Kaitan dengan Money Laundering
147
Pendekatan Anti Pencucian Uang, dalam UUTPPU mensyaratkan bahwa yang terpenting ‘sudah terdapat bukti permulaan yang cukup’. Hal tersebut dapat terlihat dalam pasal-
pasal:Pasal 35 menyatakan bahwa: “Untuk kepentingan pemeriksaan disidang pengadilan, terdakwa wajib membuktikan bahwa harta kekayaan bukan merupakan hasil tindak pidana”.
Penafsiran gramatikal dari pasal ini menyiratkan bahwa bentuk pembuktian yang diadopsi oleh UU Tindak Pidana Pencucian Uang adalah seakan-akan adalah Pembuktian Terbalik Sempurna;
karena tersirat hanya terdakwa yang wajib membuktikan bahwa hartakekayaannya bukan merupakan hasil tindak pidana. Namun kontradiksi akan muncul apabila membaca penjelasan
Pasal 35 yang menyatakan bahwa “Pasal ini berisi ketentuan bahwa terdakwa diberi kesempatan untuk membuktikan harta kekayaannya bukan berasal dari tindak pidana.
Keten
tuan ini dikenal sebagai asas pembuktian terbalik”. Meskipun sepertinya terdapat kontradiksi antara Pasal 35 wajib membuktikan dengan
penjelasan Pasal 35 diberi kesempatan untuk membuktikan, penjelasan Pasal ini diperlukan apabila isi suatu Pasal tidak jelas. Ketika bunyi suatu pasal Pembuktian terbalik yang diadopsi
oleh UU No.15 Tahun 2002 sebagai langkah awal kriminalisasi pencucian uang sebelum diubah dengan UU No. 25 Tahun2003 pada dasarnya mengikuti terobosan yang diterapkan pada
Undang-Undang No.31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi,namun hal ini tidak jelas jika mengacu ke penjelasan dari isi pasal tersebut. Perbedaan antara isi pasal dengan
penjelasan pasal dapat menjadi loop holes celah hukum yang dipergunakan oleh pihak-pihak yang memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi atau untuk memeras terdakwa.
Salah satu bunyi konsideran pada UUTPPU menyatakan: “bahwa perbuatan Pencucian Uang harus dicegah dan diberantas agar intensitas kejahatan yang menghasilkan atau melibatkan
harta kekayaan yang jumlahnya besar dapat diminimalisasi sehingga stabilitas perekonomian nasional dan keamanan terjaga”. Bahkan dalam penjelasan umum paragraf ke-4 dan ke-5
dikatakan bahwa: “Perbuatan Pencucian Uang di samping sangat merugikan masyarakat, juga sangat merugikan negara karena dapat mempengaruhi atau merusak stabilitas perekonomian
nasional atau keuangan negara dengan meningkatnya berbagai kejahatan. Sehubungan dengan hal tersebut, upaya untuk mencegah dan memberantas praktik Pencucian Uang telah menjadi
perhatian internasional. Berbagai upaya telah ditempuh oleh masing-masing negara untuk mencegah dan memberantas praktik Pencucian Uang termasuk dengan cara melakukan
kerjasama internasional, baik melalui forum secara bilateral maupun multilateral”. Ada beberapa point penting dari perumusan bunyi konsiderans ini, berkaitan dengan upaya
pembuktian Predicate Crimes: a.
Perbuatan Pencucian Uang harus dicegah dan diberantas, dengan alasan: 1
Agar intensitas kejahatan yang menghasilkan atau melibatkan harta kekayaan yang jumlahnya besar dapat diminimalisasi.
2 Tercipta stabilitas perekonomian nasional 3 Keamanan terjaga.
a. Perbuatan Pencucian Uang sangat merugikan masyarakat dan negara.
b. Perbuatan Pencucian Uang meningkatkan berbagai kejahatan lainnya.
c. Perbuatan Pencucian Uang telah menjadi perhatian Internasional.
Dari point-point tersebut konsideran diatas, berkaitan dengan permasalahanpembuktian Predicate Crimes , maka bentuk yang lebih sesuai dengan amanat konsiderans diatas adalah
sudah terdapat bukti permulaan yang cukup. Tujuan utamanya adalah selain untuk menghukum terdakwa, juga membekukan rekening terdakwa dengan harapan memutus
“aliran darah” dari para pelaku kejahatan tersebut, serta untuk menyelamatkan kerugian
148
negara yang terjadi sebagai akibat tindak pidana tersebut. Adapun alasan utama digunakannya Undang-Undang Nomor 25 Tahun2003, karena kewenangan yang diberikan Undang-Undang
Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang melengkapi dan menambah kewenangan penegak hukum dalam menerobos kerahasiaan bank dan melakukan audit trail.
