1. 2. Lagu 1: Andung-andung ni Anak Siampudan

125 nungnga balik balatukmi Marduhut ma alaman mi Dainong, nungnga tudos tu natarulangi Ref. He i…, he i…, He i…, He i…, he i..., He i… Inong… Inong…,Inong… Inong… Inong… Husukkun ma dongan sahuta Dainong, di dia do udean mi Dipatuduhonma tu ahu Dainong, da di pudi ni jabu i. Di hambirang ni da Amangi Dainong, Di toruni harambirmi Ungkap potimi Dainong, inganan ni salendangmi. Hape ditongos do tu au Dainong, gabe tinggal ma orbuki Sian rapu rapu tu rere Dainong, ias ias ni jabumi sudah terbalik tangganya Halamannya pun penuh ilalang, seperti lahan tak bertuan Ref. He i…, he i…, He i…, He i… he i... He i… Ibu… Ibu…,Ibu… Ibu… Ibu….. Kutanya teman sekampung di mana pusaramu Ditunjukkan padaku Ibu, ada di belakang rumah. Di sebelah kiri pusara Ayah, Ibu Di bawah pohon kelapamu. Buka petimu Bunda tempat selendangmu, Pernah dikirim padaku Ibu, kini yang tinggal hanya debu Serpihan kayu pada jatuh ke tikar Ibu, menghiasi rumahmu. Lagu menggunakan tangga nada pentatonik 1 2 3 5 6, bertempo lambat, dan tipikal lagu andung asli Batak, Lagu Andung-andung ni Anak Siampudan adalah salah satu contoh lagu andung yang dikemas dalam lagu yang bercorak musik populer. Konstruksi lagu Andung-andung ni Anak Siampudan menjadikan lagunya sangat menyentuh dengan kisah seorang anak bungsu dari keluarga miskin, yang hidup di perantauan, dan dipadu dengan kemasan lagu bercorak ratapan menjadikan lagunya sangat ekspresif, sedih dan haru. Anak Siampudan bungsu dimanapun umumnya mendapat perhatian khusus. Apalagi pada masa kecil, si anak bungsu biasanya mendapat perlakua yang agak berbeda dari saudar-saudaranya. Bagi orang Batak Toba, secara tidak tertulis anak bungsu juga mendapat keistimewan dalam warisan, karena selain warisan harta yang lain, kalau dimiliki orang tuanya anak bungsu juga mendapat hak untuk 126 memiliki rumah orangtua rumah keluarga. Karena itu, kebanyakan anak bungsu di harapkan tinggal bersama dengan orangtuanya. Lagu Andung-andung Anak Siampudan, mengisahkan tentang seorang anak bungsu yang hidup di perantauan. Pada suatu ketika, ia sangat terkejut menerima berita yang mengatakan bahwa Ibunya meninggal dunia. Berita ini menjadi pukulan berat bagi si anak bungsu tersebut karena persitiwa seperti ini adalah yang sangat menyedihkan, apalagi kematian Ibunya. Bagi orang Batak kematian adalah merupakan kehilangan, yang harus diratapi. Pengalaman itulah yang diekspresikan si anak bungsu dalam kata-kata lagu, bahwa dia tidak akan mendengar lagi suara Ibunya. Hanya cerita saja yang bisa ia dengar dari orang-orang tentang Ibunya yang meninggal Turi-turian nama di au Dainong, dipaninggalhon mi di au. Kalau diperhatikan dalam masa duka orang Batak Toba, memang sejak seseorang meninggal sampai penguburan yang terjadi penuh dengan tangisan, bukan hanya menangis biasa tapi benar-benar menangis dengan keras dan terisak-isak mangangguk bobar 54 . Apalagi dalam lagu ini yang kehilangan adalah Anak Bungsu yang biasanya sangat dekat dengan Ibunya. Peristiwa yang lebih menyedihkan lagi karena si bungsu tidak bisa bertemu dengan Ibunya seperti pada masa hidupnya. Oleh karena itu si pembuat lagu ini mengekspresikan dalam syair lagu yang sedih dan dengan kata-kata kekecewaan yang sangat mendalam dengan mengatakan Au simago i aku anak terkutuk. Dan juga yang ia hadapi adalah duka yang sangat mendalam dengan perasaan hati yang pilu dan merana. Kesedihan dalam ratapan semakin menjadi-jadi 54 Angguk Bobar adalah menangis dengan histeris, suara yang menggelegar dan kadang-kadang dengan hempasan tubuh sembarangan. 