Perkembangan Penegakan Hukum di Sektor Alih Hutan
14
setimpal serta memulihkan kerugian ekologis dan ekonomis yang timbul dari kejahatan tersebut
Pendekatan multidoor kemudian muncul sebagai cara baru yang mengupayakan penggunaan berbagai UU yang paling mungkin digunakan sesuai denganprinsip-prinsip hukum pidana yang
berlaku.
8
Dengan alat penegakan yang baru dengan menggunakan instrumen Undang undang Anti Korupsi dan Anti Pencucian Uang yang dianggap akan menawarkan cara yang lebih
efektif untuk menangkap pelaku yang lebih utama yang tidak secara langsung terkait dengan tindakan kejahatan di level lapangan. Oleh karena itu, penekanannya telah bergeser dari
konsep melacak kayu bulatnya menjadi melacak aliran uangnya.
9
Pendekatan multidoor juga secara khusus dibentuk untuk menjadikan korporasi sebagai tersangkaterdakwa selain pelaku individual atau pelaku lapangan. Degan menggunakan
Tindak Pidana Pencucian Uang TPPU selain tindak pidana asal misalnyakorupsi, perpajakan, kehutanan, pertambangan, tata ruang, dan perkebunan bertujuanmengembalikan kerugian
negara asset recovery dari aset-aset yang berada di dalam maupun di luar negeri;Memanfaatkan ketentuan yang mengatur kerusakan lingkungan hidup dan tindak
pidanakorporasi sesuai dengan Undang
—undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan danPengelolaan Lingkungan Hidup UU PPLH. Hal tersebut bertujuan agar
Pasal 119 UU PPLH yangmemungkinkan pidana tambahan, antara lain berupa perampasan keuntungan, perbaikanakibat tindak pidana, dapat digunakan.Dalam rangka mengoptimalkan
mengembalikan kerugian negara asset recovery, mendorongpemanfaatan pasal-pasal yang mengatur tentang pembuktian terbalik oleh penyidik danpenuntut umum.
Manfaat pendekatan ini mencakup: Menghindari lolosnya pelaku kakap kejahatan di bidang kehutanan karenaterbatasnya jangkauan suatu peraturan perundangan.Membuat jera para
pelaku tindak pidana khususnya pelaku yangmenjadi otak dari suatu kejahatan yang terorganisir, sehingga mampumenimbulkan dampak pencegahan dan mempunyai daya
tangkalbagi yang lainnya. Mendorong pertanggungjawaban yang lebih komprehensif termasukpertanggungjawaban koorporasi, pengembalian kerugian negara danpemulihan
lingkungan sehingga menimbulkan efek jera.Memudahkan proses kejasama internasional khususnya dalam pengejaran aset, tersangka dan kerja sama pidana lainnya.Memaksimalkan
proses pengembalian kerugian negara termasuk darisektor pajak.
10
Ada beberapa kriteria dalam penerapan multiodoor ini, yakni pertama, jika Terdapat indikasi penyimpangan dalam proses pemberian izin. Misalnya pemberian izin usaha perkebunan tanpa
AMDAL. Upaya Pengelolaan Lingkungan Upaya Pemantauan Lingkungan UKL-UPLdanatau Izin Lingkungan. Terdapat indikasi usaha dan atau kegiatan dilakukan di luar izin atau tanpa
izin. Misal: Perusahaan tambang melakukan kegiatan pertambangan di luar konsesi izin usaha pertambangannya. Terdapat indikasi tindak pidana dilakukan di daerah dengan fungsi
konservasi danatau fungsi lindung danatau berada padalahan gambut dalam atau terdapat pembakaran lahankawasan. Misalnya perusahaan perkebunan melakukan pembakaran lahan
di atas wilayah gambut dalam. Terdapat indikasi hilangnya potensi penerimaan negara danataukerugian pada pendapatan negara. Misalnya perusahaan melakukan land clearing tanpa
8
Lihat fact sheet stgas Kesiapan Lemebagaan REDD+ hal 1 ,
9
Lihat, Pembelajaran bagi REDD+ dari Berbagai Tindakan untuk Mengendalikan Pembalakan Liar di Indonesia, United Nations Office on Drugs and Crime dan Center for International Forestry Research, 2011, hal 6
10
Ibid hal 2
15
membayar Provisi Sumberdaya Hutan-DanaReboisasi PSDH-DR padahal terdapat tegakan atau tidak membayarpajak sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
11
Dengan dorongan tersebut, penerapan UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, akhirnya mulai
digunakan untuk menjerat kejahatan di sektor kehutanan. Awalnya, penerapan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dinilai memberikan harapan, di mana sejak tahun
2006 sampai dengan tahun 2014 telah digunakan dalam beberapa kasus. Baik oleh KPK maupun Polri. Akan tetapi, dalam beberapa kasus tersebut KPK belum dapat memulihkan
kerugian keuangan negara yang diakibatkan oleh korupsi, munculnya juga beberapa tantangan, sebagai contoh yakni adanya problem perampasan uang hasil kejahatan yang digunakan
sebagai bagian dari modal dalam sebuah perusahaan. Atau yang ditempatkan dalam sistem perbankan yang terafiliasi atau tidak terafiliasi dengan perusahaan. atau adanya penghindaran
pajak juga menggunakan sarana kerahasiaan perbankan dan daerah tax haven di wilayah secrecy jurisdiction, seperti Macao-Hongkong dan British Virgin Island BVI.
12
Muncul pula kesulitan aturan hukum Indonesia yang bisa menjerat pelaku kejahatan kehutanan hingga pada aktor intelektual yang dapat menyembunyikan kekayaannya disela-sela
celah peraturan hukum di Indonesia atau bahkan menggunakan strategi lintas negara, lintas aturan hukum dan kerahasiaan perbankan yang sulit ditembus. Beberapa hal diatas
menunjukkan bahwa UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juga mempunyai keterbatasan ruang gerak
Keterbatasan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diatas diharapkan dapat dijawab dengan penerapan UU Pemberantasan Pencucian Uang, pemberantas kejahatan di bidang
kehutanan menjadi terbuka dengan memasukkan jenis kejahatan ini sebagai kejahatan asal predicate offence dari tindak pidana pencucian uang dalam UU No. 25 Tahun 2003 tentang
Perubahan UU No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Dengan instrumen hukum yang baru ini aktor intelektual illegal logging dijerat dengan pasal-pasal
tindak pidana pencucian uang di samping tentunya dijerat dengan pasal-pasal tindak pidana di bidang kehutanan.