50
10. Permasalahan Penegakan hukum Kejahatan Kehutanan dengan
Penggunaan Tindak Pidana Kehutanan
Banyaknya regulasi yang mengatur tentang perlindungan terhadap sektor kehutanan di Indonesia dalam berbagai peraturan yang telah dipaparkan diatas, seharusnya dapat
membantu proses penegakan hukum atas kejahatan hutan. Terutama yang telah diatur dalam UU No. 19 Tahun 2004 yang merupakan penetapan Perpu No. 1 Tahun 2004 tentang
Perubahan atas UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. UU ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2004 tentang Kehutanan.
Jadi khususnya terhadap pidana yang diancamkan terhadap pelaku pembalakan liar dalam UU Kehutanan sebenarnya sudah mumpuni. Ancaman pidana terberat adalah penjara 15 tahun
dan denda sebesar Rp. 5 miliar. Seharusnya ancaman inimampu membuat para pelaku berpikir dua kali sebelum melakukan tindak pidana tersebut. Kenyataannya, dalam praktik
justru sangat berbeda.Aktivitas pembalakan liar terus berlangsung seperti tergambar dalam laporan dari berbagai kalangan.
Upaya penegakan hukum dan pemberantasan kejahatan kehutanan sendiri sudah dilakukan dengan melibatkan sejumlah jararan pemerintah, seperti Kementerian Kehutanan, Kepolisian,
dam Kejaksaan.
61
Bahkan sejak tahun 1985 sudah dilakukan sejumlah operasi pengamanan hutan, baik yang dilakukan internal Kementrian Kehutanan maupun melalui operasi gabungan
yang melibatkan instansi lain secara lebih luas seperti Kepolisian, Kejaksaan, Kementrian Lingkungan Hidup, dan Badan Intelijen Negara.
62
Bahkan Koordinasi pemberantasan illegal logging sudah dirintis sejak Tahun 1982 dengan dibentuknya Tim Khusus Kehutanan yang pada Tahun 1985 diubah menjadi Tim Koordinasi
Pengamanan Hutan TKPH. Selanjutnya Tim ini dikukuhkan lewat Keppres No. 22 tahun 1995 tentang Pembentukan Tim Pengamanan Hutan Terpadu TPHT. Muncul juga aturan
Penebangan di luar HPH yang diancam pelanggaran hukum dan didenda dengan SK Menhutbun No. 315KPTS
–II1999 tentang Tata Cara Pengenaan, Penetapan dan Pelaksanaan Sanksi Atas Pelanggaran Di Bidang Pengusahaan Hutan dan Pemungutan Hasil Hutan.
Selanjutnya juga pada tahun 2000 dibentuk Tim Penanggulangan Penebangan Liar dan Peredaran Hasil Hutan Ilegal TP2LPHHI berdasarkan SK Menhutbun No. 1502000. Dan
Instruksi Presiden Inpres No. 5 tahun 2001 tentang Pemberantasan Kayu Ilegal di kawasan Gunung Leuser Untuk meningkatkan upaya pemberantasan illegal logging.
63
Selain itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Inpres No. 4 Tahun 2005 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu Secara Illegal di Kawasan Hutan dan
Peredaraannya di Seluruh Wilayah RI. Inpres ini ditujukan kepada beberapa menteri, pejabat tinggi setingkat menteri, para gubernur dan para bupatiwalikota. Inpres tersebut
memerintahkan kepada para pejabat terkait untuk melakukan percepatan pemberantasan
61
Ketentuan dalam UU Kehutanan telah mengatur mengenai alur penanganan atas suatu kejahatan bidang kehutanan oleh penegak hukum. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP, juga telah dinyatakan
bahwa pihak yang dapat berperan sebagai penyidik dalam kejahatan kehutanan adalah Penyidik Kepolisian, Polisi Hutan, dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil PPNS Kementrian Kehutanan yang saling bekerja sama di bawah
koordinasi penyidik Kepolisian
62
ICW, Pemberantasan Kejahatan Kehutanan Setengah Hati, Laporan Hasil Penelitian Kinerja Pemberantasan Korupsi dan Pencucian Uang di Sektor Kehutanan, 2012 hal 31
63
ibid
51
penebangan kayu secara ilegal di kawasan hutan dan peredarannya di seluruh wilayah Indonesia, melalui penindakan terhadap setiap orang atau badan yang melakukan kegiatan
illegal logging.
64
Para Menteri dan Pejabat setingkat Menteri terdiri dari: Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan; Menteri Kehutanan; Menteri Keuangan; Menteri Dalam Negeri; Menteri
Perhubungan; Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia; Menteri Luar Negeri; Menteri Pertahanan; Menteri Perindustrian; Menteri Perdagangan; Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi; Menteri Lingkungan Hidup; Jaksa Agung; Kapolri; Panglima TNI; Kepala Badan Intelijen.
Secara khusus Inpres No. 4 Tahun 2005 memerintahkan kepada Kapolri dan Jaksa Agung untuk menindak tegas dan melakukan penyidikan terhadap para pelaku kegiatan penebang
kayu secara ilegal, melakukan tuntutan yang tegas dan berat terhadap pelaku tindak pidana di bidang kehutanan
berdasarkan semua peraturan perundang-undangan yang berlaku. Instruksi lainnya adalah mempercepat proses penyelesaian perkara tindak pidana yang berhubungan dengan
penebangan kayu secara illegal dan peredarannya pada setiap tahap penanganan baik pada tahap peniyidikan, tahap penuntutan maupun tahap eksekusi. Serta memerintahkan kepada
para gubernur dan bupatiwalikota untuk mencabut dan merevisi segala bentuk peraturan daerah yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan tentang kehutanan.
Beberapa operasi penertiban illegal logging memang telah berhasil mengamankan sejumlah barang bukti dan menahan para tersangkanya.
Berdasarkan data dari Kementrian Kehutanan 2012, sejak tahun 2005 hingga tahun 2011 Penyidik Pegawai Negeri Sipil Kementerian Kehutanan telah menangani 4.661 perkara yang
dijerat dengan UU Kehutanan. Kategori perkara yang ditangani terdiri dari Illegallogging, Perambahan, Tumbuhan dan Satwa Liar, Penambangan Illegal, dan Kebakaran. Dari 4.661
perkara yang ditangani, sebanyak 197 perkara diselesaikan secara non yustisi, 64 perkara dihentikan SP3 dan jumlah yang telah divonis mencapai 1.191 perkara.
65
Namun jika ditelisik lebih lanjut, dari data diatas tidak bisa dibantah bahwa telah terjadi penurunan jumlah perkara yang ditangani oleh penegakan hukum pada berbagai tahap mulai
dari penyelidikan, penyidikan hingga putusan pengadilan terkait kejahatan kehutanan. Penanganan perkara tersebut turun terus menerus sejak tahun 2006 hingga 2011.
66
Sehingga dari segi kuantitas penanganan tindak pidana kehutanan mengalami penurunan yang signifikan
dari tahun ke tahun. Padahal data rekam laju deforestasi deforestation record menunjukkan hutan indonesia yang semakin habis dari tahun ke tahun.
Khusus terhadap pemberantasan kejahatan illegal logging juga menunjukkan kecenderungan trend yang sama. Semakin tahun mengalami penurunan kuantitas penanganan. Padahal dari
sisi Sumber Daya Manusia, jumlah polisi hutan dibawah Kementrian Kehutanan cukup memadai. Sampai dengan pertengahan tahun 2009 tercatat jumlah polisi kehutanan Polhut
sebanyak 7.519 orang, terdiri dari 3.025 orang berstatus pegawai negeri sipil PNS pusat dan 4.494 orang adalah PNS pemerintah daerah ProvinsiKabupatenKota. Kepada 1.000 orang
dari personil Polhut tersebut telah dilakukan pelatihan khusus untuk menjadi personil Satuan
64
ibid
65
ibid
66
Ibid hal 32