Peran Lembaga Keuangan Sebagai Upaya Penanggulangan Secara

111 Keuangan dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1. Pola transaksi tunai yakni dengan: a. Penyetoran tunai dalam jumlah besar yang tidak lazim oleh perorangan atau perusahaan yang memiliki kegiatan usaha tertentu dan penyetoran tersebut biasanya dilakukan dengan menggunakan cek atau instrumen non-tunai lainnya; b. Peningkatan penyetoran tunai yang sangat material pada rekening perorangan atau perusahaan tanpa disertai penjelasan yang memadai, khususnya apabila setoran tunai tersebut langsung ditransfer ke tujuan yang tidak mempunyai hubungan atau keterkaitan dengan perorangan atau perusahaan tersebut; c. Penyetoran tunai dengan menggunakan beberapa slip setoran dalam jumlahkecil sehingga total penyetoran tunai tersebut mempunyai jumlah sangat besar; d. Penggunaan rekening perusahaan yang lazimnya dilakukan denganmenggunakan cek atau instrumen non-tunai lainnya namun dilakukan secara tunai; e. Pembayaran atau penyetoran dalam bentuk tunai untuk penyelesaian tagihan wesel, transfer atau instrumen pasar uang lainnya; f. Penukaran uang tunai berdenominasi kecil dalam jumlah besar dengan uang tunai berdenominasi besar; g. Penukaran uang tunai ke dalam mata uang asing dalam frekuensi yang tinggi; h. Peningkatan kegiatan transaksi tunai dalam jumlah yang sangat besar untukukuran suatu kantor Bank; i. Penyetoran tunai yang di dalamnya selalu terdapat uang palsu; j. Transfer dalam jumlah besar dari atau ke negara lain dengan instruksi untukdilakukan pembayaran tunai; k. Penyetoran tunai dalam jumlah besar melalui rekening titipan setelah jam kerja kas untuk menghindari hubungan langsung dengan petugas Bank; l. Transaksi mencurigakan dengan menggunakan rekening Bank; m. Pemeliharaan beberapa rekening atas nama pihak lain yang tidak sesuai dengan jenis kegiatan usaha nasabah; n. Penyetoran tunai dalam jumlah kecil ke dalam beberapa rekening yang dimiliki nasabah pada Bank sehingga total penyetoran tersebut mempunyai jumlahsangat besar; o. Penyetoran dan atau penarikan dalam jumlah besar dari rekening peroranganatau perusahaan yang tidak sesuai atau tidak terkait dengan usaha nasabah; p. Pemberian informasi yang sulit dibuktikan atau memerlukan biaya yang sangat besar bagi Bank untuk melakukan pembuktian; q. Pembayaran dari rekening nasabah yang dilakukan setelah adanya penyetorantunai rekening dimaksud pada hari yang sama atau hari sebelumnya; r. Penarikan dalam jumlah besar dari rekening nasabah yang semula tidak aktif atau dari rekening nasabah yang menerima setoran dalam jumlah besar dari luarnegeri; s. Penggunaan petugas telleryang berbeda oleh nasabah yang secara bersamaanuntuk melakukan transaksi tunai dalam jumlah besar atau transaksi mata uang asing; t. Pihak yang mewakili perusahaan selalu menghindar untuk berhubungan dengan petugas Bank; u. Peningkatan yang besar atas penyetoran tunai atau negotiable instruments oleh suatu perusahaan dengan menggunakan rekening klien perusahaan, khususnya apabila penyetoran tersebut langsung ditransfer di antara rekening klienlainnya; v. Penolakan oleh nasabah untuk menyediakan tambahan dokumen atau informasi penting, yang apabila diberikan kemungkinan nasabah menjadi layak untuk memperoleh fasilitas pemberian kredit atau jasa perbankan lainnya; w. Penolakan nasabah terhadap fasilitas perbankan yang lazim diberikan, seperti penolakan untuk diberikan tingkat bunga yang lebih tinggi terhadap jumlah saldo tertentu; 112 x. Penyetoran untuk rekening yang sama oleh banyak pihak tanpa penjelasanyang memadai. 