Identitas Kebatakan Dipresentasikan dalam Lagu

42 “What further impressed me was my growing awareness that these two concepts of identity did not neatly nor harmoniously overlay one another but, in fact, seemed to be situated in a dynamic and, at times, dialectic tension with one another”. 2 Meskipun kedua identitas agama dan budaya tersebut menurut Hodges memiliki penekanan dialektis satu dengan yang lainnya. Sama seperti yang dibahas di dalam tesis ini bahwa hubungan keduanya seperti hubungan dialektis, yang berjalan sendiri-sendiri namun memiliki kedekatan, satu dengan yang lain yang tidak bisa diabaikan. Mengenai dua identitas ini menjadi bagian pembahasan, namun yang akan diutamakan adalah yang berhubungan dengan budaya dalam hal ini musik sebagai bagian dari pembentuk identitas orang Batak Toba. Seni musik masih tetap menjadi bagian seni budaya yang menggema di hati sanubari orang Batak. Lagu populer dijadikan sebagai ekspresi orang Batak Toba dalam menyuarakan cita-cita dalam perjuangan untuk keberhasilan anak-anak mereka. Penggunaan musik populer tersebut tidak hanya terbatas pada kelompok anak muda, tetapi untuk seluruh kalangan masyarakat Batak, dari anak-anak sampai orang dewasa. Lagu-lagu Batak populer, masih tetap terdengar sepanjang hari di rumah-rumah, di kendaraan angkutan umum, di pedesaan, di kota, di kendaraan antar kota, di Tapanuli Utara, bahkan di kota besar Medan. Penyanyi Trio dengan keunikannya, masih menjadi penyanyi terfavorit dari semua kelompok penyanyi, di samping penyanyi solo. Penyebaran lagu-lagu Batak, di era modern ini semakin mudah mengingat peran teknologi komputer semakin besar dalam memproduksi dan mendistribusikannya. Pada masa sebelum era komputer, media produksi dan distribusi sangat terbatas. Namun, bagi 2 Ibid. 43 orang Batak penyebaran lagu-lagu tersebut sudah lama berjalan melalui aktivitas sehari- hari dan melalui kegiatan acara adat. Proses penyebaran lagu-lagu secara alami ini menjadi proses pembelajaran dan pembentukan pengalaman mendalam bagi orang Batak, karena selalu didengar berulang-ulang dalam waktu yang terus berlangsung. Penyerapan pemahaman mendalam terhadap lagu-lagu tersebut didapatkan melalui peran beberapa wadah seperti Lapo dan Pesta Pernikahan yang akan dibahas berikut ini. Kebiasaan mendengar lagu dikonstrusi dalam masyarakat Batak di antaranya melalui tempat-tempat khusus yang sering dikunjungi. Salah satu tempat yang ramai dikunjungi orang Batak umumnya laki-laki dewasa adalah Lapo warung. Di Lapo biasanya dijual berbagai jenis makanan red:B1- daging anjing, B2- daging babi dan minuman: seperti teh, kopi, minuman ringan lain, dan minuman yang beralkohol yang paling digemari laki-laki adalah tuak. Selain Lapo sebagai tempat penyedia makanan dan minuman, Lapo juga mempunyai peran penting yang lain, sebab di sana para pemuda bahkan orangtua biasanya berkumpul umumnya malam hari sambil menikmati hidangan makanan dan minuman mereka akan bernyanyi, menyanyikan lagu-lagu Batak populer. Segala macam lagu Batak akan dinyanyikan, apakah berisi kesedihan atau kegembiraan, lagu rakyat atau lagu rohani. Intinya mereka ingin menghibur diri dan menampilkan kebolehannya bernyanyi dengan iringan gitar seadanya. Juga secara tidak langsung membangun kebersamaan di Lapo dengan suasana sukacita melalui lagu-lagu Batak, meskipun lagu yang dinyanyikan berisi kesedihan. Lapo menjadi tempat hiburan di malam hari untuk melepas lelah setelah seharian mereka bekerja keras di tempat kerja masing-masing. 