206
Selanjutnya proses penegakan hukum dalam TPPU adalah terhadap “hasil harta kekayaan” yang diperoleh dari tindak pidana awal untuk menjerat pelaku
207
kejahatan pencucian uang, harus di dasarkan kepada dua unsur yakni: Pertama, adanya indikasi tindak pidana pencucian
uang berdasarkan hasil pemeriksaan tindakpidana yang dikriminalisasi sebagai predicate crimes atas adanya patut diduga maka Sistem di Indonesia sebenarnya mengikuti sistem yang telah
diterapkan di negara maju yaitu follow the money, yaitu dengan berusaha menciptakan audit trail secara nasional. Konsep follow the money diharapkan dapat menghubungkan antara
proceeds of crime dengan perbuatan crime asalnya dan pada akhirnya dapat mencapai salah satu tujuannya yaitu meminimalkan perbuatan crime asalnya menganut asas kriminalitas ganda
double criminality mengalihkan dan menyembunyikan harta kekayaan hasil kejahatan korupsi. Kedua, harta kekayaan tersebut diperoleh secara langsung atau tidak langsung dari
kejahatanyang telah dilakukan dan dikriminalisasi dalam UUTPPU.
208
Ada asumsi bahwa penentuan kejahatan pada tindak pidana awal pencucian uang predicatecrimes on Money Laundering bagi proses penegakan hukum pencucian uang di
Indonesia mengalami kesulitan, asas hukum Indonesia menekankan ada putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap untuk suatu perbuatan yang dituduhkan kepada tersangka berupa
tindak pidana awal core crime, misalnya illegal logging diduga adanya indikasi pencucian uang hasil harta kekayaan illegal logging yang disidik Polri, tidak dapat dikategorikan sebagai
kejahatan. Jika hasil suatu perbuatan tidak dapat dikategorikan sebagai kejahatan maka unsur “hasil tindak pidana” yang merupakan syarat terjadinya pencucian uang tidak terpenuhi. Akibat
hukum dari tidak dipenuhinya prasyarat terjadinya pencucian uang adalah tidak terbuktinya tindak pidana pencucian uang. Asumsi ini beranjak dari pembuktian prdicate crime terlebih
dahulu. Agar penegakan hukum dengan menggunakan kerangka UUTPPU berdayaguna di samping
adanya kesepahaman criminal justice system dalam menerapkan sanksi hukum sebagaimana diintrodusir oleh Pasal 3 UUTPPU seharusnya terlebih dahulu penyidik sebelum melakukan
tugasnya dalam penyidikan terhadap pelaku kejahatan pencucian uang Money Laundering dalam kasus Adelin Lis maka pihak penyidik Direktorat Reserse harus melakukan kerja sama
dengan PPATK secara terpadu dan intensif dengan meminta informasi beserta kemampuan analisisnya atas dugaan terjadinya kegiatan pencucian uang yang dilakukan oleh PT. KNDI.
Informasi tersebut dapat diperoleh dari data Base PPATK atau juga dapat sharing informasi untuk FIU Financial Intelijent Unit dari negara lain dengan demikian tugas pokok dari PPATK
adalah turut membantu dalam penegakan hukum dalam usaha untukmencegah dan memberantas tindak pidana Pencucian Uang Money Laundering dengan menyediakan
informasi intelijen yang dihasilkan dari analisis terhadap laporan-laporan yang diterima oleh PPATK. Untuk dapat melakukan tugas pokok tersebut PPATK berkewajiban antara lain dalam
206
Amin Sunaryadi, Tindak Pidana Pencucian Uang Implikasinya Bagi Profesi Akuntan, 80Media Akuntansi, Ed.29Th. IX Oktober-November 2002, hal. 24
207
Lihat, Penjelasan Pasal 2 UUTPPU bahwa UUTPPU dalam menentukan hasil tindak pidana 8 1
208
Lihat, Pasal 2 UUTPPU yang mengkategorikan predicate crimes menjadi 24 jenis, 8 2ditambah dengan tindak pidana lainnya yang diancam dengan pidana penjara 4 empat tahun atau lebih, yang dilakukan diwilayah Negara
Republik Indonesia atau di luar Wilayah Negara Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia
149
rangka pencegahan dengan membuatpedoman bagi Penyedia Jasa Keuangan PJK dalam rangka untuk dapat melakukan deteksi dini terhadap perilaku Pengguna Jasa Keuangan.