3. Transaksi mencurigakan melalui transaksi yang berkaitan dengan investasi yaitu: a. Pembelian surat berharga untuk disimpan di Bank sebagai kustodian yang seharusnya tidak layak apabila memperhatikan reputasi atau kemampuan finansial nasabah; b. Transksi pinjaman dengan jaminan dan yang diblokir black-to-back depositloan transactios antara Bank dengan anak perusahaan, perusahaan afiliasi, atau institusi di negara lain yang dikenal sebagai negara tempat lalu-lintas perdagangan narkotika; c. Permintaan nasabah untuk jasa pengelolaan investasi dengan sumber dana investasi yang tidak jelas sumbernya atau tidak konsisten dengan reputasi atau kemampuan finansial nasabah; d. Transaksi dengan pihak lawan counterparty yang tidak dikenal atau, jumlah dan frekuensi transaksi yang tidak lazim; e. Investor yang diperkenalkan oleh bank di negara lain, perusahaan afiliasi, atauinvestor lain dari negara yang diketahui umum sebagai tempat produksi atau perdagangan narkotika. 4. Transaksi mencurigakan melalui aktivitas Bank di luar negeri: a. Pengenalan nasabah oleh kantor cabang di luar negeri, perusahaan afiliasi atau bank lain yang berada di negara yang diketahui sebagai tempat produksi atau perdagangan narkotika; b. Penggunaan Letter of Credits LC dan instrumen perdagangan internasional lain untuk memindahkan dana antar negara di mana transaksi perdagangan tersebut tidak sejalan dengan kegiatan usaha nasabah; c. Penerimaan atau pengiriman transfer oleh nasabah dalam jumlah besar ke ataudari negara yang diketahui merupakan negara yang terkait dengan produksi, proses, dan atau pemasaran obat terlarang atau kegiatan terorisme; d. Penghimpunan saldo dalam jumlah besar yang tidak sesuai dengan karakteristik perputaran usaha nasabah yang kemudian ditransfer ke negara lain; e. Transfer secara elektronis oleh nasabah tanpa disertai penjelasan yang memadai atau tidak dengan menggunakan rekening; f. Permintaan travellers cheques, wesel dalam mata uang asing, atau negotiable instrument lainnya dengan frekuensi tinggi; g. Pembayaran dengan menggunakan traveller chequesatau wesel dalam mata uang asing khususnya yang diterbitkan oleh negara lain dengan frekuensi tinggi. 5. Transaksi mencurigakan yang melibatkan karyawan Bank dan atau agen: a. Peningkatan kekayaan karyawan dan agen Bank dalam jumlah besar tanpa disertai penjelasan yang memadai; b. Hubungan transaksi melalui agen yang tidak dilengkapi dengan informasi yang memadai mengenai penerima akhir ultimate beneficiary. c. Transaksi mencurigakan melalui transaksi pinjam meminjam d. Pelunasan pinjaman bermasalah secara tidak terduga; e. Permintaan fasilitas pinjaman dengan agunan yang asal usulnya dari aset yang diagunkan tidak jelas atau tidak sesuai dengan reputasi dan kemampuan finansial nasabah; f. Permintaan nasabah kepada Bank untuk memberikan fasilitas pembiayaan di mana porsi dana sendiri Nasabah dalam fasilitas dimaksud jelas asal-usulnya, khususnya apabila terkait dengan properti. 113

