Kasus Adelin Lis Gambaran Perkembangan Pengadilan Tiga Kasus Kejahatan Hutan

219 Sebetulnya berdasarkan standar pada umumnya dipakai dalam kriminalisasi pencucian uang, meliputi: Pertama, a financial transaction transaksi keuangan. Kedua, proceed hasil-hasil kejahatan. Ketiga, unlawful activity tindakan kejahatan. Keempat, knowledge mengetahui atau patut mengetahui, dan Kelima, intend maksud. Sudah dapat digunakan dalam kasus ini. karena unsur objektif pada Pasal 3 UU PencucianUang ini adalah menempatkan, mentransfer, membayarkan atau membelanjakan, menghibahkan atau menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan atau perbuatan lainnya terhadap harta kekayaan. Selanjutnya unsur subyektif Pasal 3 terdiri dari sengaja, mengetahui atau patut menduga bahwa harta kekayaan berasal dari atau merupakan hasil tindak pidana. Maka dalam rumusan tersebut dapat dikatakan telah memenuhi syarat universal tentang pedoman unsurmens readalam ketentuan pencucian uang, yaitu intended sengaja dan mengetahui dan patut menduga. Dalam proses penegakan hukum di Pengadilan Negeri Medan, lebih celakanya tersangka Adelin Lis yang sengaja tidak didakwa dengan menerapkan Pasal 3 UUTPU justru hanya dianggap melakukan perbuatan pelanggaran administratif bukan korupsi. Pendapat Hakim Pengadilan Negeri Medan yang menyidangkan kasus PT. KNDI ini juga menyandarkan kepada telah pernyataan Menteri Kehutanan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan yang ditujukan kepada penasehat hukum PT. KNDI yakni Hotman Paris Hutapea bahwa surat Menteri Kehutanan Nomor S.613Menhut-II2006 27 September 2006 disebutkan pelanggaran penebangan hutan di luar RKTRencana Karya Tahunan oleh pemilik izin HPH adalah pelanggaran administrasi bukan pidana sehingga para tersangka dibebaskan oleh Pengadilan Negeri Medan dari segala tuntutan yang telah dituduhkan. Dalam penanganan kasus ini usaha ke arah mencapai penegakan hukum yang efektif masih dirasakan adanya tingkat kesulitan yang cukup tinggi , di mana sistem penyidikan yang dilakukan oleh aparat kepolisian yang bersumber dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan PPATK atas adanya indikasi perbuatan pencucian uang sering mengalami kendala. Di samping itu, terdapat pranata hukum baru yang dapat dipakai dalam perlindungan hutan, yaitu Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang Money Launderingyang masih mengacu kepada beberapa perangkat azas-azas yang terdapat di dalam sistem hukum pidana meteril dan formil. Misalnya dalam rangka menjerat pelaku 253 tidak pidana pencucian uang harus terlebih dahulu penyidik dapat membuktikan adanya unsur kesalahan terlebih dahulu sehingga penyidik dapat mempertanggung jawabkan upaya hukum yang dilakukannya baru penyidik dapat menjerat terhadap pelaku yang didapat dari PPATK tersebut karena diduga berindikasi melakukan perbuatan pencucian uang. Penentuan kejahatan pada tindak pidana awal pencucian uang predicate crimes on Money Laundering bagi proses penegakan hukum pencucian uang di Indonesia juga mengalami kesulitan, hal ini karena sebagaian aparat penegak hukum melihat bahwa sistem hukum pidana Indonesia menganut asas di mana suatu perbuatan dapat dinyatakan sebagai kejahatan harus melalui mekanisme hukum yakni ditandai dengan adanya putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Artinya selama belum ada putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap maka suatu perbuatan yang dituduhkan kepada tersangka berupa tindak pidana awal core crime. 