1. Lagu Andung sebagai Model Ekspresi Kesedihan

170 memprihantinkan. Karena pengalaman pahit anak menjadikan orangtua menjadi sangat sedih. Kekuatan lagu terletak pada perpaduan melodi yang sedih, kata-kata yang berisi tangisan tiga anak, dan dinyanyian dengan cara seperti menangis meratap. Pada saat wawancara, secara khusus ditanyakan mengenai lagu dengan kategori lagu yang sedih, peristiwa yang diceritakan pada teks lagu, dan bagaimana tanggapan responden sebagai perantau terhadap kategori lagu seperti ini. Dari jawaban yang mereka lontarkan bahwa ada kecocokan dengan situasi yang mereka alami, model lagu seperti itu dapat memberi motivasi kepada mereka untuk lebih peduli keluarga, termasuk peduli kepada kampung halaman mereka. Ada dampak yang dirasakan ketika mereka mendengar gaya lagu andung. Dengan membiasakan mendengar lagu andung tersebut justru memberi semangat dan mendorong mereka untuk bekerja keras. Seperti yang ditanyakan kepada responden mengenai: “Apa pendapat Anda ketika mendengarkan lagu-lagu andung?”, dengan spontan Manosor Pangaribuan menjawab: 14 “Lagu sedih andung, sebagai motivasi untuk berfikir positif, teks lagu berisi kejadian- kejadian nyata. Ini cara berekspresi orang Batak, sedih tapi tidak berarti negatif. Jadi lagu ini justru dapat memberi dorongan positif kepada saya”. Pengalaman Manosor Pangaribuan menunjukan, bahwa lagu sedih tidak dilihat sebagai sesuatu yang negatif, tetapi justru dijadikan sebagai motivasi positif, sebagai refleksi yang mebuatnya terdorong untuk lebih bersemangat berjuang. Selain tanggapan perorangan, juga ditanyakan bagaimana lagu-lagu populer tersebut yang berlatarbelakang cerita di kampung, masih disukai oleh perantau di kota- 14 Wawancara dilakukan di Wonosobo 29 Maret 2014. 171 kota besar, mengingat kota-kota besar sudah dipengaruhi modernisasi dan globalisasi. Dan kepada kepada responden juga ditanyakan: “Bagimanan tanggapan Anda terhadap syair dan lagu yang sedih yang pada umumnya masih disukai orang Batak yang tinggal di kota-kota besar di luar Sumatera seperti, Bandung, Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya”? Jawaban yang dilontarkan oleh Dewi Pangaribuan sebagai musisi yang lebih lama tinggal di kota besar seperti Jakarta, Manila Philippines, dan New York. 15 “Suka, merupakan darah daging, karena kita orang Batak, menjadikannya sebagai ciri khas budaya. Orang tidak bisa lupa kacang dari kulitnya. Dimanapun saya berada saya suka dengan lagu Batak yang sedih, atau yang gembira. Kalau mendengar lagu sedih, saya melihat kehidupan keluarga saya yang tidak mampu. Jadi meskipun lagunya sedih tetap penting sebagai pelajaran, supaya jangan hanya tinggal dalam kemiskinan tapi kita bisa berubah”. Dari hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa pada umumnya responden mengakui lagu-lagu tersebut masih dikenal, masih disukai bahkan mendarah daging. Karena lagu andung tersebut erat dihubungkan dengan peristiwa nyata yang pernah disaksikan atau dialami responden. Lagu andung seperti diterangkan di awal memiliki latar belakang kesedihan karena ada anggota keluarga yang meninggal. Dengan situasi seperti inilah, keluarga sangat bersedih sehingga mereka mengekspresikan dengan menangis mangangguk bobar menangis sekeras-kerasnya. Khususnya bagi orang Batak yang lahir dan besar di kampung pasti masih dapat merasakan situasi seperti ini dan masih tertarik dengan lagu andung, mengingat peristiwa yang diceritakan dalam tiga lagu masih sangat relevan dalam kehidupan mereka. 15 Wawancara dilakukan: Yogyakarta-Amerika dengan menggunakan Skype, 8 Februari 2014. 