127 karena keadaan si bungsu di perantauan juga mengalami situasi ekonomi yang buruk, dengan menggambarkan bahwa ongkos untuk pulang saja untuk melihat Ibunya tidak punya. Ia harus dengan terpaksa meminjam uang dari tetangga supaya bisa mengunjungi Ibunya Marsalima au Dainong, da tu hombar ni jabu i, asa adong da ongkos hi Dainong, yang sudah meninggal meskipun tidak bisa dilihat lagi secara langsung karena sudah dikubur. Kesedihan semakin bertumpuk, ketika ia tiba di kampung halamannya dan menyaksikan rumah yang mereka tinggali selama ini sudah rusak dan halamannya penuh dengan ilalang, tidak terawat, dan seolah tak bertuan Hubereng ma da ruma mi Dainong, nunga balik balatukmi, marduhut ma alaman mi Dainong, nunga tudos tu natarulangi. Pada saat itulah terjadi angguk menangis terisak-isak yang sangat memilukan dengan meneriakkan, hei, hei, hei, aduh Ibu, aduh Ibu, aduh Ibu. Keinginan anak dari perantauan adalah bagaimana ia dapat segera melihat kuburan Ibunya. Sesampainya di kampung halamannya, ia lalu menanyakan kepada tetangga di mana Ibunya dikuburkan, lalu mereka memberitahukan bahwa kuburannya di belakang rumah, di bawah pohon kelapa di sebelah kiri kuburan ayahnya Husukkun ma dongan sahuta Dainong, di dia do udean mi, dipatuduhon ma tu ahu Dainong, da di pudi ni jabu i. Di hambirang ni da Amang i Dainong, di toruni harambirmi. Sampai di kuburan, ia berteriak dan menangis mengatakan: “Bukka potimi da Inong” buka petimu Ibu - peti jenazah, sambil menangis mengekspresikan betapa si anak bungsu sangat kehilangan dan merasa sangat sedih. Dan sebagai pemuas kesedihannya ia meneriakkan di hadapan kuburan Ibunya dan meminta kepada Ibunya yang sudah di dalam kuburan untuk membuka peti jenazahnya dan menjawab satu kali lagi anaknya yang sudah pulang dari perantauan. Meskipun hal ini tidak mungkin terjadi, namun itulah yang bisa dikatakan si 128 Bungsu untuk mencurahkan segala beban yang ia alami selama ini, di mana ia terpaksa harus merantau dengan maksud untuk mengubah keadaan ekonomi, namun di perantauan impian perubahan belum dicapai, bahkan lebih menyedihkan lagi karena ia belum bekerja dan belum dapat memberikan sesuatu kepada Ibunya, justru yang ia hadapi adalah beban yang lebih berat karena kematian Ibunya. 3. 1. 3. Lagu 2: Andung Anak Buha Baju Lagu Andung Anak Buha Baju, Cip. Jack Marpaung, dinyanyikan oleh: Trio Santana. Andung Anak Buha Baju 55 Cip. Jack Marpaung Trio Santana Inong...................... Sambor ni nipikki Inong Dipaninggalhon mi diau Inong Di au Inong anak buha bajumon Surat ni damang i do ro tu au Inong Na paboahon naung pasang do sahit mi Marturi-turi mago au dainonghu Inong Anggiat sanga berengonku bohi mi Inong... Dung sahat au da inong ku Tu harbangan ni hutai Inong Mangangguk bobar ma au Inang marnida i Hubereng ma angka anggi