253 Lihat, Erman Rajaguguk, Anti Pencucian uang, suatu Bisnis, Perbandingan Hukum 220 Hal ini dapat dilihat pada Putusan Pengadilan Negeri Medan dan Mahkamah Agung terhadap terdakwa Adelin Lis Direksi PT. KNDI dengan tidak adanya putusan PengadilanNegeri Medan dan Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa terdakwa Adelin Lis Direksi PT. KNDI diduga atau patut diduga telah melakukan tindakan menyembunyikan harta kekayaan hasil kejahatan melalui kegiatan money lundering yang tentunya dilandasi oleh sistem pembuktian dianut di Indonesia dengan dasar dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya yakni pembalakan liar yang dimulai dari penyidikan dan tuntutan tindak pidana predicate crimes, sehingga hal yang terpenting adalah “terbuktinya tindak pidana asal” bukan “sudah terdapat bukti permulaan yang cukup”. Kasus ini menunjukkan bahwa banyak penegak hukum, khususnya jaksa dan hakim serta pengacara, yang belum memahami TPPU. 254 Mereka berpikir bahwa TPPU adalah kejahatan anak atau kejahatan subsider dari kejahatan utama. Kalau kejahatan utama, misalnya illegal logging, belum bisa dibuktikan, TPPU tidak bisa diperiksa terlebih dulu. Mereka yang belum paham ini sering berpendapat, kalau harta orang yang belum jelas kejahatannya disidangkan, akan menimbulkan fitnah dan akan mengundang diajukan tuntutan pencemaran nama baik oleh tersangka. Padahal rezim antipencucian uang dibangun dengan filosofi sita dulu uang atau hartanya, baru bereskan orangnya. Rezim ini berupaya merampas uang atau harta haram yang merupakan darah dari semua kejahatan. TPPU adalah tindak pidana yang dapat berdiri sendiri dan dapat diproses secara terpisah ataupun bersamaan dengan tindak pidana asalnya seperti illegal logging. Jika saja jaksa penuntut umum pada waktu itu memilih mendakwa Adelin Lis dengan TPPU dan melupakan UU Kehutanan yang selalu gagal itu, penuntut umum bisa meminta Adelin Lis membuktikan hartanya atau transaksi keuangannya bukan berasal dari kejahatan di bidang kehutanan atau lingkungan. Dengan cara ini, jaksa juga akan bisa menemukan adanya atau tidak adanya bukti keterlibatan Adelin Lis dalam kejahatan kehutanan danatau kejahatan lingkungan.Api hal tersebut juga menimbulan banyak tantangan, sebagain aparat penegak hukum meilhat bahwa Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 di dalam Pasal 35 UUTPPU tentang pembalikan beban pembuktian shifting of the burden of proof , terlihat masih banyak mengandung kelemahan sebagai dasar di dalam penerapan asas diduga melakukan tindak pidana pencucian uang, yang tidak secara tegas mengatur bagaimana kalau terdakwa tidak dapat membuktikannya. Dalam pasal tersebut hanya dikatakan bahwa untuk kepentingan pemeriksaan pengadilan terdakwa wajib membuktikan bahwa hartanya bukan merupakan hasil kejahatan. Apabila terdakwa tidak dapat membuktikan asal usul harta kekayaannya tersebut, maka harta kekayaan tersebut dapat langsung disita atau dapat dianggap terbukti berasal dari kejahatan asal predicate crimes. Di samping itu untuk menghindari adanya nebis in idem dalam kerangka meminta pertanggungjawaban pelaku tindak pidana pencucian uang agaraparat penegak hukum melakukan pendekatan dan mencari kasus lainnyamisalnya kejahatan perbankan, kejahatan pasar modal dan kejahatan-kejahatan lainnya. Karena modus TPPU di bidang kehutanan yang paling umum adalah pembayaran yang dilakukan oleh pengusaha kehutanan kepada oknum pejabat pemerintah, baik secara langsung maupun melalui broker. r. Tentunya, maksud orang ini membayar kepada oknum pejabat 254 Bambang Setiono Kejahatan Lingkungan Menjerat Adelin Lis dengan Delik Pencucian Uanghttp:www.unisosdem.orgarticle_detail.php?aid=8962coid=1caid=56gid=2, juga http:www.korantempo.comkorantempo20071113Opinikrn,20071113,73.id.ht 221 pemerintah adalah agar transaksi bisnis kayu yang ilegal dan merusak lingkungan dapat dibantu oleh oknum ini menjadi seolah-olah sebuah transaksi kayu yang legal dan tidak merusak lingkungan. 