1. 4. Lagu 3: Andung Anak Sasada
                                                                                131
Amang raja doli, Inong soripada
Bohama pangandungku di ho da, Inong
Ref. Sinuan tarpunjung do au
Soada tudosan Inong Parsori ni ari na so tarandungkon,Inong
So marhaha-anggi pinaribot au Nunga ditinggalhon Damang i
Ho, Inong – Among. Ho, Inong Among So malos dope bulung rata, da Inong
Na peak di tinambormi Nunga masiait tungadol da Inong
Di ugasan tininggalhonmi
Ho, Inong – Among. Ho, Inong – Among. Tangihon Inong siadosan mi
Alusi Inong pinaribot mi Da Tulang paniroi ni anakmon
Oh Ayah, Raja Ibu yang terhormat
Bagaimanan aku harus  meratapimu, Ibu
Ref. Aku anak  yang sendirian
Tiada bandingnya, Ibu Kesedihan yang  tak bisa  diratapi, Ibu
Aku tak punya  kakak-adik dan sahabat Telah ditinggal  Ayah
Engkau Ibu, Ayah, Engkau Ibu Ayah Daun-daun  hijau  yang belum kering hai Ibu
Terletak  di atas  timbunan tanah kuburanmu Sakit dan pedih,  hai, Ibu
Pada harta  peninggalanmu
Engkau Ibu, Ayah Dengarkanlah Ibu, kakak-adikmu
Dengar Ibu, saudaramu Paman, pemberi nasihat kepada anakmu
Pengalaman yang diceritakan dalam lagu Andung Anak Sasada sama dengan dua lagu  andung    lain Andung-andung  ni  Anak  Siampudan,  dan Andung  Anak  Buhabaju.
Ketiga lagu tersebut menggunakan gaya lagu ratapan, yang cocok untuk mengungkapkan kesedihan. Persamaan  yang lain adalah mereka berada pada kondisi kurang mampu dan
tinggal di perantauan. Perbedaannya hanya pada peran sebagai anak bungsu, anak sulung dan  anak  tunggal.
Perbedaan  yang  lain  lagi  adalah  pada  cara  setiap  anak mengekspresikan kesedihannya.
Anak  sasada anak  tunggal adalah  juga  mendapat  peran  penting  dalam masyarakat Batak. Dan anya memiliki anak tunggal anak sasada belum lengkap sebagai
keluarga.  Dalam  ideologi  dan  falsafah  Batak  yang  berkaitan  dengan  anak,  kata gabe adalah kata yang sangat penting dan berhubungan dengan keturunan. Karena bagi orang
Batak  yang  disebut gabe adalah  apabila sudah  memiliki  anak  laki-laki  dan  anak
132
perempuan,  dan  terlebih  lagi  anak  laki-laki.  Kalau  dalam  judul  lagu  ini  disebut  Anak Sasada,  anak  satu-satunya,  ini  juga  adalah  kesedihan,  baik  bagi  anak  sasada  itu  sendiri,
maupun  bagi  orangtuanya.  Dalam  lagu  juga  dilukiskan  bahwa  betapa  nestapanya  anak sasada merasakan kesedihan  yang mendalam karena tidak punya siapa-siapa lagi, hanya
tinggal sendiri saja. Anak  Sasada dalam  masyarakat  Batak adalah  kedudukan anak yang kurang
menyenangkan. Dalam  syair  lagu  diceritakan pengalaman seorang  Anak  Tunggal yang sangat menyedihkan, ketika si Anak hanya dapat menyaksikan Ibunya yang sudah berada
dalam kuburan. Daun-daun pun  belum  kering  yang ada  di atas kuburan  Ibunya mengartikan  bahwa  Ibunya  belum  lama  meninggal. Ia menangis  dan  meratap sambil
bicara  supaya  Ibunya  yang  sudah  meninggal  itu  berbicara  dan  melihat  anaknya sekali lagi.  Ratapan  dilanjutkan dan  menceritakan  keberadaannya  sebagai  Anak  Tunggal yang
merasakan kesedihan yang tidak  ada  bandingnya.  Juga  semakin  sedih ketika si  Anak Sulung mengungkapkan sesuatu yang tidak menyenangkan karena dia tidak punya siapa-
siapa lagi, tidak punya kakak atau adik, ayahnya sudah meninggal terlebih dahulu.