172 Konstruksi lagu Andung-andung ni Anak Siampudan 16 menjadikan lagunya sangat menyentuh dengan kisah seorang anak bungsu dari keluarga miskin, yang hidup di perantauan, dan dipadu dengan kemasan lagu bercorak ratapan menjadikan lagunya sangat ekspresif, sedih dan haru. Ketika ditanyakan tanggapan responden mengenai lagu andung, maka jawaban yang dilontarkan oleh Doma Tumanggor: 17 “Lagu Andung menggugah hati, mengingat kampung, mengingat orang tua, hati menjadi terenyuh ketika menghayati lirik lagunya, sehingga memunculkan keinginan untuk pulang dan ingin selalu mendengar lagu-lagu Batak”. Ada kaitan erat antara lagu dan pengalaman reponden terhadap keluarganya. Mengingat kampung sama maknanya mengingat orangtua, yang menunjukkan suatu hubungan keluarga yang sama-sama merasakan pengalaman keprihatinan. Ketika ditanyakan kepada responden lain mengenai lagu andung dengan mengajukan pertanyaan: “Bagaimana tanggapan Anda terhadap syair dan lagu “Andung-andung Anak Siampudan”? Responden Mirando Damanik mengekspresikan jawaban sebagai beikut: 18 “Lagu itu punya makna, menceritakan keadaan yang dialami perantau. Lagu itu dihubungkan dengan peristiwa yang pernah dialami perantau, anak bungsu. Kalau kita renungi, kalau ada yang memiliki pengalaman yang sama dengan lagu ini, maka peristiwa ini sangat menyedihkan. Enak juga lagunya. Karena lagu itu digali lewat peristiwa, dari kisah yang ada. Jadi isinya ada hubungannya dengan pengalaman perantau”. Damanik menggambarkan sangatlah sedih bila seorang yang berada di perantauan mengalami hal yang sama seperti apa yang dikisahkan pada syair lagu. Ketika ditanyakan kepada responden yang lain maka jawaban yang diberikan oleh Marulitua Simangunsong 16 Lihat penjelasan lagu pada BAB III, Sub 3.1.2.. Lagu no.1. p.125. 17 Wawancara dilakukan di Yogyakarta, 3 Maret 2014. 18 Wawancara dilakukan di Yogyakarta, 7 Maret 2014. 173 lebih kepada pengertian dan pemaknaan isi lagu andung yang dihubungkan dengan doa dan ekspresi hati yang ditujukan kepada Yang Mahakuasa. 19 “Ada tradisi bagi orang Batak bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan suasana hatinya disampaikan kepada ‘Yang Mahakuasa’ Ompu Mulajadi Nabolon, baik ketika senang atau dalam duka. Kata andung sebetulnya itu doa, karena merasuknya doa ini maka seseorang mengeluarkan air mata, sambil menjerit, sehingga muncullah ekspresi- ekspresi yang berlebihan ketika menangis”. Sedangkan Simangunsong lebih melihat bahwa syair lagu tersebut sebagai bentuk doa yang cocok untuk mengekspresikan pengalaman hidup seseorang kepada Yang Mahakuasa. Anak sulung khususnya laki-laki dalam masyarakat Batak adalah sebagai pengganti orangtua apabila orangtuanya sudah tidak ada. Anak sulung akan mengambil alih tanggungjawab terhadap adik-adiknya dalam segala hal. Selain itu, Anak sulung juga menjadi panggoaran nama panggilan yang lebih sopan untuk orangtua si anak. Seperti diketahui bahwa kematian bagi orang Batak Toba adalah kehilangan. Sehingga bagi si Anak Sulung ini, meratap dengan menangis yang sekuat-kuatnya adalah ekspresi yang spontan untuk mengungkapkan perasaan kehilangan tersebut. Sebagai Anak sulung ia merasa dirinya tidak berguna, karena dia tidak bisa melihat ibunya lagi dalam keadaan hidup. Dia mengatakan: Sambor ni nipikki Inong Aku anak yang terkutuk Ibu. Ketika ditanyakan Lagu Andung Anak Buha Baju 20 yang berisi syair lagu tentang kemalangan 19 Wawancara dilakukan di Yogyakarta, 5 Maret 2014. 20 Lihat penjelasan lagu pada BAB III, Sub 3.1.3 Lagu no. 2. p.129. 174 karena Ibunya meninggal ketika di perantauan, adapun tanggapan yang dilontarkan oleh Marulitua Simangunsong sebagai berikut: 21 “Anak sulung yang merantau adalah bertujuan meningkatkan ekonomi keluarga, dan juga menopang adik-adik untuk sekolah. Tapi dalam lagu ini, si anak sulung justru kehilangan Ibunya ketika diperantauan. Dalam lagu Andung orang tidak menyanyi seperti biasa, lagunya memiliki melodi-melodi khas, kayak orang lagi menangis”. Anak Sasada anak tunggal adalah juga mendapat peran penting dalam masyarakat Batak. Karena kalau hanya memiliki anak tunggal anak sasada belum lengkap sebagai keluarga. Karena dalam ideologi dan falsafah Batak yang berkaitan dengan anak, kata gabe adalah kata yang sangat penting dan berhubungan dengan keturunan. Karena bagi orang Batak yang disebut gabe apabil keluarga sudah memiliki anak laki-laki dan anak perempuan, dan terlebih lagi anak laki-laki. Kalau dalam judul lagu ini disebut Anak Sasada, anak satu-satunya, ini juga adalah kesedihan, baik bagi anak sasada itu sendiri, maupun bagi orangtuanya. Dalam lagu juga dilukiskan bahwa betapa nestapanya anak sasada merasakan kesedihan yang mendalam karena tidak punya siapa-siapa lagi, hanya tinggal sendiri saja. Ketika ditanyakan kepada responden mengenai: Bagaimana tanggapan Anda terhadap lagu Andung Anak Sasada? 