255 Maka hal ini sudah sesuai dengan Pasal 3 dan Pasal 6 UU TPPU, orang yang membayarkan atau menerima harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga berasal dari kejahatan dapat dikenai pidana pencucian uang dengan hukuman 5 tahun sampai 15 tahun dan denda Rp 100 juta sampai Rp 15 miliar. Membayar dalam jumlah yang besar kepada oknum pejabat pemerintah tentunya adalah transaksi keuangan yang menyimpang dari profil usaha sebuah perusahaan yang taat hukum. Apakah membayar kepada oknum pejabat pemerintah dalam jumlah yang besar miliaran rupiah adalah profil bisnis kehutanan yang legal? Perusahaan yang taat hukum dan menggunakan kayu dari sumber yang legal tidak akan mau membayar miliaran rupiah kepada oknum pejabat pemerintah. Sebaliknya, perusahaan kehutanan yang telah menampung kayu ilegal atau menebang kayu berlebihan akan mau membayar oknum pejabat pemerintah sepanjang nilai yang dibayar jauh lebih kecil dibanding nilai kayu ilegal yang ia dapatkan. Pasca putusan, Kepolisian kemudian hendak menjerat Adelin Lis dengan tuduhan pencucian uang, setelah pengusaha itu divonis bebas dari dakwaan kejahatan hutan dan tindak pidana korupsi. Namun terkait hal iniJaksa Agung, 256 Hendarman Supandji meminta Polri memperjelas tindak pidana asal yang kemudian memunculkan dugaan pencucian uang milik mantan terdakwa pembalakan liar, Adelin Lis. Menurut Jaksa Agung Pencucian uang dari tindak pidana manaini masih belum jelas.

1.2. Kasus Marthen Renouw

Dalam Kasus Marthen Renouw, Jaksa mencoba menjerat Marthen dengan UU Korupsi dan UU Pencucian Uang, namun model dakwaan yang digunakan oleh JPU justru keliru. Marthen didakwa melanggar pasal-pasal yang mengatur gratifikasi. Karena patut diduga hadiah atau janji tersebut diberikan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang berkaitan dengan jabatannya. Jaksa Penuntut Umum dengan dakwaan yang disusun secara kombinasi dakwaan alternatif dan dakwaan subsidairitas antara dakwaan alternatife dan dakwaan subsidair, 257 Dakwaan pertama diserahkan kepada tindak pidana korupsi sedangkan dakwaan kedua di arahkan ke tindak pidana pencucian uang. Hal yang harus di perhatikan dalam dakwaan ini adalah mengapa JPU menggunakan model alternative untuk dakwaan pertama korupsi atau dakwaan kedua pencucian uang. Apabila diperhatikan antara dakwaan kesatu primair, kesatu subsidair, kesatu lebih subsidair, kedua primair, kedua subsidair tidak ada perbedaannya kecuali menyangkut Pasal yang didakwakan. Uraian perbuatan materiil dalam dakwaan kesatu dan dakwaan kedua isinya sama dan hanya sekedar copy paste. Mungkin Jaksa Penuntut Umum lupa bahwa unsur tindak pidana pencucian uang sangat berbeda dengan tindak pidana korupsi. Terlihat juga bahwa dakwaan yang disusun tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap. Hal ini jelas bertentangan dengan Pasal 143 ayat 2 huruf b KUHAP yang berbunyi bahwa “Penuntut Umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi uraian 255 Ibid. 256 Jaksa Agung Minta Kejelasan Kasus