Kasus Labora Sitorus Gambaran Perkembangan Pengadilan Tiga Kasus Kejahatan Hutan

225 lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut hukuman 15 tahun penjara. Hakim Ketua, Martinus Bala, dalam putusannya menyatakan, Labora melanggar UU Migas soal penimbunan BBM dan UU Kehutanan untuk pembelian kayu hasil pembalakan liar. Namun, majelis hakim menyatakan bahwa Labora tak terbukti melakukan pencucian uang sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum yang diketuai Kepala Kejaksaan Negeri Sorong, Rhein Singal. Karena tidak tersedia putusan pengadilan negeri sorong maka tidak bisa di lihat secara lebih detil apa yang menjadi pertimbangan Majelis Hakim PN Sorong ini. Pengadilan Tinggi PT Papua kemudian memperberat hukuman Aiptu Labora Sitorus menjadi delapan tahun penjara karena terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang TPPU. Vonis ini empat kali lebih berat dari vonis di PN Sorong. Dalam Petikan PutusanPasal 226 ayat 1 KUHAP Nomor: 15Pid2014PT.JPR.Menyatakan Terdakwa: Labora Sitorustersebut, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana: Secara bersama-sama dengan sengaja membeli hasil hutan yang diketahui berasal dari kawasan hutan yang diambil secara tidak sah;Secara bersama-sama melakukan pengangkutan bahan bakar minyak tanpa izin usaha pengangkutanDengan sengaja membayarkan atau membelanjakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana ;Menempatkan dan mentransfer mata uang yang diketahui atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan menyamarkan asal-usul harta kekayaan ; 2. Menjatuhkan pidana atas diri Terdakwa: LABORA SIT0RUS tersebut, dengan pidana penjara selama: 8 delapan tahun dan denda sebesar: Rp. 50.000.000,- lima puluh juta rupiah, dengan ketentuan jika denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama: 6 enam bulan; 3. Menetapkan lamanya Terdakwa berada dalam tahanan dikurangkan seluruhnya dengan lamanya pidana yang dijatuhkan atas diri Terdakwa; 4. Memerintahkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan , terhadap Putusan ini Jaksa kemudian mempersiapkan berkasnya untuk kasasi. 258 Untungnya, Mahkamah Agung, pada tanggal 17 September akhirnya memutuskan, menolak kasasi yang diajukan Aiptu Labora Sitorus. Labora pun dijatuhi vonis 15 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar subsider 1 tahun kurungan. pertimbangan MA menyatakan . MA menolak kasasi terdakwa, karena alasan-alasan kasasi hanya merupakan pengulangan fakta-fakta yang telah dikemukakan dalam pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding, Ketua Majelis Hakim Kasasi untuk perkara ini, Artidjo Alkostar, menyatakan alasan lain yang diajukan dalam permohonan kasasi Labora juga tak tunduk pada prinsip pemeriksaan pengadilan tingkat kasasi. Judex facti salah menerapkan hukum Sebaliknya, MA mengabulkan kasasi dari penuntut umum karena pertimbangan hukum yang dipakai judex facti salah menerapkan hukum. Karena tidak mempertimbangkan dengan benar, hal-hal yang relevan secara yuridis,. Judex facti adalah pengadilan yang memeriksa fakta perkara, yakni pengadilan tingkat pertama. Dalam perkara ini, judex facti adalah Pengadilan Negeri Sorong, Papua Barat. Fakta tersebut adalah bahwa sejak 2010 hingga 2012, PT Seno Adhi Wijaya telah melakukan penjualan bahan bakar minyak memakai kapal tangki motor Balamas Sentosa I di kolam Bandar Sorong. Menurut MA ,transaksi perusahaan tersebut memakai rekening atas nama Labora. Padahal ternyata ditemukan BBM yang tidak dilengkapi dengan dokumen pengangkutannya. Selain iturekening yang dipakai dalam transaksi tersebut dibuat dengan identitas Labora sebagai pengusaha atau wiraswasta. Sedangkan senyatanya terdakwa masih menjabat sebagai polisi aktif. Rekening yang sama juga menampung lalu lintas transaksi keuangan PT Rotua selain PT 258 http:regional.kompas.comread201405061444104Hukuman.Aiptu.Labora.Diperberat.Empat.Kali.Lipat 226 Seno Adhi Wijaya. Secara legal formal, nama Labora tidak tercantum dalam kepengurusan kedua perusahaan itu tetapi mengendalikan kedua perusahaan tersebut. Sehingga ternyata perbuatan terdakwa memenuhi unsur-unsur tindak pidana pencucian uang, 259 Oleh karena itu dari ketiga contoh kasus diatas, menunjukkan bahwa penggunaan pasal-pasal pencucian uang dalam kasus kehutanan dan alih fungsi lahan sudah mengalami kemajuan secara gradual, walaupun masih memilki tantangan tantangan khusus.