iboto mi Inong Sai tumatangis mangadopi bakke mi Dongan sahuta nang dohot sisolhot i Inong Tarilu-ilu mangihutton bakke mi Inong… . Boasa so martona ho Inong Tu au anak buha bajumon Inong Di au on da lapa-lapa on Turi-turian nama diau da Inongku Inong Di au on anak si mago i Mauja namai damang parsinuan i Inong Ratapan Anak Sulung Cip. Jack Marpaung Trio Santana Ibu………… Nasibku yang sial, Ibu Sejak Engkau tinggalkanku, hai Ibu Aku anak sulungmu Surat Ayah yang kuterima, hai Ibu Memberitakan penyakitmu semakin, parah, Ibu. Aku berandai-andai, Ibu Kuharap masih dapat melihat wajahmu Ibu ……. Ketika aku tiba, Ibuku Di pintu gerbang kampung Ibu Aku menangis sekuat-kuatnya melihatnya Aku melihat saudara-saudaramu, Ibu Menangis memandang jenazahmu Para tetangga dan semua keluarga, Ibu Menangis mengikuti jenazahmu Ibu……. Mengapa engkau tiada pesan Ibu Padaku anak sulungmu ini Inang Aku anak yang tak berguna Hanya tinggal cerita bagiku Pada anakmu yang yang hilang ini 55 http:meliriklagu.comtrio-santana-andung-anak-buha-baju.html. 15 Mei 2013. 129 Parsimalolongkon rindang ni siubeon mi ‘Kan berujar Ayah, penanam benih Melihat hasil kandunganmu Menggunakan tangga nada pentatonik 1 2 3 4 5, lagu bertempo lambat, tipikal lagu andung asli. Kisah syair lagu andung Anak Buhabaju di sini menceritakan bagaimana seorang Anak sulung laki-laki atau perempuan yang mengalami kesedihan yang mendalam karena ditinggal mati Ibunya. Anak sulung khususnya laki-laki dalam masyarakat Batak adalah sebagai penggangti orangtua apabila orangtuanya sudah tidak ada. Anak sulung akan berperan menggantikan posisi orangtuanya, yang akan bertanggungjawab terhadap adik-adiknya dalam segala hal. Anak sulung juga menjadi nama panggilan panggoaran yang lebih sopan untuk orangtua si anak. Karena bagi orang Batak Toba memanggil nama asli khususnya yang sudah punya anak adalah kurang sopan, sehingga untuk mengganti nama asli orangtua akan diganti dengan nama anaknya yang sulung misalanya anak sulungnya bernama, Bonar maka ayahnya akan dipanggil Ama ni Bonar Bapak si Bonar atau biasanya disingkat menjadi Pa Bonar. Sedangkan panggilan untuk Ibunya adalah Nai Bonar. Meratap, menangis dengan sekuat-kuatnya mangangguk bobar a dalah ekspresi spontan dari anak sulung. Sebagai Anak sulung ia merasa dirinya tidak berguna, karena dia tidak bisa melihat lagi ibunya dalam keadaan hidup. Dia mengatakan, Sambor ni nipikki Inong, terkutuklah aku Ibu. Dalam lagu andung ini dikisahkan si anak sulung sambil menangis menceritakan bagaimana ayahnya memberitahu kepadanya bahwa Ibunya yang sakit keras semakin parah. Dalam rencananya untuk pulang ke kampung si 130 anak sulung ini sangat mengharapkan kalau dia masih bisa melihat ibunya dalam keadaan hidup. Ketika dia sampai di gerbang kampung ia justru menangis sekeras-kerasnya karena melihat semua saudara Ibunya dan para tetangga sedang menangis meratapi kepergian dari Ibunya tersebut. Ratapannya berlanjut mengisahkan rasa kehilangan yang dalam, mengapa ibunya tidak memberi pesan apa-apa untuknya sebagai anak yang sulung, ia merasa menjadi anak yang tak berguna, karena hanya tinggal cerita yang ia terima seperti anak yang hilang, karena tidak punya ibu lagi.

3. 1. 4. Lagu 3: Andung Anak Sasada

Lagu Andung Anak Sasada, Cip. Erick Silitonga dinyanyikan oleh Andi A. Situmorang. Lagu bertempo lambat lagu yang termasuk lagu andung asli dengan tangga nada pentatonik 1 2 3 4 5. Andung Anak Sasada 56 Cip. Erick Silitonga Andi A. Situmorang Tois ni sipareonmi ma da Inong Tung so marpanarihon do ho. Manghuling ma jo ho Sakkababa da Inong Paungkap ma simalolongmi Ho, Inong – Among. Ho, Inong – Among Peak di ruma naimbaru ma ho Maruloshon sibolang i Mangeahi damang siadopanmi Tu tano haroburani Ho, Inong – Among, Ho, Inong – Among Parpadan na so boi oseon do ho Ratapan Anak Tunggal Cip. Erick Silitonga Andi A. Situmorang Kejamnya pendengaranmu, Ibu Sampai Engkau tidak peduli Bicaralah dulu Dikau Satu patah kata saja Ibu Bukalah matamu Engkau Ibu, Ayah, Engkau Ibu, Ayah Engkau berbaring di tempat baru kuburan Memakai kain ulos sibolang ulos untuk orang mati. Ke tempat penguburan Engkau Ibu, Ayah, Engkau Ibu, Ayah Perjanjian yang tak dapat diingkari 56 http:www.youtube.comwatch?v=MaYoXV6vw6Y. 14 Oktober 2014. 131 Amang raja doli, Inong soripada Bohama pangandungku di ho da, Inong Ref. Sinuan tarpunjung do au Soada tudosan Inong Parsori ni ari na so tarandungkon,Inong So marhaha-anggi pinaribot au Nunga ditinggalhon Damang i Ho, Inong – Among. Ho, Inong Among So malos dope bulung rata, da Inong Na peak di tinambormi Nunga masiait tungadol da Inong Di ugasan tininggalhonmi Ho, Inong – Among. Ho, Inong – Among. Tangihon Inong siadosan mi Alusi Inong pinaribot mi Da Tulang paniroi ni anakmon Oh Ayah, Raja Ibu yang terhormat Bagaimanan aku harus meratapimu, Ibu Ref. Aku anak yang sendirian Tiada bandingnya, Ibu Kesedihan yang tak bisa diratapi, Ibu Aku tak punya kakak-adik dan sahabat Telah ditinggal Ayah Engkau Ibu, Ayah, Engkau Ibu Ayah Daun-daun hijau yang belum kering hai Ibu Terletak di atas timbunan tanah kuburanmu Sakit dan pedih, hai, Ibu Pada harta peninggalanmu Engkau Ibu, Ayah Dengarkanlah Ibu, kakak-adikmu Dengar Ibu, saudaramu Paman, pemberi nasihat kepada anakmu Pengalaman yang diceritakan dalam lagu Andung Anak Sasada sama dengan dua lagu andung lain Andung-andung ni Anak Siampudan, dan Andung Anak Buhabaju. Ketiga lagu tersebut menggunakan gaya lagu ratapan, yang cocok untuk mengungkapkan kesedihan. Persamaan yang lain adalah mereka berada pada kondisi kurang mampu dan tinggal di perantauan. Perbedaannya hanya pada peran sebagai anak bungsu, anak sulung dan anak tunggal. Perbedaan yang lain lagi adalah pada cara setiap anak mengekspresikan kesedihannya. Anak sasada anak tunggal adalah juga mendapat peran penting dalam masyarakat Batak. Dan anya memiliki anak tunggal anak sasada belum lengkap sebagai keluarga. Dalam ideologi dan falsafah Batak yang berkaitan dengan anak, kata gabe adalah kata yang sangat penting dan berhubungan dengan keturunan. Karena bagi orang Batak yang disebut gabe adalah apabila sudah memiliki anak laki-laki dan anak