22 , jawaban yang terlontar dari Dewi Pangaribuan adalah: 23 “Ketika saya mendengar lagu andung ini, kata-kata lagu tersebut menjamah dan menyentuh hati saya. Dan isi lagu-lagu tersebut juga menjadi tantangan bagi setiap orangtua dalam usaha memperjuangkan anak-anaknya. Kalau saya mendengar, saya menangis, karena saya sendiri pernah berada pada posisi yang tidak mampu, kata sial, 21 Wawancara dilakukan di Yogyakarta, 5 Maret 2014. 22 Lihat penjelasan lagu pada BAB III, Sub 3.1.4 Lagu no.3. p.131. 23 Wawancara dilakukan: Yogyakarta-Amerikan dengan menggunakan Skype, 2 Februari 2014. 175 sama seperti dapat kutukan. Ketidakmampuan untuk berbuat, kehidupan yang diceritakan pada lagu ini adalah keadaan yang sangat memilukan, sebagai anak tidak ada lagi artinya, karena tidak memiliki siapa-siapa, ayah-ibu tidak ada, kakak-adik pun tidak punya. Saya sendiri bisa merasakan kondisi seperti ini. Di dalam ketidakmampuan ini saya hanya banyak menangis dan berdoa”. Pengalaman yang diceritakan dalam lagu Andung Anak Sasada sama dengan dua lagu andung lainnya, Andung-andung ni Anak Siampudan dan Andung Anak Buhabaju. Ketiga lagu tersebut menggunakan gaya lagu ratapan, dan sangat sesuai untuk mengungkapkan pengalaman kesedihan. Konteksnya, ketiga anak anak bungsu, sulung dan tunggal berada pada pengalaman yang sama ketika di perantauan mendapatkan musibah, karena Ibu meninggal. Persamaan yang lain adalah ketiganya berada pada kondisi ekonomi yang kurang mampu. Perbedaannya hanya pada posisi sebagai anak bungsu, anak sulung dan anak tunggal yang mempunyai peran masing-masing dalam keluarga Batak.

3. 2. Keterpurukan Modal Ekonomi

Tiga contoh lagu yang dijadikan sebagai bahan analisis berhubungan dengan kemiskinan: Tapanuli Peta Kemiskinan, Gotap sian Sikkola dan Tangis do Au. Untuk mengetahui bagaimana lagu dan syair tersebut dipahami yang isinya menyuarakan tentang kemiskinan. Dalam wawancara kepada perorangan dan kelompok diskusi FGD, juga ditanyakan hal-hal diseputar isi lagu dan kondisi yang sebenarnya yang diceritakan dalam teks lagu tersebut. Bagaimana responden menanggapi, dan pengalaman yang mereka rasakan, dari kenyataan yang ada dalam teks lagu. 176 Secara khusus lagu Tapanuli Peta Kemiskinan menceritakan tentang kemiskinan daerah Tapanuli Utara, yang dikisahkan dalam teks lagu dalam kisah nyata tahun 80-an dan 90-an. Saat itu pula, Gubernur Sumatera Utara Raja Inal Siregar periode 1988- 1998, telah menggagas sebuah slogan yang terkenal dengan: MARTABE Marsipature Hutana Be. 24 Melalui latarbelakang kondisi Tapanuli Utara, Jack Marpaung ikut menyemarakkan slogan Gubernur tersebut dengan menciptakan lagu berjudul: Tapanuli Peta Kemiskinan. 25 Ketika dilakukan wawancara dan diskusi pada kelompok FGD, responden memberi penjelasan berdasarkan pengalaman ketika mereka masih berada di Tapanuli Utara. Di antara responden yang menceritakan tentang pengalamannya adalah Kaston Pakpahan: 26 “Mengenai Tapanuli Peta Kemiskinan, pada tahuan 90-an pertengahan sudah diteliti bahwa Tapanuli Peta Kemiskinan. Suatu hal yang dianjurkan oleh orang tua supaya anak- anaknya pergi sekolah. Dari Tapanuli Utara mereka pergi sekolah ke Medan, Jakarta, Bandung. Jadi uang dari Tapanuli begitu deras keluar. Untuk keperluan sekolah anak- anak mereka, terpaksa menjual apa yang mereka miliki seperti jual beras, jual sawah, jual kerbau, apapun dijual. Dan mengenai capaian sekolah paling sedikit lulus SMA”. Harapan orangtua kalau sudah lulus dari sekolah, supaya anaknya bisa bekerja dan menjadi orang sukses. Keberhasilan seharusnya memberi dampak kesejahteraan, seperti yang dicita-citakan dalam ideologi hamoraon, namun yang terjadi adalah ketidakpedulian terhadap kampung halamannya. Kemarahan seolah terjadi ketika orangtuanya mengetahui bahwa anaknya sudah sukses dalam pekerjaan, kaya mora dan terpandang sangap. Hal yang disesalkan orangtua dalam kisah lagunya adalah mengapa 24 MARTABE Marsipature hutana be: Artinya membangun kampung masing-masing. 25 Lihat penjelasan lagu pada BAB III, Sub 4.1.1. Lagu no. 4. p.135. 26 Wawancara dilakukan di Wonosobo, 29 Maret 2014.