2. Perkembangan Baru Penggunaan TPPU berdasarkan Putusan MK

No. 77 Putusan MK tahun 2014 dalam Perkara Nomor 77PUU XII2014 perihal Pengujian Undang- undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantaasan Tindak Pidana Pencucian Uang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945memberikan pertimbangan yang memastikan bahwa terhadap beberap persoalan dalam penggunaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang UU TPPU Di Indonesia. Berawal dari Keinginan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar mengajukan permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang UU TPPU ke Mahkamah Konstitusi pada bulan Agustus 2014. Terdapat beberapa hal yang diujikan oleh Akil Mochtar terhadap Undang-Undang ini, diantaranya adalah Pasal 2 UU TPPU. Selain itu, Akil juga menguji kewenangan Jaksa KPK dalam menuntut perkara Tindak Pidana Pencucian Uang. Menurutnya, dalam UU TPPU, tidak ada satupun ketentuan yang memberikan kewenangan kepada jaksa KPK. Pengajuan ini dilakukan lantaran rasa ketidakpuasan Terpidana, Akil Mochtar dengan penerapan UU TPPU yang diterapkan kepada dirinya. Hal pengajuan inipun tidak semata-mata diajukan karena ketidakpuasan Akil, dalam sidang putusan, salah satu majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, yaitu Hakim Sofialdi melakukan beda pendapat dissenting opinion. Hakim Sofialdi tidak sepakat dengan 3 tiga hakim yang lain satu hakim lagi yang melakukan dissenting opinion adalah Hakim Alexander Marwata karena menanggap bahwa Jaksa Penuntut Umum KPK tidak berwenang menuntut perkara Pencucian Uang. Sedari awal juga, Hakim Sofialdi menilai dakwaan penuntut umum tidak dapat diterima, sehingga dakwaan itu tidak dapat menjadi dasar untuk melakukan penuntutan. Begitu pula dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang menggunakan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 jo. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 yang merupakan Undang-Undang Pemberantasan Pencucian yang sudah tidak diberlakukan dengan hadirnya Undang-Undang Pencucian yang lahir pada tahun 2010. Hakim Sofialdi menganggap KPK tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, sehingga dengan sendirinya tuntutan yang berkaitan dengan perkara Akil Mochtar dinyatakan batal demi hukum. 259 http:nasional.kompas.comread201409180643008Ini.Pertimbangan.MA.Perberat.Vonis.Polisi.Berekening. Rp.1.5.Triliun 227 Sementara, Hakim Alexander Marwata menyatakan, meski UU TPPU menentukan tindak pidana asal tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu, bukan berarti penuntut umum tidak perlu membuktikan tindak pidana asal. Penuntut umum tetap harus membuktikan tindak pidana asal. Hakim Alexander berpendapat tindak pidana asal tidak perlu dibuktikan hanya berlaku untuk pelaku pasif, bukan pelaku aktif. Dalam hal ini, Akil sudah mencoba membuktikan harta kekayaannya bukan berasal dari tindak pidana korupsi. Mengingat peristiwa sudah terjadi cukup lama, tidak tertutup kemungkinan Akil lupa asal usul harta kekayaannya. Walau Hakim Alexander tidak meyakini keseluruhan pembuktian Akil, perampasan harta kekayaan tidak dapat dilakukan hanya karena pembuktian Akil dinilai tidak logis atau harta kekayaan Akil menyimpang dari profil. Alasan seperti itu dipandang Alexander tidak sesuai UUD 1945, sehingga akan menimbulkan ketidakadilan.Mengingat ada dua hakim anggota yang menyatakan dissenting opinion, majelis memutus dengan suara terbanyak. Dengan demikian, menjadi alasan pendukung bagi Akil Mochtar dalam melakukan Pengujian materi terhadap UU TPPU. Penuntut umum KPK memiliki kewenangan untuk menuntut perkara Tindak Pidana Pencucian Uang.Sekedar mengingatkan, kewenangan Jaksa Penuntut Umum KPK menuntut perkara Tidnak Pidana Pencucian Uang kerap dipermasalahkan sejumlah pengacara dalam sejumlah sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta. Bahkan, ada beberapa hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang sepakat bahwa Jaksa Penuntut Umum KPK tidak memiliki kewenangan melakukan penuntutan perkara Pencucian Uang. Kejadian diseenting opinion ini juga pernah terjadi sebelumnya dalam putusan terpidana Luthfi Hasan Ishaaq. Dua hakim ad hoc,yakni Hakim I Made Hendra dan Hakim Joko Subagyo menyatakan dissenting opinion karena menganggap Jaksa Penuntut Umum KPK tidak berwenang menuntut perkara Tindak Pidana Pencucian Uang. Kedua hakim tersebut menganggap tidak ada satu ketentuan dalam UU TPPU yang menyebutkan kewenangan Jaksa Penuntut Umum KPK menuntut perkara Pencucian Uang. Hal inilah yang mendasari Muhammad Akil Mochtar mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi terhadap beberapa pasal dan ketentuan dalam UU TPPU yang dianggapnya tidak sesuai dengan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.ICJR sebagai lembaga yang selama ini concern dalam isu pembaharuan hukum pidana dan reformasi sistem peradilan pidana di Indonesia, merasa pengujian terhadap pasal-pasal yang diujikan pemohon dalam Perkara Nomor 77PUU-XII2014 perihal Pengujian Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantaasan Tindak Pidana Pencucian Uang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, berpotensi menciptakan situasi melemahnya penegakan hukum pencucuian uang di Indonesia.

3. Dasar Pengajuan Permohonan

Ada 5 dasar permohonan terkait pengujian UU TPPU tersebut di Mahkamah Konstitusi yakni: 260 260 Meluruskan Arah Pengujian Anti Pencucian Uang di Mahkamah Konstitusi, Permohonan ICJR sebagai Pihak terkait dan kesimpulannya dalam Perkara Nomor 77PUU XII2014 perihal Pengujian Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantaasan Tindak Pidana Pencucian Uang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, ICJR, 2014, hal 8-15.