Tindak pidana menerbitkan izin pemanfaatan hasil hutan yang melanggar

49

9.25. Tindak pidana Jabatan

Dinyatakan dalam beberapa pasal : Pasal 106 Setiap pejabat yang melakukan kelalaian dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf h dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 enam bulan dan paling lama 5 lima tahun serta pidana denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 dua ratus juta rupiah dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 satu milyar rupiah. Pasal 107 Setiap kegiatan pembalakan liar danatau penggunaan kawasan hutan secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 sampai dengan Pasal 17 dan Pasal 20 sampai dengan Pasal 26 yang melibatkan pejabat, pidananya ditambah 13 satu per tiga dari ancaman pidana pokok. Pasal 108 Selain penjatuhan sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82, Pasal 84, Pasal 94, Pasal 96, Pasal 97 huruf a, Pasal 97 huruf b, Pasal 104, Pasal 105, atau Pasal 106 dikenakan juga uang pengganti, dan apabila tidak terpenuhi, terdakwa dikenai hukuman penjara yang lamanya tidak melebihi ancaman maksimum dari pidana pokok sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini dan lama pidana sudah ditentukan dalamputusan pengadilan.

9.26. Tindak pidana pengrusakan hutan oleh Korporasi

Di dalam Pasal 109 dinyatakan: 1 Dalam hal perbuatan pembalakan, pemanenan, pemungutan, penguasaan, pengangkutan, dan peredaran kayu hasil tebangan liar dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, tuntutan danatau penjatuhan pidana dilakukan terhadap korporasi danatau pengurusnya. 2 Perbuatan pembalakan, pemanenan, pemungutan, penguasaan, pengangkutan, dan peredaran kayu hasil tebangan liar dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang perorangan, baik berdasarkan hubungan kerja maupun hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik secara sendiri maupun bersama-sama. 3 Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, korporasi tersebut diwakili oleh pengurus. 4 Hakim dapat memerintahkan pengurus korporasi agar menghadap sendiri di sidang pengadilan dan dapat pula memerintahkan agar pengurus tersebut dibawa ke sidang pengadilan. 5 Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 sampai dengan Pasal 103. 6 Selain dapat dijatuhi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 sampai dengan Pasal 103, korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa penutupan seluruh atau sebagian perusahaan. 50

10. Permasalahan Penegakan hukum Kejahatan Kehutanan dengan

Penggunaan Tindak Pidana Kehutanan Banyaknya regulasi yang mengatur tentang perlindungan terhadap sektor kehutanan di Indonesia dalam berbagai peraturan yang telah dipaparkan diatas, seharusnya dapat membantu proses penegakan hukum atas kejahatan hutan. Terutama yang telah diatur dalam UU No. 19 Tahun 2004 yang merupakan penetapan Perpu No. 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan. UU ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2004 tentang Kehutanan. Jadi khususnya terhadap pidana yang diancamkan terhadap pelaku pembalakan liar dalam UU Kehutanan sebenarnya sudah mumpuni. Ancaman pidana terberat adalah penjara 15 tahun dan denda sebesar Rp. 5 miliar. Seharusnya ancaman inimampu membuat para pelaku berpikir dua kali sebelum melakukan tindak pidana tersebut. Kenyataannya, dalam praktik justru sangat berbeda.Aktivitas pembalakan liar terus berlangsung seperti tergambar dalam laporan dari berbagai kalangan. Upaya penegakan hukum dan pemberantasan kejahatan kehutanan sendiri sudah dilakukan dengan melibatkan sejumlah jararan pemerintah, seperti Kementerian Kehutanan, Kepolisian, dam Kejaksaan. 61 Bahkan sejak tahun 1985 sudah dilakukan sejumlah operasi pengamanan hutan, baik yang dilakukan internal Kementrian Kehutanan maupun melalui operasi gabungan yang melibatkan instansi lain secara lebih luas seperti Kepolisian, Kejaksaan, Kementrian Lingkungan Hidup, dan Badan Intelijen Negara. 62 Bahkan Koordinasi pemberantasan illegal logging sudah dirintis sejak Tahun 1982 dengan dibentuknya Tim Khusus Kehutanan yang pada Tahun 1985 diubah menjadi Tim Koordinasi Pengamanan Hutan TKPH. Selanjutnya Tim ini dikukuhkan lewat Keppres No. 22 tahun 1995 tentang Pembentukan Tim Pengamanan Hutan Terpadu TPHT. Muncul juga aturan Penebangan di luar HPH yang diancam pelanggaran hukum dan didenda dengan SK Menhutbun No. 315KPTS –II1999 tentang Tata Cara Pengenaan, Penetapan dan Pelaksanaan Sanksi Atas Pelanggaran Di Bidang Pengusahaan Hutan dan Pemungutan Hasil Hutan. Selanjutnya juga pada tahun 2000 dibentuk Tim Penanggulangan Penebangan Liar dan Peredaran Hasil Hutan Ilegal TP2LPHHI berdasarkan SK Menhutbun No. 1502000. Dan Instruksi Presiden Inpres No. 5 tahun 2001 tentang Pemberantasan Kayu Ilegal di kawasan Gunung Leuser Untuk meningkatkan upaya pemberantasan illegal logging. 63 Selain itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Inpres No. 4 Tahun 2005 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu Secara Illegal di Kawasan Hutan dan Peredaraannya di Seluruh Wilayah RI. Inpres ini ditujukan kepada beberapa menteri, pejabat tinggi setingkat menteri, para gubernur dan para bupatiwalikota. Inpres tersebut memerintahkan kepada para pejabat terkait untuk melakukan percepatan pemberantasan 61 Ketentuan dalam UU Kehutanan telah mengatur mengenai alur penanganan atas suatu kejahatan bidang kehutanan oleh penegak hukum. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP, juga telah dinyatakan bahwa pihak yang dapat berperan sebagai penyidik dalam kejahatan kehutanan adalah Penyidik Kepolisian, Polisi Hutan, dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil PPNS Kementrian Kehutanan yang saling bekerja sama di bawah koordinasi penyidik Kepolisian 62 ICW, Pemberantasan Kejahatan Kehutanan Setengah Hati, Laporan Hasil Penelitian Kinerja Pemberantasan Korupsi dan Pencucian Uang di Sektor Kehutanan, 2012 hal 31 63 ibid