“International Conference On Enforcing Contracts”, di Korea Selatan.

Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2011 324 324 BAGIAN 9 Economy , dalam kerangka APEC-Ease of Doing Business Action Plan, untuk indikator Enforcing Contracts. Champion Economies adalah ekonomi anggota APEC yang secara voluntary ingin membantu ekonomi anggota APEC lainnya guna memperbaiki iklim berusaha. Terdapat tiga tahapan bantuan peningkatan kapasitas. Pertama, penyelenggaraan seminar dan workshop untuk seluruh ekonomi APEC. Kedua, pembuatan diagnostic study, termasuk seminarworkshop conference untuk individual economy yang bersedia dibantu dalam menganalisa permasalahan pada indikator terkait. Ketiga, reformasi peraturan dan implemetasinya. Pelaksanaan Tahap Kedua dan Tahap Ketiga tergantung pada kesediaan ekonomi negara yang membutuhkan. Korea menyelenggarakan APEC-Workshop on Enforcing Contracts di Korea pada bulan Juni 2010, dan dihadiri oleh wakil-wakil dari Ekonomi Anggota APEC, termasuk Indonesia. Indonesia dan Peru menyampaikan keinginan untuk memperoleh bantuan peningkatan kapasitas Tahap Kedua. Korea Selatan memberikan tanggapan positif atas permintaan itu. Ministry of Justice dan Ministry of Foreign Affairs and Trade Pemerintah Korea Selatan bekerjasama dengan Kemenko Perekonomian menyelenggarakan Workshop on Enforcing Contracts in Indonesia di Jakarta pada tanggal 26 Januari 2011 yang dihadiri oleh sekitar seratus orang peserta dari kalangan pemerintah, kehakiman, akademisi, pengamat dan praktisi hukum Indonesia. Pada acara studi diagnostik kondisi Enforcing Contracts di Indonesia, dalam hal ini pihak Korea melalui Kemenko Perekonomian meminta bantuan untuk mendapatkan dua orang profesor guna melaksanakan studi tersebut. Prof. Hikmahanto Juwana dari Universitas Indonesia dan Prof. Huala Adolf dari Universitas Padjajaran telah melaksanakan dan menyelesaikan studi tersebut pada Oktober 2011. Pihak Korea juga mendanai Kim and Chang, kantor advokat terkemuka di Korea, untuk melakukan riset terpisah tentang Enforcing Contracts di Indonesia. Kedua hasil studi tersebut sangat elaboratif menggambarkan kondisi Enforcing Contracts di Indonesia. Kedua hasil studi tersebut Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2011 325 325 BAGIAN 9 dipresentasikan pada acara International Conference on Enforcing Contracts pada tanggal 26-27 Oktober 2011 di Seoul. Penyelenggaraan Konferensi tersebut antara lain bertujuan sebagai sarana diskusi, penyampaikan saran dan masukan serta rekomendasi kebijakan berdasarkan atas hasil riset diagnostik studi tentang Enforcing Contracts di Indonesia dan Peru. · Kegiatan International Conference on Enforcing Contracts pada tanggal 26-27 Oktober 2011 di Seoul berhasil mencapai kesepakatan tentang reformasi peraturan dan perbaikan implementasinya, yang menyangkut prosedur, waktu dan biaya. · Delegasi Indonesia dipimpin oleh Hakim Agung Profesor Mieke Komar, didampingi hakim agung, hakim Pengadilan Negeri, pejabat instansi pemerintah, akademisi dan advokat yang ditunjuk. · Pada kesempatan kunjungan ke Korea tersebut, para Hakim Agung, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat beserta Hakim serta Staf Khusus Wapres Bidang Hukum telah diterima oleh Ketua Mahkamah Agung Korea Selatan, Mr Yang Sung-Tae. Hasil International Conference on Enforcing Contracts, 27 Oktober 2011 Pemerintah Korea berkomitmen memberikan bantuan peningkatan kapasitas bagi Indonesia dan Peru terkait upaya reformasi Enforcing Contracts dan diharapkan dapat mendorong reformasi peraturan maupun implementasi Enforcing Contracts di Indonesia dan memenuhi target APEC, yaitu faster, easier and cheaper hingga 25 pada tahun 2015. Sambutan berikutnya disampaikan oleh Mr. LEE, Si-hyung, Deputy Minister of Foreign Affairs and Trade Republic of Korea, yang antara lain menyampaikan bahwa melalui bantuan peningkatan kapasitas tersebut, diharapkan hubungan bilateral antara Korea-Indonesia dan Korea-Peru dapat lebih meningkat di masa mendatang. Kondisi makro ekonomi Indonesia yang relatif stabil di tengah krisis global memerlukan perbaikan kemudahan berusaha, khususnya dalam implementasi Master Plan on Acceleration and Expansion of Indonesia Economic Development 2011- 2015. Hasil konferensi ini diharapkan dapat membawa kemajuan bagi dunia hukum di Korea, Peru dan Indonesia, utamanya terkait dengan Enforcing Contracts . Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2011 326 326 BAGIAN 9 Konferensi juga menyinggung tentang UNCISG United Nations Convention on Contracts for the International Sale of Goods . UNCSIG menyediakan suatu panduan umum dalam penyelesaian perselisihan yang terkait dengan international sale of goods . Korea dan Peru telah menjadi pihak dalam konvensi tersebut. Indonesia telah memiliki ATIGA dalam forum ASEAN, namun belum menjadi pihak dalam CISG. Disarankan agar Indonesia dapat menggunakan UNCITRAL Model Law dalam mereformasi peraturan- peraturan yang terkait dengan perdagangan internasional. Anggota delegasi Indonesia, Ricardo Simanjuntak, menyampaikan paparan secara khusus tentang metodologi IFCWorld Bank dalam penilaian kondisi Enforcing Contracts , khususnya di Indonesia. Metodologi dari IFC-World Bank yang dianggap tidak mencerminkan kondisi yang sebenarnya dari pelaksanaan Enforcing Contracts di Indonesia, antara lain bahwa berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung, penyelesaian kasus-kasus perdata pada Pengadilan Negeri harus diselesaikan paling lambat 6 bulan atau sama dengan 180 hari. Total dengan Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung, maka waktu yang dibutuhkan adalah 333 hari. Sedangkan hasil survey IFCWB,bahwa waktu yang dibutuhkan adalah 570 hari sangat tidak masuk akal. Presentasi Ricardo Simanjuntak ini sejalan dengan hasil penelitian Kim and Chang, bahwa hasil survey IFC-WB mungkin tidak menggambarkan secara benar kondisi implementasi penyelesaian perkara perdata di Indonesia. Anggota delegasi lain, Prof. Dr Huala Adolf, SH., LLM menyarankan perbaikan Enforcing Contracts yaitu berupa reformasi Hukum Acara Perdata, pembentukan small claim court, dan implementasi e-court system. Jika perubahan diterapkan, waktu dan biaya yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kasus-kasus perdata yang berhubungan dengan SMEs dapat menjadi lebih efektif dan eisien. Disarankan pula ada suatu peraturan dari kalangan asosiasi penasihat hukum yang memberikan batasan biaya fee penasihat hukum. Berdasarkan presentasi dari delegasi Korea Selatan Kim and Chang, terdapat beberapa tahapan dalam prosedur penyelesaian perkara perdata di Indonesia yang sebaiknya disederhanakan, yaitu: a. Mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk proses mediasi. Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2011 327 327 BAGIAN 9 b. Menetapkan batas waktu yang lebih ketat bagi pembuktian yang dilakukan oleh para pihak yang bersengketa. Jika salah satu pihak gagal memenuhi batas waktu yang telah ditentukan, maka tidak perlu diberikan perpanjangan waktu dan proses peradilan perkara tersebut agar dapat dihentikan. c. Pembentukan Small Claim Court . d. Biaya tinggi yang dibutuhkan bagi jasa pengacara dapat diatasi dengan menetapkan batas atas bagi biaya jasa pengacara. Kunjungan selanjutnya tanggal 28 ontober 2011 diadakan ke IT Center Mahkamah Agung Korea Selatan. Pada kunjungan tersebut Korea menunjukkan sebuah sistem peradilan yang efektif, efesien dan canggih berbasis ICT information, communication, dan technology. Sistem tersebut dikenal dengan sebutan e-court system. Melalui e-court system, kendala jarak, waktu, dan biaya dapat teratasi. Pihak-pihak yang berperkara dalam peradilan dapat bertemu secara online.