9. Peran PPATK sebagai Financial Inteligence Unit Indonesia

Upaya pencegahan dan pemberantaan tindakpidana pencucian uang tidak bisa dilepaskandari institusi Pusat Pelaporan dan AnalisisTransaksi Keuangan PPATK. PPATK merupakanFinancial Inteligence Unit FIU di Indonesia yangmempunyai tugas dan peran dalam pencegahan danpemberantasan tindak pidana pencucian uang. FIUmerupakan nama umum untuk lembaga sejenis yangjuga terdapat di sejumlah Negara yang tergabungdalam forum Egmont Group. Sebuah forum yang bertujuan untuk meningkatkankerjasama dan berbagi informasi untuk mendeteksidan memerangi pencucian uang dan pendanaanterorisme. Hasil kerja Egmont Group adalah kajianmengenai pentingnya pendirian FIU di setiap negara sebagai badan khusus untuk menangani pencegahandan pemberantasan pencucian uang. Keberadaan PPATK tersebut diatur sejak adanya UU No. 15 tahun 2002 dan UU No. 25 tahun 2003tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Undang-undang ini kemudian dinyatakan tidak berlaku paska UU No. 8 tahun 2010 disahkan .Kedudukan, tugas, fungsi, wewenang dan organisasi PPATK diatur pada Bab VI, Pasal 37-63 UU No.8 tahun 2010. PPATK diharapkan dapat berperansebagai sentral dari skema anti pencucian uang diIndonesia.PPATK bertanggungjawab pada Presiden Pasal37 ayat 2, mempunyai hubungan akuntabilitasdengan Dewan Perwakilan Rakyat dalam bentuk pemberian laporan secara berkala Pasal 47. Untuk melaksanakan tugasnya, PPATK mempunyai empat fungsi Pasal 40, yaitu: 1. Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang 2. Pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK 3. Pengawasan terhadap kepatuhan pihak pelapor; dan 4. Analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi Transaksi Keuangan yang berindikasi tindak pidana Pencucian Uang danatau tindak pidana lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1. Salah satu ukuran kinerja PPATK yang dapat dicermati adalah kuantitas dan kualitas Laporan Transaksi, yang mencakup: Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan LTKM, Laporan Transaksi Keuangan Tunai LTKT, Laporan Pembawaan Uang Tunai LPUT; dan Laporan Hasil Analisis LHA.Berdasarkan laporan PPATK, hingga periode SampaiBulan Juni 2012, jumlah Laporan yang diterimaPPATK mencapai 11.539.844 laporan denganperincian sebagai berikut: 176 data lebih rinci tentang Hasil Analisis PPATK yangdiserahkan pada penyidik dan klasifikasi berdasarkantindak pidana asal predicate crime dapat dilihat dariHasil analisis yang disampaikan oleh PPATK kepadapenyidik dibagi dalam 12 kelompok, yaitu kepada:1 Kepolisian saja, 2 Kejaksaan saja, 3 KPKsaja, 4 Kepolisian, 5 Kejaksaan dan KPK, 6Kepolisian dan Kejaksaan, 7 Kepolisian dan KPK,8 Kepolisian, Kejaksaan dan BNN, 9 Kepolisian,Kejaksaan dan Ditjen Pajak, 10 Kejaksaan danKPK, 11 Ditjen Pajak dan 12 BNN. Hingga Juni 2012, jumlah kumulatif Hasil Analisisyang diserahkan PPATK kepada penyidik berjumlah2.014 laporan sedangkan LTKM berjumlah 4.196laporan. Laporan paling banyak diserahkan kepadapenyidik Kepolisian dan Kejaksaan LHA sebanyak1.379 laporan dan LTKM sebanyak 2.896 laporan.Sebanyak 2.014 Hasil Analisis telah disampaikanPPATK ke Penyidik sejak tahun 2008 hingga Juni 2012. Berdasarkan tindak pidana asal terlihat bahwaLaporan Hasil Analisis LHA yang berasal daritindak pidana korupsi merupakan yang paling besaryaitu sebesar 896 laporan. Peringkat kedua yaituberasal dari tindak pidana 176 Bulletin Statistik PPATK, Vol 28 Thn III2012 diterbitkan oleh Direktorat Riset dan Analisis, Juli 2012. 114 penipuan sebesar 467laporan. Menyusul penyuapan 79 laporan danNarkotika 78 laporan. Meskipun banyak laporan yang disampaikan olehPPATK kepada penyidik dilingkungan penegakhukum, namun proses hukum hingga ke pengadilandari laporan tersebut masih dapat dikatakan minim.Data PPATK menyebutkan sampai dengan tahun2012 hanya tercatat sebanyak 72 perkara yang telahdiputus pengadilan terkait dengan tindak pidanapencucian uang.Putusan pengadilan terkait TPPU sebagian besar diputuskan di DKI Jakarta, yaitu sebanyak 41 putusanatau 56,9 persen. Putusan pengadilan terkait tindakpidana pencucian uang menurut Dugaan TindakPidana Asal sebagian besar adalah Tindak pidanaNarkotika yaitu sebanyak 17 putusan atau 23,6persen.Dari aspek penjatuhan pidana maka Hukumanpenjara tertinggi selama 17 tahun dan Hukumandenda tertinggi sebanyak 15 Milyar Rupiah. 177

