat transportasi yang paling diandalkan dapat membawa
barang-barang hasil perdagangan ke pasar atau perkotaan selain dipikul oleh manusia juga diangkut dengan menggunakan tenaga kuda. Dan transportasi barang dengan
menggunakan tenaga kuda lebih memungkinkan mengingat jarak satu tempat ke tempat yang lain begitu jauh apalagi medan yang dilalui karena jalan yang sulit,
khususnya di daerah pegunungan yang jalannya naik turun. Salah satu contoh penggunaan ‘pasukan berkuda’ sebagai alat angkut barang masih terdapat sampai tahun
80-an antara Doloksanggul dan Parlilitan Kabupaten Tapanuli Utara sebelum dimekarkan. Adapun jarak antara Doloksanggul dan Parlilitan kurang lebih 48 km yang
dapat ditempuh dengan berjalan kaki selama 8-10 jam. Oleh karena keterbatasan kendaraan bermotor satu-satunya yang dapat diandalkan sebagai transportasi barang
adalah tenaga kuda. William Marsden dalam bukunya juga mencatat bagaimanan ketangguhan orang
Batak menunggang kuda. Salah satu fungsi berkuda diceritakan oleh Marsden adalah digunakannya kuda untuk berburu rusa, balapan kuda, juga digunakan sebagai ajang
hiburan. Ketangguhan berkuda juga cukup hebat karena mereka menunggangnya dengan
10
Sihombing, Batara. 2004. Batak and Wealth: A Critical Study of Materialism in the Batak Churches in Indonesia, Koninklijke Brill NV Mission Studies 21.1. p. 12-13.
51
berani tanpa menggunakan pelana, kadang membentangkan tangannya ke atas sambil memacu kudanya dengan kecepatan tinggi. Sambungan tali kekang terbuat dari besi,
yang memiliki beberapa sambungan, pegangan tali kendali terbuat dari rotan; sebagian terbuat dari ijuk, dan juga kayu.
“They are said however to hunt deer on horseback, and to be attached to the diversion of horseracing. They ride boldly without a saddle or stirrups, frequently throwing their
hands upwards whilst pushing their horse to full speed. The bit of the bridle is of iron, and has several joints; the head-stall and reins of rattan: in some parts the reins, or
halter rather, is of iju, and the bit of wood”.
11
Usaha lain yang dilakukan untuk mendapatkan pengertian pada ‘Batak’ adalah melalui penelitian. Beberapa tahun yang lalu 2011 sebuah penelitian dilakukan,
walaupun menuai kontroversi, oleh Ichwan Azhari ahli sejarah dari Universitas Negeri Medan mengenai sebutan Batak sebagai salah satu nama etnis di Sumatera Utara, pada
arsip misionaris di Wuppertal, Jerman. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ichwan Azhari, diketahui bahwa Batak sebagai nama etnik ternyata tidak berasal dari orang
Batak sendiri. Namun dikonstruksi oleh orang Barat untuk menyebut orang-orang yang hidup di pegunungan dengan sebutan ‘Batta’ dan kemudian diubah menjadi ‘Batak’ oleh
misionaris Jerman yang datang ke tanah Batak tahun 1860-an.
12
Untuk mengetahui secara geografis wilayah yang pada umumnya dihuni etnik Batak, maka dapat dilihat pada peta Sumatera Utara berikut ini. Batak yang memiliki
sub-etnik seperti yang digambarkan pada umumnya, tergolong ke dalam 6 sub-etnik:
11
Marsden, William. 2005, The History of Sumatra Containing An Account Of The Government, Laws, Customs And Manners Of The Native Inhabitants, Third Edition, London, Printed for the Author, by J.
M’Creery, Black-Horse-Court. p. 213.
12
Azhari, Ichwan.2011. Nama Batak Bukan dari Orangnya ,
Medan, Surat Kabar Waspada, November 2011.
52
Karo, Simalungun, Pakpak, Toba, Angkola dan Mandailing. Dan semua Etnik Batak tersebut tinggal dan hidup di wilayah geografis Sumatera Utara.
Peta Sumatera Utara
13
Secara geografis wilayah yang ditempati etnik Batak adalah di sekitar pegunungan karena di bagian tengah Provinsi Sumatera Utara terbentang pegunungan
Bukit Barisan. Daerah di sekitar Danau Toba dan Pulau Samosir, merupakan daerah padat penduduk karena mereka pada umumnya menggantungkan hidupnya dari hasil
danau.
13
http:webapps.lsa.umich.eduummaexhibitsBatak2009ZoomBatak_map3_large.gif.
53