Mediasi di Pengadilan M. Hatta Ali, S, M

Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2011 140 140 BAGIAN 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup memberikan pilihan kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui mediasi, arbitrase, atau pengadilan. Kemudian, Undang- Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa juga mengakomodasi mediasi walaupun hanya dalam sebuah pasal. Sistem peradilan Indonesia kemudian juga mengadopsi mediasi dan perdamaian melalui Surat Edaran Mahkamah Agung RI SEMA Nomor 1 Tahun 2002 tentang Lembaga Damai dan PERMA No. 2 Tahun 2003. Namun instrumen ini belum berjalan efektif karena SEMA hanya bersifat imbauan. Mahkamah Agung memperbarui kebijakan itu melalui PERMA Nomor 1 Tahun 2008. PERMA ini mewajibkan hakim mengikuti prosedur penyelesaian sengketa yang diatur dalam PERMA supaya putusan yang dihasilkan tidak menjadi batal demi hukum Pasal 2 ayat 2 dan 3 PERMA Nomor 1 Tahun 2008. Mediasi formal di pengadilan juga mempunyai kelebihan, yaitu kesepakatan yang dicapai mempunyai kekuatan eksekutorial sama seperti putusan hakim dan akta perdamaian sebagai akta yang memuat isi kesepakatan perdamaian dan putusan hakim yang menguatkan kesepakatan perdamaian tersebut tidak tunduk pada upaya hukum biasa dan luar biasa Pasal 1 ayat 2 PERMA Nomor 1 Tahun 2008. Jadi mediasi mempunyai kekuatan yang luar biasa yaitu eksekutorial dan inal tidak bisa banding dan kasasi. Mediasi di pengadilan juga dapat dilakukan untuk sengketa yang berada dalam tingkat banding, kasasi dan peninjauan kembali Pasal 21 PERMA Nomor 1 Tahun 2008. Ruang Mediasi Pengadilan Negeri Jakarta Barat kiri dan Pengadilan Agama Padang kanan Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2011 141 141 BAGIAN 3 Mediasi di pengadilan hanya memakan waktu sekitar 2 dua bulan sejak penunjukan mediator sampai mencapai kesepakatan. Pasal 13 ayat 3 PERMA Nomor 1 Tahun 2008. Bandingkan dengan proses litigasi yang membutuhkan waktu 6 enam bulan untuk menyelesaikan kasus di tingkat pertamaPengadilan Negeri SEMA Nomor 6 Tahun 1992. Belum lagi kalau sebuah kasus mencapai tingkat banding, kasasi, peninjauan kembali. Pelaksanaan mediasi di lingkup peradilan umum dan peradilan agama memang belum menjadi pilihan utama bagi pencari keadilan dalam penyelesaian sengketaperkara. Walaupun demikian perkembangan positif terus meningkat dari tahun ke tahun. Khusus pada peradilan agama, keberhasilan mediasi dinilai relatif kecil. Hal ini disebabkan karena perkara perceraian sangat sulit dilakukan proses mediasi. Sebuah rumah tangga yang sudah pecah broken marriage, yang sehari-hari hanya diwarnai oleh pertengkaran dan perselisihan, hampir tidak bisa diselamatkan.

3. Standar Pelayanan Publik di Pengadilan

Salah satu amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik adalah mewajibkan lembaga publik untuk menerbitkan standar penyelenggaraan pelayanan publik yang selaras dengan undang- undang tersebut. Tanpa terkecuali, Mahkamah Agung sebagai salah satu lembaga penyelenggara layanan publik wajib menerbitkan aturan standar pelayanan publik tersebut. Saat ini Mahkamah Agung tengah merancang peraturan mengenai standar pelayanan publik di pengadilan. Rancangan peraturan tersebut akan memiliki muatan standar pelayanan publik yang selaras dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009. Aturan dalam Undang-Undang Pelayanan Publik mengamanatkan harus ada 14 poin yang terdapat dalam setiap standar pelayanan publik, yaitu antara lain sistem, mekanisme dan prosedur; jangka waktu penyelesaian; biayatarif; fasilitas; evaluasi kinerja pelaksana. Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI - Tahun 2011 142 142 BAGIAN 3 Dalam rancangan peraturan tersebut, standar pelayanan pengadilan akan terdiri dari pelayanan perkara dan non-perkara yang akan berlaku sebagai standar pelayanan pengadilan tingkat nasional dan per pengadilan, serta bagi satuan-satuan kerja. Kelak Standar Pelayanan Pengadilan juga akan mengamanatkan pembentukan standar pelayanan kepada satuan kerja yang lebih kecil untuk disesuaikan dengan karakteristik masing-masing pengadilan. Nantinya, Standar tersebut juga akan memuat standar pelayanan pada badan peradilan umum, badan peradilan agama serta badan peradilan militer dan tata usaha negara. Selain itu akan memuat mekanisme penerimaan dan penanganan keluhan terhadap layanan dan sanksi bagi pejabat yang tidak bekerja sesuai standar pelayanan.