Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2011
139 139
BAGIAN 3
Inisiatif penyusunan PERMA ini dicetuskan sebagai upaya untuk mengisi kekosongan hukum yang dapat berakibat pada ketidakpastian hukum dan
potensi kebingungan dalam proses penanganan perkara di pengadilan. Dengan kehadiran PERMA ini menjadi jelas bahwa pihak yang dapat
mengajukan upaya hukum adalah pihak-pihak yang semula bersengketa di Komisi Informasi, yaitu Pemohon Informasi dengan Badan Publik Negara
atau Badan Publik selain Badan Publik Negara. Objek yang menjadi sengketa dalam upaya hukum tersebut adalah Putusan Komisi Informasi,
berkas perkara serta pemohonan keberatan dan jawaban atas keberatan tertulis dari para pihak.
Keberadaan PERMA ini menjadikan jelas posisi Komisi Informasi sebagai lembaga penyelesaian sengketa informasi publik dan mempertegas hukum
acara yang diperlukan dalam penyelesaian sengketa tersebut.
2. Mediasi di Pengadilan
Mediasi merupakan salah satu bentuk pilihan penyelesaian sengketa Alternative Dispute Resolution atau ADR. Kelebihan utama dari mediasi
adalah, berbeda dengan litigasi, mediasi menawarkan proses penyelesaian sengketa yang cepat, murah, dan sederhana hingga bisa membuka akses
mencapai keadilan bagi semua golongan masyarakat. Mediasi juga menawarkan leksibilitas mekanisme untuk disesuaikan
dengan kondisi para pihak yang bersengketa, mediator, dan sengketa yang dihadapi. Kelenturan mediasi berkaitan dengan banyak aspek, seperti cara
pendekatan yang dipakai juga tempat dan waktu untuk melakukan mediasi. Perlu ditekankan, semua kelenturan ini berdasarkan kesukarelaan dan
itikad baik para pihak yang bersengketa. Mediasi bisa menjadi salah satu ujung tombak reformasi hukum di Indonesia. Sesuai dengan keselarasan
antara mediasi dan budaya Indonesia, maka secara langsung mediasi juga berperan melestarikan tradisi yang hidup di tengah masyarakat. S e c a r a
yuridis formal, mediasi mulai digunakan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Undang-
Undang ini kemudian digantikan dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2011
140 140
BAGIAN 3
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup memberikan pilihan kepada para pihak untuk menyelesaikan
sengketa melalui mediasi, arbitrase, atau pengadilan. Kemudian, Undang- Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa juga mengakomodasi mediasi walaupun hanya dalam sebuah pasal.
Sistem peradilan Indonesia kemudian juga mengadopsi mediasi dan perdamaian melalui Surat Edaran Mahkamah Agung RI SEMA Nomor 1
Tahun 2002 tentang Lembaga Damai dan PERMA No. 2 Tahun 2003. Namun instrumen ini belum berjalan efektif karena SEMA hanya bersifat imbauan.
Mahkamah Agung memperbarui kebijakan itu melalui PERMA Nomor 1 Tahun 2008. PERMA ini mewajibkan hakim mengikuti prosedur penyelesaian
sengketa yang diatur dalam PERMA supaya putusan yang dihasilkan tidak menjadi batal demi hukum Pasal 2 ayat 2 dan 3 PERMA Nomor 1 Tahun
2008.
Mediasi formal di pengadilan juga mempunyai kelebihan, yaitu kesepakatan yang dicapai mempunyai kekuatan eksekutorial sama seperti putusan
hakim dan akta perdamaian sebagai akta yang memuat isi kesepakatan perdamaian dan putusan hakim yang menguatkan kesepakatan perdamaian
tersebut tidak tunduk pada upaya hukum biasa dan luar biasa Pasal 1 ayat 2 PERMA Nomor 1 Tahun 2008. Jadi mediasi mempunyai kekuatan yang luar
biasa yaitu eksekutorial dan inal tidak bisa banding dan kasasi. Mediasi di pengadilan juga dapat dilakukan untuk sengketa yang berada dalam tingkat
banding, kasasi dan peninjauan kembali Pasal 21 PERMA Nomor 1 Tahun 2008.
Ruang Mediasi Pengadilan Negeri Jakarta Barat kiri dan Pengadilan Agama Padang kanan