44 Selain Lapo, acara di tempat pesta pernikahan juga biasa dijadikan sebagai ajang dalam menampilkan musik. Pesta Pernikahan adalah salah satu acara budaya yang sakral bagi orang Batak. Dengan rangkaian acara yang cukup padat dan panjang selama sehari penuh ulaon sadari, orang Batak selalu siap untuk mengikutinya. Rangkaian acara akan dimulai di pagi hari di rumah pengantin perempuan tanda dimulai acara sekitar jam 7 pagi, sibuha-buhai, lalu dilanjutkan di gereja yang beragama kristiani, dengan pemberkatan nikah. Kemudian seluruh acara pesta penikahan akan dilaksanakan di gedung tempat pesta berlangsung, dan akhirnya ditutup di rumah pengantin laki-laki sekitar jam 7 malam. Seluruh rangkaian acara akan dikemas tidak lepas dari upacara sakral budaya dengan melakukan ritual adat yang pada umumnya berlaku bagi orang Batak. Salah satu unsur seni budaya yang penting yang tidak dapat ditinggalkan dalam rangkaian ritual adat adalah peran seni musik yang begitu besar. Secara khusus dalam pelaksanaan acara adat di gedung, sejak dimulai acara pembukaan hingga berakhirnya acara musik tetap sangat penting karena musik dijadikan sebagai pendukung, penghubung, penghantar, dan penyambung dalam rangkaian acara. Musik yang digunakan mulai dari yang berjenis tradisional gondang, musik populer Batak sampai musik popular Indonesia. Musik sangat diperlukan untuk mengiringi setiap rangkaian acara dalam pesta pernikahan. Sebagai contoh, satu bagian dari acara terakhir dalam pesta pernikahan adalah Mangulosi memberi kain tenun Batak. Di bagian acara mangulosi keluarga-keluarga akan mengekspresikan kasih holong kepada kedua mempelai dengan pemberikan ulos 45 holong ulos tanda kasih sebagai bentuk simbolisasi kasih. Adapun lagu yang diminta dimainkan atau dinyanyikan oleh penyanyi artis sangat beragam sesuai dengan maksud nasihat yang akan disampaikan. Dalam acara tersebut, ada satu permintaan doa dari keluarga supaya kedua pengantin yang baru membentuk rumah tangga baru tersebut diberkati dengan istilah maranak-marboru mempunyai anak laki-laki dan perempuan. Sebelum menyanyi biasanya terlebih dahulu disampaikan pantun yang berbunyi: “ Tinampul bulung ni salak laos hona bulung singkoru. Tibu ma hamu mangabing anak laos mangompa boru” red: intinya kiranya segera memangku anak-laki-laki dan menggendong anak perempuan. Pada bagian acara Mangulosi pihak keluarga biasanya meminta kepada pemusik supaya memainkan, atau menyanyikan lagu yang ada hubungannya dengan maranak- marboru untuk mengiringi pemberian ulos tanda kasih tersebut. Sebelum ulos dikembangkan dan akan diselimutkan kepada kedua mempelai, si Pemberi ulos akan menyampaikan nasihat dan wejangan. Inti nasihat yang tidak bisa dilupakan adalah mengenai ideologi hagabeon: supaya diberkati dengan mendapatkan keturunan yang banyak. Hal ini terdapat dalam pantun Batak berikut ini: “Harangan ni Pansurbatu hatubuan ni singgolom. Maranak ma hamu sampulu pitu marboru sampulu onom”. red: intinya semoga diberkati memperoleh anak laki-laki 17 dan anak perempuan 16. Sebagaimana yang dicita-citakan dalam ideologi hagabeon, supaya mempelai memperoleh keturunan, mendapatkan rejeki yang melimpah dalam pekerjaan hamoraon dan mendapatkan kedudukan yang terhormat dalam masyarakat hasangapon. 46 Dalam mendengarkan lagu, melalui acara formal dan non-formal, orang Batak telah berada pada suatu proses internaslisasi lagu. Lagu-lagu yang didengarkan secara sengaja atau tidak telah meresap dan mengendap ke dalam batin mereka, sehingga dalam penyerapannya, isi dan lagu-lagu tersebut telah menanamkan makna bagi kehidupan mereka dan menjadikan identitas bagi orang Batak Toba.

