Kendala dan Solusi a. Pada Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum

Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2011 125 125 BAGIAN 3

b. Pada Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama

Program bantuan hukum, merupakan program yang relatif baru bagi Pengadilan Agama, maka tidak heran bila banyak persoalan yang timbul di lapangan. Di antara persoalan tersebut adalah petugas Posbakum kurang memahami proses berperkara di Pengadilan Agama. Banyak dijumpai pembuatan surat gugatan dan permohonan, replik dan duplik yang tidak sesuai dengan peraturan berlaku di Pengadilan Agama. Akibatnya, dapat menyebabkan suatu perkara ditolak karena surat gugatan kabur atau obscuur libel. Bila ini terjadi maka para pihak akan sangat dirugikan. Hal lain yang kerap terjadi adalah petugas Posbakum tidak mengerti istilah-istilah teknis hukum Islam yang notabene menjadi hukum materiil Peradilan Agama. Ini disebabkan kebanyakan petugas Posbakum berlatar belakang sarjana hukum umum, bukan sarjana syari’ah. Kondisi tidak mendukung lainnya adalah minimnya infrastruktur yang memadai seperti ruangan yang representatif, alat tulis kantor, dan perangkat komputer. Selain itu, khusus untuk program perkara prodeo, penyerapan anggaran relatif minim. Hal ini disebabkan masyarakat mengalami kesulitan dalam memenuhi persyaratan pengajuan perkara secara prodeo. Salah satu syarat utama adalah Surat Keterangan Tidak Mampu SKTM. Kerapkali masyarakat mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk mendapatkan SKTM dari pada biaya yang harus dibayarkan. Persoalan lain yang dijumpai berkaitan dengan realisasi anggaran. Setiap perkara prodeo dianggarkan sebesar Rp300.000 tiga ratus ribu rupiah. Menurut Juklak yang diterbitkan oleh Mahkamah Agung, apabila penggunaan anggaran untuk tiap perkara berlebih maka harus dikembalikan ke negara. Hal ini menyebabkan anggaran tidak dapat terserap secara maksimal. Ada juga persoalan psikologis. Masyarakat merasa malu menggunakan layanan prodeo. Mereka malu menyatakan dirinya sebagai masyarakat miskin. Pengadilan Agama tidak tinggal diam dalam menghadapi masalah- masalah tersebut. Pengadilan Agama berusaha menggunakan sumber Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2011 126 126 BAGIAN 3 daya yang ada dan memaksimalkan penggunaannya. Beberapa Pengadilan Agama telah merencanakan pengusulan anggaran untuk menunjang pelaksanaan Posbakum untuk tahun 2012. Hampir semua Pengadilan Agama penyedia Posbakum telah menggunakan sebuah sistem manajemen perkara yang dikenal dengan Sistem Informasi Administrasi Pengadilan Agama SIADPA. Sistem ini sama canggihnya dengan sistem Casetrack yang digunakan oleh the Family Court of Australia FCoA. Namun, petugas Posbakum belum terlatih bahkan sebagian sangat awam menggunakan sistem ini. Akibatnya, oleh karena perkara yang masuk tidak terekam secara baik, penyelesaian perkara mengalami hambatan yang cukup signiikan. Banyak Pengadilan Agama memandang bahwa Posbakum harus disosialisasi secara baik dan terprogram sehingga masyarakat akan cepat mengetahui dan menyadari pentingnya Posbakum ini. Kendala yang dihadapi berkenaan dengan sosialisasi ini adalah tidak tersedianya anggaran khusus untuk itu. Anggaran yang ada hanya khusus untuk implementasi Posbakum saja bukan untuk sosialisasinya. Untuk sementara ini, beberapa Pengadilan Agama telah berusaha menyosialisasikan Posbakum dengan menggunakan media yang ada seperti spanduk dan memaksimalkan fungsi Meja Informasi.

3. Menyongsong Bantuan Hukum Tahun Depan

Dengan lahirnya Undang-undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, maka sejatinya penyelenggaraan Posbakum berada di bawah kewenangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, bukan lagi oleh Mahkamah Agung. Walaupun demikian masih dimungkinkan Mahkamah Agung menyelenggarakan Bantuan Hukum untuk tahun 2012. Penyelenggaraan Bantuan Hukum menurut Undang-Undang tersebut bertujuan untuk: a. Menjamin dan memenuhi hak bagi Penerima Bantuan Hukum untuk mendapatkan akses keadilan, b. Mewujudkan hak konstitusional segala warga negara sesuai dengan prinsip persamaan kedudukan di dalam hukum, c. Menjamin kepastian penyelenggaraan Bantuan Hukum dilaksanakan secara merata di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia, dan d. Mewujudkan pengadilan yang efektif, eisien, dan dapat dipertanggungjawabkan. Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2011 127 127 BAGIAN 3 Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia telah mengirimkan surat tanggal 8 Desember 2011 Nomor: M.HH.UM.01.01-75 tentang Masa Transisi Penyelenggaraan Bantuan Hukum Pasca diundangkannya Undang-undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum yang ditujukan antara lain kepada Ketua Mahkamah Agung RI. Dalam surat tersebut Menteri Hukum dan HAM menyatakan bahwa Kementerian Hukum dan HAM RI diberikan mandat untuk menyelenggarakan pemberian bantuan hukum untuk masyarakat miskin. Akan tetapi mengingat bahwa pengalihan penyelenggaraan pemberian bantuan hukum dari berbagai kementrianlembaga yang telah mengelola anggaran dan memberikan bantuan hukum sebelumnya membutuhkan waktu penyiapan aturan pelaksanaan dan instrumen lainnya, serta untuk menghindari terhentinya layanan bantuan hukum untuk masyarakat miskin. Ketentuan Pasal 22 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2011 yang menentukan bahwa penyelenggaraan dan anggaran Bantuan Hukum yang diselenggarakan oleh berbagai instansi, pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, tetap dilaksanakan sampai berakhirnya tahun anggaran yang bersangkutan, dan Pasal 23 mengandung pengertian bahwa pemberian bantuan hukum termasuk penggunaan anggarannya yang telah dipersiapkan sebelumnya adalah pemberian bantuan hukum dan anggaran untuk tahun anggaran 2012, di mana pembahasan RAPBN 2012 telah selesai sebelum Undang-undang Nomor 16 Tahun 2011 diundangkan pada tanggal 2 November 2011. Menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang APBN Tahun 2012, anggaran bantuan hukum masih tersebar di dalam DIPA berbagai kementerianlembaga dan belum dimasukkan ke dalam DIPA Kementerian Hukum dan HAM RI. Dengan demikian anggaran bantuan hukum tahun 2012 pada Mahkamah Agung masih dianggarkan untuk Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama.