Tindak Pidana Pertambangan Mineral dan Batubara

29 3. Melakukan eksplorasi tanpa memiiki IUP atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 atau Pasal 74 ayat 1; 4. Mempunyai IUP Eksplorasi tetapi melakukan kegiatan operasi produksi; 5. Menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan,dan pemurnian, pengangkutan, penjualan mineral dan batubara yang bukan dari pemegang IUP,IUPK, atau izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat 3, Pasal 43 ayat 2, Pasal 40 ayat 3, Pasal 43 ayat 2, Pasal 48, Pasal 67 ayat 1, Pasal 74 ayat 1, Pasal 81 ayat 2, Pasal 103 ayat 2, Pasal 105 ayat 1; 6. Merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan dari pemegang IUP atau IUPK yang telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 ayat 2; 7. Mengeluarkan IUP, IPR, IUPK yang bertentangan dengan undang-undang dan menyalahgunakan kewenangannya; 8. Tindak pidana korporasi. Rumusan pasal-pasal tersebut yakni:  Pasal 158 berbunyiSetiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, 30 Pasal 40 ayat 3, 31 Pasal 48, 32 Pasal 67 ayat 30 Pasal 37,“IUP diberikan oleh:bupatiwalikota apabila WIUP berada di dalam satu wilayah kabupatenkota; gubernur apabila WIUP berada pada lintas wilayah kabupatenkota dalam 1 satu provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari bupatiwalikota setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; danMenteri apabila WIUP berada pada lintas wilayah provinsi setelah mendapatkan rekomendasi dari gubernur dan bupatiwalikota setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan ”. Sanksi Pidana yang dapat dijatuhkan: Pasal 158, Pelaku usaha penambangan tanpa IUP dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.0000.0000,00 sepuluh miliar rupiah Pasal 160, Setiap orang yang melakukan eksplorasi tanpa memiliki IUP atau IUPK dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 satu tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 dua ratus juta rupiah Pasal 161, Pemegang IUP Operasi Produksi yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan pemurnian, pengangkutan, penjualan mineral dan batubara yang bukan dari pemegang IUP dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 sepuluh miliar rupiah Pasal 40 ayat 3, “Pemegang IUP yang bermaksud mengusahakan mineral lain sebagaimana dimaksud pada ayat 2, wajibmengajukan permohonan IUP baru kepada Menteri, gubernur, dan bupatiwalikota sesuai dengan kewenangannya”. Yang dimaksud pada ayat 2 adalah pemegang IUP yang menemukan satu 1 jenis mineral atau batubara di WIUP yang dikelola diberikan prioritas untuk mengusahakannya. 31 Pasal 40 ayat 3, “Pemegang IUP yang bermaksud mengusahakan mineral lain sebagaimana dimaksud pada ayat 2, wajib mengajukan permohonan IUP baru kepada Menteri, gubernur, dan bupatiwalikota sesuai dengan kewenangannya”. Yang dimaksud pada ayat 2 adalah pemegang IUP yang menemukan satu 1 jenis mineral atau batubara di WIUP yang dikelola diberikan prioritas untuk mengusahakannya. Sanksi Pidana yang dapat dijatuhkan: Pasal 158, Pelaku usaha penambangan tanpa IUP dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.0000.0000,00 sepuluh miliar rupiah. Pasal 161, Pemegang IUP Operasi Produksi yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan pemurnian, pengangkutan, penjualan mineral dan batubara yang bukan dari pemegang IUP dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 sepuluh miliar rupiah. 32 Pasal 48, “IUP Operasi Produksi diberikan oleh:bupatiwalikota apabila lokasi penambangan, lokasi pengolahan dan pemurnian, serta pelabuhan berada di dalam satu wilayah kabupatenkota;gubernur apabila lokasi penambangan, lokasi pengolahan dan pemurnian, serta pelabuhan berada di dalam wilayah kabupatenkota yang berbeda setelah mendapatkan rekomendasi dari bupatiwalikota setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; danMenteri apabila lokasi penambangan, lokasi pengolahan dan pemurnian, serta pelabuhan berada di dalam wilayah provinsi yang berbeda setelah mendapatkan rekomendasi dari gubernur dan bupatiwalikota setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan”. Sanksi Pidana yang dapat dijatuhkan : Pasal 158, Pelaku usaha penambangan tanpa IUP dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.0000.0000,00 sepuluh miliar rupiah Pasal 161, Pemegang IUP Operasi Produksi yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan pemurnian, pengangkutan, penjualan mineral dan batubara yang bukan dari pemegang IUP dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 sepuluh miliar rupiah 30 1, 33 Pasal 74 ayat 1 34 atau ayat 5 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 sepuluh miliar rupiah.  Pasal 159 Pemegang IUP, IPR atau IUPK yang dengan sengaja menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat 1, 36 Pasal 70 huruf e, 37 Pasal 81 ayat 1, 38 Pasal 105 ayat 4, 39 Pasal 110, 40 atau Pasal 111 ayat 1 41 dengan tidak benar atau menyampaikan 33 Pasal 67 ayat 1 1. Bupatiwalikota memberikan IPR terutama kepada penduduk setempat, baik perseorangan maupun kelompok masyarakat danatau koperasi.2. Bupatiwalikota dapat melimpahkan kewenangan pelaksanaan pemberian IPR sebagaimana dimaksud pada ayat 1 kepada camat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. 3. Untuk memperoleh IPR sebagaimana dimaksud pada ayat 1, pemohon wajib menyampaikan surat permohonan kepada bupatiwalikota. Sanksi Pidana yang dapat dijatuhkan : Pasal 158, Pelaku usaha penambangan tanpa IPR dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.0000.0000,00 sepuluh miliar rupiah Pasal 161, Pemegang IUP Operasi Produksi yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan pemurnian, pengangkutan, penjualan mineral dan batubara yang bukan dari pemegang IUP dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 sepuluh miliar rupiah 34 Pasal 74 ayat 1,“IUPK diberikan oleh Menteri dengan memperhatikan kepentingan daerah”. Sanksi Pidana yang dapat dijatuhkan : Pasal 158, Pelaku usaha penambangan tanpa IUPK dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.0000.0000,00 sepuluh miliar rupiah Pasal 160, Setiap orang yang melakukan eksplorasi tanpa memiliki IUPK dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 satu tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 dua ratus juta rupiah Pasal 161, Pemegang IUPK Operasi Produksi yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan pemurnian, pengangkutan, penjualan mineral dan batubara yang bukan dari pemegang IUP dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 sepuluh miliar rupiah 35 Pasal 74 ayat 2: IUPK diberikan oleh Menteri dengan memperhatikan kepentingan daerah. 2 IUPK sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberikan untuk 1 satu jenis mineral logam atau batubara. dalam 1 satu WIUPK. 36 Pasal 43 ayat 1, “Dalam hal kegiatan eksplorasi dan kegiatan studi kelayakan, pemegang IUP Eksplorasi yang mendapatkan mineral atau batubara yang tergali wajib melaporkan kepada pemberi IUP”.Sanksi Pidana yang dapat dijatuhkan : Pasal 159, Pemegang IUP dengan sengaja menyampaikan laporan dengan tidak benar atau menyampaikan keterangan palsu kepada Pemberi IUP dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 sepuluh miliar rupiah 37 Pasal 70 huruf e, “Pemegang IPR wajib: menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan rakyat secara berkala kep ada pemberi IPR”. Sanksi Pidana yang dapat dijatuhkan : Pasal 159, Pemegang IPR dengan sengaja menyampaikan laporan dengan tidak benar atau menyampaikan keterangan palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 sepuluh miliar rupiah 38 Pasal 81 ayat 1 Pasal 81 ayat 1, “Dalam hal kegiatan eksplorasi dan kegiatan studi kelayakan, pemegang IUPK Eksplorasi yang mendapatkan mineral logam atau batubara yang tergali wajib melaporkan kepada Men teri”. Sanksi Pidana yang dapat dijatuhkan : Pasal 159, Pemegang IUPK dengan sengaja menyampaikan laporan dengan tidak benar atau menyampaikan keterangan palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 sepuluh miliar rupiah 39 Pasal 105 ayat 4 Pasal 105 ayat 4, “Badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 wajib menyampaikan laporan hasil penjualan mineral danatau batubara yang tergali kepada Menteri, gubernur, atau bupat iwalikota sesuai dengan kewenangannya”. Yang dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 adalah Badan usaha yang tidak bergerak pada usaha pertambangan yang bermaksud menjual mineral danatau batubara yang tergali wajib terlebih dahulu memiliki IUP Operasi Produksi untuk penjualan di mana IUP hanya dapat diberikan 1 satu kali penjualan oleh Menteri, gubernur, atau bupatiwalikota sesuai dengan kewenangannya. Pasal 159, Pemegang IUP dengan sengaja menyampaikan laporan dengan tidak benar atau menyampaikan keterangan palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 sepuluh miliar rupiah 40 Pasal 110, “Pemegang IUP dan IUPK wajib menyerahkan seluruh data yang diperoleh dari hasil eksplorasi dan operasi produksi kepada Menteri, gubernur, atau bupatiwalikota sesuai dengan kewenangannya”. Sanksi Pidana yang dapat dijatuhkan: Pasal 159, Pemegang IUP atau IUPK dengan sengaja menyampaikan laporan dengan tidak benar atau menyampaikan keterangan palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 sepuluh miliar rupiah 31 keterangan palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 sepuluh miliar rupiah.  Pasal 160 1 Setiap orang yang melakukan eksplorasi tanpa memiliki IUP atau IUPK sebagaimanadimaksud dalam Pasal 37 atau Pasal 74 ayat 1 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 satu tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 dua ratus juta rupiah.2 Setiap orang yang mempunyai IUP Eksplorasi tetapi melakukan kegiatan operasi produksidipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun dan denda paling banyakRp10.000.000.000,00 sepuluh miliar rupiah.  Pasal 161 Setiap orang atau pemegang IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengolahan dan pemurnian, pengangkutan, penjualan mineral dan batubara yang bukan dari pemegang IUP, IUPK, atau izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, 42 Pasal 40 ayat 3, 43 Pasal 43 ayat 2, 44 Pasal 48, 45 Pasal 67 ayat 1, 46 Pasal 74 ayat 1, 47 Pasal 81 ayat 2, 48 Pasal 103 ayat 2, 49 Pasal 104 ayat 3 50 atau Pasal 105 ayat 1 51 dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 sepuluh miliar rupiah.  Pasal 162 Setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan dari pemegang IUP atau IUPK yang telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 ayat 2 52 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 satu tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 seratus juta rupiah.  Pasal 163 1 Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam bab ini dilakukan oleh suatu badan hukum, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap badan hukum tersebut berupa pidana denda dengan pemberatan ditambah 13 satu per tiga kali dari ketentuan maksimum pidana denda yang dijatuhkan. 2 Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat 1, badan hukum dapat dijatuhi pidana tambahan berupa: a. pencabutan izin usaha; danatau b. pencabutan status badan hukum. 41 Pasal 111 ayat 1, “Pemegang IUP dan IUPK wajib memberikan laporan tertulis secara berkala atas rencana kerja dan pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara kepada Menteri, gubernur, atau bupatiwalikota sesuai dengan kewenangannya”. Sanksi Pidana yang dapat dijatuhkan: Pasal 159, Pemegang IUP dan IUPK dengan sengaja menyampaikan laporan dengan tidak benar atau menyampaikan keterangan palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 sepuluh miliar rupiah 42 Pasal 37, Op Cit 43 Pasal 40 ayat 3 Op Cit 44 Pasal 43 ayat 2 Op Cit 45 Pasal 48 Op Cit 46 Pasal 67 ayat 1 Op Cit 47 Pasal 74 ayat 1 Op Cit 48 Pasal 81 ayat 2 Op Cit 49 Pasal 103 ayat 2 Op Cit 50 Pasal 104 ayat 3 Op Cit 51 Pasal 105 ayat 1 Op Cit 52 Pasal 136 1 Pemegang IUP atau IUPK sebelum melakukan kegiatan operasi produksi wajib menyelesaikan hak atas tanah dengan pemegang hak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2 Penyelesaian hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan atas tanah oleh pemegang IUP atau IUPK 32  Pasal 164 Selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158, Pasal 159, Pasal 160, Pasal 161, danPasal 162 kepada pelaku tindak pidana dapat dikenai pidana tambahan berupa:a. perampasan barang yang digunakan dalam melakukan tindak pidana;b. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; danatauc. kewajiban membayar biaya yang timbul akibat tindak pidana.  Pasal 165 Setiap orang yang mengeluarkan IUP, IPR atau IUPK yang bertentangan dengan Undang-Undangini dan menyalahgunakan kewenangannya diberi sanksi pidana paling lama 2 dua tahun penjaradan denda paling banyak Rp200.000.000,00 dua ratus juta rupiah.