9.1. Pencucian Uang dengan Kejahatan Asal Bidang Kehutanan

Temuan PPATK dengan predicate crime pidanabidang Kehutanan hingga Februari 2012 ternyata masih sangat rendah, yakni: 9 dari 1.924 laporanatau 0,47 dari seluruh laporan. Data terbaruyang disampaikan PPATK pada Juni 2012, menyebutkan terdapat 35 laporan transaksimencurigakan di bidang kehutanan. 178 Berdasarkan kategori terdapat 11 klasifikasi pelakuyang menjadi terlapor transaksi kehutanan yang dinilai mencurigakan. Paling banyak terdri daripegawai swasta dan pengusaha masing-masing 7laporan. Transaksi mencurigakan juga ditemuai diHakim, Pejabat Negara dan Perusahaan masing-masing4 laporan. Aktor lain yang juga terlibat dalamdugaan pencucian uang, yaitu Pegawai Negeri SipilPNS, Dosen, Ibu Rumah Tangga, Anggota TNI, danDirektur. Sedangkan berdasarkan lokasi kejadian, tingkatpenyebaran terjadi di 10 provinsi. KepulauanRiau dan Sumatera Selatan yang paling banyakditemukan terjadinya transaksi yang mencurigakanyaitu 3 laporan. Sedangkan Sumatera Selatan,Sumatera Barat, Kalimantan Barat dan KalimantanTimur ditemukan masing-masing 2 transaksi yangmencurigakan dibidang kehutanan. Daerah lainnyayang teridentifikasi adalah NTT, DKI Jakarta,dan Kalteng. Meski dinilai daerah yang palingbanyak terjadi kejahatan hutan, di provinsi Riaudan Papua tidak ditemukan adanya transaksi yangmencurigakan. Berdasarkan pantauan ICW, dari 72 perkara yangdijerat dengan tindak pidana pencucian uang, hanya 1perkara yang berdimensi korupsi di sektor kehutananyaitu yang terjadi di Papua. Perkara ini melibatkanKomisaris Polisi Kompol Marthen Renouwmerupakan Pejabat Sementara PjS Kasat TindakPidana Tertentu TipiterPolda Papua dan Kanit SatOpsnal Dit Reskrim Polda Papua. Marthen merupakan salah satu pejabat mempunyaikewenangan melakukan tindakan penegakkan hukumberupa penyelidikan maupun penyidikan terhadappelaku tindak pidana kehutanan illegal loggingdi wilayah hukum Polda Papua. Tidak saja dijeratdengan UU Pencucian Uang, Marthen juga dijeratdengan UU Kehutanan dan UU Tindak PidanaKorupsi, namun sayanya pelaku dibebaskan olehHakim Pengadilan Negeri Jayapura dengan alasantidak terbukti.

9.2. Peran PPATK dalam Pencegahan Pencucian Uang di Bidang Kehutanan

177 Bulletin Statistik PPATK, Vol 28 Thn III2012 diterbitkan oleh Direktorat Riset dan Analisis, Juli 2012. 178 Diolah dari Bahan Presentasi “Peranan PPATK dalam Pencegahan dan Pemberantasan tindak pidana pencucian uang, disampaikan dalam Focus Group Discussion yang diselenngaran oleh ICW di jakarta, 1 Juni 2012.