Pencucian Uang Adelin Lis Rabu, 14 November 2007 14:17 http:www.merdeka.comhukumkriminaljaksa-agung-minta-kejelasan-kasus-pencucian-uang-adelin-lis- 96akhws.html 257 Surat Dakwaan No. Reg. Perkara : PDS-05JPRFt.1122005 tertanggal 05 Januari 2006 222 secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan. ” Atas dasar Pasal 143 ayat 3 yang berbunyi bahwa “Surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 2 huruf b batal demi hukum. ” Dakwaan model ini umumnya disebut sebagai dakwaan model kombinasi menggabungkan dakwaan alternatif dan dakwaan subsidair. Kelemahan utama dari dakwaan ini adalah hanya ada salah satu dakwaaan yang akan dibuktikan. Oleh karena itu dengan sengaja JPU telah melemahkankan dakwaan terhadap Martin karena JPU hanya akan memilih apakah nantinya akan membuktikan dakwaan pertama mengenai tindak pidana korupsi atau pencucian uang, jadi jaksa harus memilih salah satu dari dua dakwaan itu. Dengan pilihan model dakwaan kombinasi ini maka dari awal telah dengan sengaja penggunaan tindak pidana Pencucian dalam kasus ini dilemahkan. Karena pertama, jaksa tidak mungkin memeriksa kedua jenis dakwaan, dan pasti hanya akan memeriksa dakwaan pertama korupsi dalam tuntutan, karena dengan dakwaan kombinasi antara Korupsi dan TPPU dalam penggabungan pemeriksaan di pengadilan maka akan sangatlah sulit jika dakwaan kedua mengenai TPPU tersebut dapat dibuktikan tanpa mengaitkannya dengan dakwaan Korupsi sebagai “tindak pidana” asalnya. Jaksa Penuntut Umum membuat dakwaan dengan bentuk kombinasi antara dakwaan alternatif dan dakwaan subsideritas. Dikatakan kombinasi karena menggabungkan dua jenis dakwaan, yaitu alternatif dan subsideritas. Dikatakan alternatif karena dakwaan menggunakan kata “atau” di antara dakwaan kesatu dan kedua. Dikatakan subsideritas karena pada dakwaan kesatu maupun kedua m enggunakan kata “primair” dan “subsidair”. Penggunaan dakwaan kombinasi oleh Jaksa Penuntut Umum kurang tepat karena Terdakwa melakukan tindak pidana bukan salah satu di antara tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana korupsi, melainkan melakukan tindak pidana pencucian uang dari uang hasil transfer M. Yudi Firmansyah dkk dan penerimaan uang tersebut merupakan tindak pidana korupsi. Seharusnya bentuk surat dakwaan yang digunakan adalah dakwaan yang disusun secara kumulatif subsidairitas karena pidana yang dilakukan saling berhubungan. Dengan kata lain tindak pidana korupsi telah selesai dilakukan, kemudian dilakukan tindak pidana pencucian uang yang merupakan kelanjutan dari tindak pidana korupsi. Jadi dakwaan antara tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana korupsi tidak saling mengecualikan, tetapi saling berhubungan. Kemudian di dalam dakwaan terlihat adanya kesalahan konsep yang menekankan pada pengirim uang. Seharusnya dakwaan tersebut menitikberatkan atas penerimaan terdakwa. Dapat dikatakan bahwa dakwaan ini tidak ditujukan kepada Terdakwa Marthen Renouw, tetapi untuk para pengirim uang yang masuk ke dalam Daftar Pencarian Orang DPO. Sehingga untuk membuktikan maksud si pengirim mengirimkan besar uang untuk Terdakwa Marthen Renouw sulit dilakukan. Selain itu apabila diperhatikan antara dakwaan kesatu primair, kesatu subsidair, kesatu lebih subsidair, kedua primair, kedua subsidair tidak ada perbedaannya kecuali menyangkut Pasal yang didakwakan. Uraian perbuatan materiil dalam dakwaan kesatu dan dakwaan kedua isinya sama dan hanya sekedar copy paste. Mungkin Jaksa Penuntut Umum lupa bahwa unsur