3. Boru ETNIK BATAK DAN SUKU BATAK TOBA SEBAGAI IDENTITAS

78 kondisional, yang artinya hanya berlaku pada kondisi tertentu saja. Mungkin di posisi tertentu dalam keluarga tertentu kedudukan seseorang adalah sebagai boru, tetapi kedudukan pada pesta adat yang berbeda dapat saja boru berkedudukan sebagai hula-hula pada marga yang lain. Dalam sistem dalihan natolu juga tidak memandang seseorang pada kedudukan yang tinggi di masyarakat, misalnya karena pangkat, jabatan dalam pemerintahan, kekayaan, sebagai kedudukan terhormat. Di dalam pelaksanaan adat dengan sistem dalihan natolu, semua kedudukan bisa saling dipertukarkan. Misalkan, seorang Gubernur yang posisinya sebagai boru dalam acara pesta adat pernikahan, harus dengan sukarela melayani seorang Camat yang berposisi sebagai hula-hula dalam adat. Seorang camat yang posisinya sebagai hula-hula dalam acara adat tertentu dapat saja menjadi boru pada acara adat yang lain. Dengan demikain, di dalam adat Batak Toba seorang pasti akan pernah berada pada posisi baik sebagai hula-hula, dongan tubu atau boru. Jadi inilah yang disebut sebagai sistem demokrasi dalam masyarakat Batak yang terkristal dalam sebutan dalihan natolu. Dalam kenyataannya dalam sistem adat Batak selalu menghormati semua kedudukan dengan sebutan awal sebagai raja, baik untuk hula- hula sebagai Raja ni Hula-hula, dongan tubu sebagai Raja ni Dongan Tubu, dan boru sebagai Raja ni Boru. Dan pada waktu acara adat berlangsung dan ketika parhata juru bicara memanggil salah satu dari tiga unsur tersebut maka akan selalu dimulai dengan panggilan, Raja ni Hula-hula, Raja ni Dongan Tubu, dan Raja ni Boru. 79

8. Ideologi 3 H Sebagai Modal Perjuangan

Ideologi yang berisi ajaran-ajaran dan sebagai cita-cita yang harus dipertarungkan menjadi sangat relevan dalam membahas tentang ideologi 3H orang Batak. Habitus orang Batak telah terjadi melalui suatu proses kultural yang hidup dan diajarkan oleh nenek moyang mereka. Sehingga ideologi tersebut menjadi ajaran dan cita-cita yang harus diperjuangkan melalui usaha di arena pertarungan. Adapun pertarungan untuk mencapai tujuan akhir dari idologi 3H tersebut membutuhkan suatu modal perjuangan yang pada prinsip dasarnya dapat digali dan diperoleh dari semangat dan dorongan yang ada pada ideologi 3H itu sendiri. Hamoraon, Hagabean, Hasangapon, tiga kata di depan adalah sebagai sebuah rumusan nilai dan cita-cita yang memberi makna yang sangat berarti bagi kehidupan orang Batak Toba. Mungkin tidak secara langsung disadari atau dipraktikkan tapi dalam kenyataan bahwa tiga kata tersebut jarang sekali terlupakan dalam setiap pelaksanaan ritual adat, misalnya dalam pesta adat perkawinan. Sudah menjadi kebiasaan dalam setiap pesta perkawinan, pihak keluarga dari mempelai laki-laki dan perempuan selalu memberikan nasihat kepada kedua mempelai, dan hal yang selalu diulang adalah tentang makna dari tiga hal tersebut. Sehingga disadari atau tidak penyampaian ideologi 3H tersebut dalam setiap kesempatan akan menjadikannya sebagai cita-cita dalam hidup yang harus diperjuangkan. Selanjutnya membuat setiap orang Batak yang menghargai budayanya dan upacara adatnya akan berupaya menjalaninya. Hamoraon kekayaan bagi orang Batak adalah sesuatu yang penting untuk dicapai. Meskipun kekayaan yang dimaksud tetap mempunyai makna yang sangat 80 relatif. Kekayaan tidak selalu berarti dengan harta yang melimpah ruah, tapi dapat dalam batas wajar kekayaan, yang dimiliki seseorang melebihi rata-rata yang diperoleh orang pada umumnya. Kekayaan di sini dapat pula diartikan sebagai kelebihan yang dimiliki seseorang yang di luar kebutuhan pokok. Secara psikologis kekayaan dimaksud adalah kemampuan seseorang untuk dapat memperoleh sesuatu benda yang secara umum sulit untuk dimiliki oleh orang miskin. Namun, kekayaanpun akhirnya tidak ada batasnya, tergantung bagaimana seseorang meraih dan memperjuangkannya. Dengan demikian kata hamoraon, kemudian tidak serta merta bermakna materi yang tidak terhingga, tenyata bagi orang Batak, memiliki anak sudah dikategorikan sebagai memiliki kekayaan. Seperti lagu Nahum Situmorang, ‘Anakkonhi do hamoraon di au’ yang artinya anakku adalah kekayaan bagiku. Sebagai salah satu cita-cita yang membahagiakan apabila orang Batak dapat memilikinya. Adapun harapan dan pencapaian untuk kekayaan ini telah menjadi bahan pembelajaran kepada keturuannya orang Batak, sehingga dimanapun dan kapan saja, bila pesta adat berlangsung maka perumpamaan atau kiasan-kiasan khas Batak tidak pernah ketinggalan diucapkan. Khususnya mengenai kekayaan hamoraon ada beberapa pepatah Batak yang merumuskan betapa pentingnya mencapai kekayaan itu: 53 a. Tangkas ma jabu suhat tangkasan ma jabu bona. Tangkas ma hita maduma tangkasan ma hita mamora. Artinya bahwa orang Batak dalam pencapaian 53 http:habinsaran.wordpress.com20070731hamoraon-hasangapon-hagabeon.