2. Etnik Batak

Menelusuri istilah ‘Batak’ ternyata tidak mudah untuk menemukan artinya, karena pada penelusuran kata tersebut tidak ditemukan artinya secara gamblang. Namun ada beberapa usaha untuk memberi pengertian terhadap makna kata tersebut sehubungan dengan pengalaman para missionaris bertemu pertama kali dengan ‘suku asing’ suku-suku pedalaman tersebut. Menurut Azhari, bahwa kata Batak pada awalnya muncul sebagai ungkapan ejekan penduduk pesisir kepada penduduk pedalaman, bahkan cenderung menghina untuk menyebut penduduk pegunungan itu sebagai kurang beradab, liar, dan tinggal di hutan. Selanjutnya, pada awal abad 20 pengertian Batak mulai muncul sebagai sebutan etnik dan menjadi nama identitas suku-suku Batak. 3 Selain itu, ada yang menghubungkan kata Batak dengan latarbelakang kehidupan orang yang bermukim di pedalaman Sumatera dan menghubungkannya dengan praktik kanibalisme yang diyakini pernah terjadi di kalangan suku-suku tersebut. 4 3 Azhari, Ichwan. 2011. Nama Batak Bukan dari Orangnya, Medan, Surat Kabar Waspada, November 2011. 4 Marsden, William.1811. The History of Sumatra, Third edition, London: Printed for the Author by J. M’Creery, Black-Horse-Court. p. 217-218. 47 Untuk menelaah lebih jauh mengenai etnik Batak tersebut penelusuran berikut ini menjadi penting. Dalam missi penjelajahan dunia yang dilakukan oleh bangsa Eropa ke kawasan Asia, Pulau Sumatera menjadi pulau yang memiliki daya tarik tersendiri dan menjadi salah satu wilayah sasaran yang dituju. Hal tersebut dibuktikan dengan missi pengutusan pemerintah Inggris kepada William Marsden pada tahun 1772 dan Sir Thomas Stamford Raffles pada tahun 1820. Dalam penjelajahan mereka, keduanya memasuki wilayah yang ditinggali etnik Batak tersebut dari arah pantai Barat. Sedangkan John Anderson pada penjelajahan berikutnya memasuki wilayah hunian Batak dari pantai Timur. 5 John Anderson diutus oleh W.E. Philip, sebagai Gubernur Jenderal Inggris, yang berkedudukan di Pulau Penang melaksanakan tugas dibidang politik dan ekonomi. Perjalanan Anderson cukup panjang memakan waktu selama enam bulan, yang dimulai Januari - Juli 1823. Pengalaman Anderson tersebut dicatat dalam buku hariannya dan kemudian diterbitkan dengan judul: Mission To The East Coast of Sumatra 1826. Dalam perjumpan John Anderson dengan ‘suku asing’ yang ia temui untuk pertama kali, telah mendengar sebutan suku tersebut dengan ‘Batta’. Melalui pengamatan yang lebih mendalam lagi mengenai ‘suku asing’ tersebut Anderson kemudian menyadari bahwa suku terasing tersebut ternyata terbagi dalam beberapa suku yang satu dengan lainnya memiliki tradisi dan bahasa yang berbeda. Berdasarkan perbedaan tradisi dan bahasa yang dimiliki suku-suku Batak tersebut maka Anderson kemudian mengkategorikan dan menyebut suku-suku tersebut dengan: Mandiling untuk suku Mandailing, Tubba untuk suku Toba, Pappak untuk suku Pak-pak, Karau-Karau untuk suku Karo, dan Semilongan 5 Ibid.