2. Dongan Tubu ETNIK BATAK DAN SUKU BATAK TOBA SEBAGAI IDENTITAS

77 tajom ma adopanna’ . Artinya, keluarga yang tidak berhati-hati terhadap saudara semarga akan menghadapi permasalahan dan pertengkaran di kemudian hari.

7. 3. Boru

Adapun motto yang dihubungkan dengan boru adalah: “Elek marboru” yang artinya tenggang rasa kepada boru karena akan mengakibatkan hal yang tidak mengenakkan semua pihak dalam pesta adat. Jangan sampai boru tersinggung, harus ‘panjang usus’ menghadapinya. Boru adalah keluarga saudara perempuan dari ayah. Dalam hubungan kekerabatan dan melaksanakan adat, boru mendapat peran yang sangat penting, karena merekalah yang akan banyak bekerja untuk melayani marhobas untuk kelancaran semua pesta adat. Boru harus disanjung, disayang, dan tidak boleh dimarahi karena tugas mereka dalam pesta adat sangat strategis dan bekerja keras. Yang tidak melaksanakan aturan tersebut akan dikatakan: jala molo so elek marboru, andurabionma tarusanna. Artinya yang tidak elek sabar, tenggang rasa, mengerti terhadap borunya akan digambarkan sama seperti minum air susu ibu yang tidak sehat. Falsafah yang termuat dalam dalihan natolu, memberi sistem atau aturan musyawarah yang cukup adil, karena meskipun seolah-olah ada perbedaan dan kedudukan yang terhormat dan kurang terhormat, namun pada akhirnya tidak ada kedudukan seseorang yang tidak pernah berubah. Dominasi hula-hula dalam sistem dalihan na tolu, harus dimaknai dengan konsep yang sangat hati-hati, karena dalam hal posisi sebagai hula-hula, atau posisi sebagai boru, dan dongan tubu, bukanlah predikat yang tidak bisa berubah. Semua posisi hula-hula, dongan tubu, dan boru bersifat 78 kondisional, yang artinya hanya berlaku pada kondisi tertentu saja. Mungkin di posisi tertentu dalam keluarga tertentu kedudukan seseorang adalah sebagai boru, tetapi kedudukan pada pesta adat yang berbeda dapat saja boru berkedudukan sebagai hula-hula pada marga yang lain. Dalam sistem dalihan natolu juga tidak memandang seseorang pada kedudukan yang tinggi di masyarakat, misalnya karena pangkat, jabatan dalam pemerintahan, kekayaan, sebagai kedudukan terhormat. Di dalam pelaksanaan adat dengan sistem dalihan natolu, semua kedudukan bisa saling dipertukarkan. Misalkan, seorang Gubernur yang posisinya sebagai boru dalam acara pesta adat pernikahan, harus dengan sukarela melayani seorang Camat yang berposisi sebagai hula-hula dalam adat. Seorang camat yang posisinya sebagai hula-hula dalam acara adat tertentu dapat saja menjadi boru pada acara adat yang lain. Dengan demikain, di dalam adat Batak Toba seorang pasti akan pernah berada pada posisi baik sebagai hula-hula, dongan tubu atau boru. Jadi inilah yang disebut sebagai sistem demokrasi dalam masyarakat Batak yang terkristal dalam sebutan dalihan natolu. Dalam kenyataannya dalam sistem adat Batak selalu menghormati semua kedudukan dengan sebutan awal sebagai raja, baik untuk hula- hula sebagai Raja ni Hula-hula, dongan tubu sebagai Raja ni Dongan Tubu, dan boru sebagai Raja ni Boru. Dan pada waktu acara adat berlangsung dan ketika parhata juru bicara memanggil salah satu dari tiga unsur tersebut maka akan selalu dimulai dengan panggilan, Raja ni Hula-hula, Raja ni Dongan Tubu, dan Raja ni Boru.