8. Kunjungan Balasan ke Belanda.

Kunjungan delegasi Mahkamah Agung ke Belanda dilaksanakan tanggal 30 Oktober–4 November 2011 bertujuan mendiskusikan beberapa hal. Antara lain tantangan yang dihadapi saat mengimplementasikan sistem kamar pada Mahkamah Agung, manajemen perkara pada Hoge Raad, dan tukar menukar pikiran tentang masalah hukum pidana dan perdata. Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2011 328 328 BAGIAN 9 Mahkamah Agung RI melaksanakan kunjungan balasan ke Hoge Raad Belanda setelah satu tahun berlalu sejak kunjungan Presiden Hoge Raad Kerajaan Belanda Geert Corstens dan Vice President Hoge Raad Hans Fleer ke Mahkamah Agung. Delegasi Indonesia diterima di ruang kerja Presiden Hoge Raad. Delegasi Mahkamah Agung RI langsung dipimpin Ketua Ketua Mahkamah Agung RI Dr. H. Ariin A. Tumpa, SH., diikuti sejumlah hakim agung, hakim, dan tim pembaruan. Hadir dalam acara tersebut, perwakilan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia bagi Kerajaan Belanda yang diwakili oleh Kuasa Usaha Ad-Interim RI Umar Hadi. Hadir pula dalam pertemuan tersebut Wakil Ketua Hoge Raad, Mr Hans Fleer, Hakim Hoge Raad Loth Peters dan Registrar Hans Storm. Selain itu hadir juga perwakilan Center for International Legal Cooperation Mr Jan van Olden dan Erick Vicken serta pemerhati peradilan Indonesia Sebastian Pompe. Langkah selanjutnya bergantung kepada pihak-pihak yang hadir pada kunjungan tersebut untuk menentukan tindak lanjut kerja sama ini. Diharapkan kunjungan dapat dicapai butir-butir kerjasama yang disepakati sebagai basis untuk tindak lanjut di masa yang akan datang.

9. Joint Study for Capacity – Development of Indonesia Judges, di Tokyo Jepang.