Ideologi 3 H Sebagai Modal Perjuangan

80 relatif. Kekayaan tidak selalu berarti dengan harta yang melimpah ruah, tapi dapat dalam batas wajar kekayaan, yang dimiliki seseorang melebihi rata-rata yang diperoleh orang pada umumnya. Kekayaan di sini dapat pula diartikan sebagai kelebihan yang dimiliki seseorang yang di luar kebutuhan pokok. Secara psikologis kekayaan dimaksud adalah kemampuan seseorang untuk dapat memperoleh sesuatu benda yang secara umum sulit untuk dimiliki oleh orang miskin. Namun, kekayaanpun akhirnya tidak ada batasnya, tergantung bagaimana seseorang meraih dan memperjuangkannya. Dengan demikian kata hamoraon, kemudian tidak serta merta bermakna materi yang tidak terhingga, tenyata bagi orang Batak, memiliki anak sudah dikategorikan sebagai memiliki kekayaan. Seperti lagu Nahum Situmorang, ‘Anakkonhi do hamoraon di au’ yang artinya anakku adalah kekayaan bagiku. Sebagai salah satu cita-cita yang membahagiakan apabila orang Batak dapat memilikinya. Adapun harapan dan pencapaian untuk kekayaan ini telah menjadi bahan pembelajaran kepada keturuannya orang Batak, sehingga dimanapun dan kapan saja, bila pesta adat berlangsung maka perumpamaan atau kiasan-kiasan khas Batak tidak pernah ketinggalan diucapkan. Khususnya mengenai kekayaan hamoraon ada beberapa pepatah Batak yang merumuskan betapa pentingnya mencapai kekayaan itu: 53 a. Tangkas ma jabu suhat tangkasan ma jabu bona. Tangkas ma hita maduma tangkasan ma hita mamora. Artinya bahwa orang Batak dalam pencapaian 53 http:habinsaran.wordpress.com20070731hamoraon-hasangapon-hagabeon. 81 kemakmuran adalah sebagai hal yang jelas ingin dicapai, namun lebih jelas lagi dari itu adalah mengenai kekayaan yang jelas-jelas harus dicapai. b. Tonggi ma sibahut tabo ma pora-pora. Gabe ma hita huhut jala sude hita mamora. Artinya, yang akan dicapai selain medapatkan keturunan laki-laki dan perempuan, juga yang diharapkan dicapai adalah supaya kita semua menjadi kaya. c. Simbora gukguk, sai mamora ma hita luhut Artinya, semoga kita semua menjadi kaya. d. Tinaba hau sampinur di tombak simarhora-hora, sai lam matorop ma hamu maribur lam marsangap jala mamora. Artinya selain punya keturunan yang banyak, semoga semakin dihormati dan juga kaya. e. Dekke ni sale-sale, dengke ni Simamora, tamba ni nagabe, sai tibu ma hamu mamora. Artinya, yang sudah dimiliki semoga semakin bertambah dan cepat menjadi kaya. Hagabeon memiliki keturunan, orang Batak dalam sistem kekerabatan dikenal dengan sistem patriarkhal, mengikuti garis keturuan laki-laki. Memiliki anak laki-laki dan perempuan adalah salah satu ujud kebahagiaan dan kekayaan yang diharapkan dalam setiap keluarga orang Batak. Kealpaan satu sisi, tidak punya anak laki-laki berarti masih dianggap tidak lengkap tidak gabe. Memiliki anak laki-laki dan tidak memiliki anak perempuan dianggap masih dalam kategori gabe, karena masih dapat meneruskan garis keturunan marga. Tetapi tidak memiliki anak laki-laki dikategorikan tidak gabe, karena garis keturunan akan menjadi terputus. Oleh karena itu, bagi orang Batak Toba pada zaman sebelum masuk agama Islam dan Kristen keluarga yang tidak mendapat anak 82 laki-laki akan dianjurkan untuk mencari istri baru dengan maksud supaya keluarga tersebut dikaruniai anak laki-laki sebagai penerus keturunan. Silsilah tarombo adalah salah satu praktik patriarkhal dalam masyarakat Batak Toba. Keturunan dari satu marga akan dapat ditelusuri berdasarkan data yang ada pada silsilah suatu marga. Karena di dalam upacara adat Batak kedudukan seseorang sangat diperlukan. Karena seseorang tidak akan dilibatkan dalam upacara adat apabila tidak mengetahui posisi duduknya parhundulna apakah dia sebagai hula-hula, dongan tubu, atau boru. Seseorang yang terlibat dalam upacara adat harus mengetahui, apa peran dalam pesta, dimana tempat duduk dan apa yang harus dikerjakan. Sehingga di dalam setiap upacara adat, tidak akan ada ‘orang lain’ tidak punya marga yang akan berperan dalam adat. Karena ‘orang lain’ berarti orang yang tidak punya peran dalam pelaksanaan upacara adat dan tidak terlibat dalam aktivitas adat. Sehubungan hagabeon, memiliki keturunan adalah sebagai salah satu cita-cita yang perlu diraih maka leluhur Batak telah meninggalkan pesan penting untuk itu yang disampaikan dalam bentuk pantun sbb: 54 a. Giring-giring ma tu gosta-gosta, tu boras ni sikkoru, sai tibu ma hamu mangiring-iring, huhut mangompa-ompa anak dohot boru. Artinya, diberkati yang baru membentuk keluarga yang baru, semoga cepat dapat momongan, laki- laki dan perempuan. 54 Ibid. 83 b. Ruma ijuk tu ruma gorga, sai tubu ma anakmuna na bisuk dohot borumuna na lambok marroha.Artinya, Semoga kalian melahir anak laki-laki dan perempuan yang bijaksana dan rendah hati. c. Gadu-gadu ni Silindung, tu gadu-gadu ni Sipoholon, sai tubu ma anakmuna sampulu pitu dohot borumuna sampulu onom. Artinya, semoga kalian diberkati anak laki-laki 17 dan anak perempuan 16. Hasangapon kehormatan, adalah nilai dan cita-cita yang senantiasa menjadi harapan orang Batak Toba. Pangkat, kedudukan dan jabatan adalah bagian dari nilai dan cita-cita yang ingin diraih orang Batak Toba. Untuk itulah orang Batak Toba dari kondisi dan keadaan ekonomi yang mungkin pas-pasan, akan senantiasa mencoba berusaha bagaimana supaya anak-anak mereka dapat sekolah. Kalau tidak berhasil diperjuangkan melalui sekolah maka orangtua akan mendorong anak-anak mereka terutama anak laki-laki supaya pergi merantau. Sekolah dan merantau adalah arena yang sangat populer di kalangan orang Batak dalam mewujudkan cita-cita dalam kehidupan anak-anak mereka. Terlebih dalam mencapai ideologi 3H yang masih sangat teguh dipegang oleh orang Batak. Pada umumnya, anak-anak yang tidak bisa sekolah, atau pengangguran, sering-sering meresahkan orangtuanya, sehingga anak seperti itu lebih baik pergi merantau dengan tujuan dan harapan anak tersebut akan bisa bernasib lebih baik, apalagi bisa bekerja dan kemudian berhasil. Hal ini diungkapkan dalam pepatah berikut ini: 55 “ Tangki jala hualang, garinggang jala garege. Tubuan anak ma hamu, partahi jala ulubalang, tubuan boru par-mas jala pareme”. Artinya, semoga kalian akan melahirkan 55 Ibid. 84 anak laki-laki menjadi panutan, dan pemimpin, dan anak perempuan kaya emas dan berlimpah padi. Pepatah ini telah merumuskan semua cita-cita dalam ideologi 3H karena telah terangkum dalam pencapaian cita-cita mencakup hamoraon emas, padi melimpah, hagabeon lak-laki dan perempuan, dan hasangapon panutan, pemimpin.