8. Tindak Pidana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup UU PPLH juga mengatur pemidanaan terkait kejahatan lingkungan.Berdasarkan Pasal 41 UU PPLH sampai dengan Pasal 44, UUPLH telah mengklasifikasi beberapa jenis tindak pidana lingkungan yaitu: 1. Melakukan perbuatan yang mengakibatkan: a. pencemaran, dan atau b. perusakan lingkungan hidup. 2. Melakukan perbuatan yang mengakibatkan: pencemaran danatau perusakan lingkungan hidup yang mengakibatkan orang mati atau luka berat. 3. Melakukan perbuatan melanggar ketentuan perundang-undangan berupa: a. melepaskan atau membuang zat, energi danatau komponen lain yang berbahaya atau beracun masuk di atauatau ke dalam tanah, ke dalam udara, atau ke dalam air pemukaan; b. impor, ekspor, memperdagangkan, mengangkut, menyimpan bahan, menjalankan instalasi, yang dapat menimbulkan pencemaran danatau perusakan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan umum. 4. Melakukan perbuatan berupa: a. memberikan informasi palsu, atau b. menghilangkan informasi, atau c. menyembunyikan informasi, atau merusak informasi. yang diperlukan dalam kaitannya dengan perbuatan angka 3 di atas, yang mana perbuatan ini dapat menimbulkan pencemaran danatau perusakan lingkungan atau membahayakan kesehatan umum atau nyawa orang lain. 5. Melakukan perbuatan pada angka 3 atau angka 4 yang mengakibatkan orang mati atau luka berat. Apabila ditinjau dari perumusan tindak pidana, ketentuan Pasal 41 sd 44 UU PPLH, terdapat tindak pidana materiil yang menekankan pada akibat perbuatan dan tindak pidana formil yang menekankan pada perbuatan. Tindak pidana materiil dapat dilihat dari rumusan Pasal 41 dan Pasal 42 UUPLH, sedangkan tindak pidana formil dapat dilihat dari rumusan Pasal 43 UUPLH. Dalam tindak pidana materiil, perlu terlebih dahulu dibuktikan adanya akibat dalam hal terjadinya pencemaran danatau kerusakan lingkungan. Pencemaran lingkungan terjadi karena masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, danatau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Selanjutnya, kerusakan lingkungan terjadi karena 33 tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap fisik danatau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan. Ketentuan pidana sebagaimana diatur dalam UU PPLH dimaksudkan untuk melindungi lingkungan hidup dengan memberikan ancaman sanksi pidana. Untuk membahas tindak pidana lingkungan tersebut perlu diperhatikan konsep dasar tindak pidana lingkungan hidup yang ditetapkan sebagai tindak pidana umum delic genu dan mendasari pengkajiannya pada tindak pidana khususnya delic species. Pengertian tindak pidana lingkungan sebagaimana diatur dalam Pasal 41 ayat 1 UUPLH dihubungkan dengan Pasal 41 ayat 2, Pasal 43 dan Pasal 44 UUPLH melalui metode konstruksi hukum dapat diperoleh pengertian bahwa inti dari tindak pidana lingkungan perbuatan yang dilarang adalah “mencemarkan atau merusak lingkungan”. Rumusan ini dikatakan sebagai rumusan umum genus dan selanjutnyadijadikan dasar untuk menjelaskan perbuatan pidana lainnya yang bersifat khusus species, baik dalam ketentuan dalam UU PPLH maupun dalam ketentuan undang-undang lain ketentuan sektoral di luar UU PPLH yang mengatur perlindungan hukum pidana bagi lingkungan hidup. Kata “mencemarkan” dengan “pencemaran” dan “merusak” dengan “perusakan” adalah memiliki makna substansi yang sama, yaitu tercemarnya atau rusaknya lingkungan. Tetapi keduanya berbeda dalam memberikan penekanan mengenai suatu hal, yakni dengan kalimat aktif dan dengan kalimat pasif kata benda dalam proses penimbulan akibat. 53 Berdasarkan Pasal 1 angka 12 UU PPLH memberikan pengertian secara otentik mengenai istilah “pencemaran lingkungan hidup” adalah: “masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, danatau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya”. Adapun unsur dari pengertian “pencemaran lingkungan hidup” sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 12 UU PPLH, yaitu: a. Masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan; b. Dilakukan oleh kegiatan manusia; c. Menimbulkan penurunan “kualitas lingkungan” sampai pada tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Pengertian istilah “perusakan lingkungan hidup” secara otentik dirumuskan dalam Pasal 1 angka 14 UU P PLH, sebagai berikut: “tindakan menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifatfisik danatau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsilagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan”.Berdasarkan Pasal 1 angka 14 UU PPLH memberikan pengertian secara otentik mengenai istilah “perusakan lingkungan hidup” adalah: 1. adanya tindakan; 2. menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisikdanatau hayatinya; 3. mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi lagi dalam menunjangpembangunan berkelanjutan. 53 Perhatikan Mudzakkir, Aspek Hukum Pidana Dalam Pelanggaran Lingkungan, dalam erman Rajagukguk dan Ridwan Khairandy ed, Hukum Lingkungan Hidup di Indonesia, 75 Tahun Prof. Dr. Koesnadi Hardjasoemantri, SH.,ML . Jakarta: Universitas Indonesia, 2001, hal. 527.