9. Peta Kemiskinan

Mengenai peta kemiskinan di Sumatera Utara, ternyata tidak hanya Kabupaten Tapanuli Utara saja yang tergolong miskin tapi ada beberapa kabupaten lain yang termasuk wilayah Tanah Batak dan sekitarnya dalam kategori ini, seperti; Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Dairi, Karo, termasuk Kabupaten Nias, karena wilayah ini didominasi dengan lahan-lahan kering. Namun lebih khusus saya akan berfokus pada salah satu Kabupaten sebagai acuan dasar untuk penelitian ini adalah, hasil penelitian yang ditulis oleh Toga P. Sihotang dari Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara 1996, dengan judul: Analisis Penyebab Kemiskinan di Tapanuli Utara. Sebagai pendukung data akan diambil penelitian yang dilakukan oleh Roy Hendra dengan judul: Determinan Kemiskinan Absolut Di KabupatenKota Propinsi Sumatera Utara Tahun 2005-2007. Hendra melakukan penelitian terhadap 28 Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara untuk membuktikan sampai sejauhmana kemiskinan masih terdapat di wilayah tersebut. 85 Sihotang dalam penelitiannya mengambil sampel penelitian di empat desa yaitu dua desa di Kecamatan Sipoholon seperti Desa Tapian Nauli dan Desa Hutaraja Hasundutan, kemudian dua desa di Kecamatan Tarutung yaitu Desa Sihujur dan Desa Sitampurung, di Kabupaten Tapanuli Utara. 56 Unsur-unsur yang menjadi bahan penelitian Sihotang adalah dari aspek: Pemetaan faktor sumber daya manusia, potensi wilayah, sarana dan prasarana, sistim produksi tanaman pangan secara khusus dan sistim pertanian secara umum, penelaahan persoalan ketahanan pangan; peranan pranata sosial, dan mekanisme pemasaran. Salah satau bagian yang disorot dalam penelitian Sihotang di Tapanuli Utara adalah mengenai besarnya jumlah anggota dalam satu keluarga yang rata-rata sebanyak 6,23 jiwa. Dampak yang diakibatkan di satu sisi adalah memperkecil pendapatan perkapita, dan sebaliknya bila jumlah ini dijadikan sebagai potensi maka dapat memberikan ketersediaan tenaga kerja yang cukup besar. Ketersediaan tenaga kerja pertahun pada keempat desa penelitian adalah sebanyak 1.768,66 - 1.989,72, namun dalam kenyataannya yang diberdayakan hanya di sekitar 43,92-52,38 porsen saja, sehingga sumbangan dari sisi potensi tenaga kerja tetap tidak bisa menunjang produktifitas yang memadai di empat desa penelitian tersebut. 57 Dengan melihat luasan lahan dan jumlah tenaga kerja yang tersedia dalam keluarga petani di desa penelitian, dapat disimpulkan bahwa potensi sumber daya fisik khususnya lahan dan tenaga kerja 56 Sihotang,Toga P.1996.Analisa Penyebab Masalah Kemiskinan Di Kabupaten Tapanuli Utara.Studi Kasus: Dua Desa di Kec. Sipoholon dan Dua Desa di Kec.Tarutung, Medan. Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. p. 2 57 Ibid. p.2.