115
PPATK atau Financial Intelligence Unit FIUdi Indonesia pada tahun 2006 lalu menerbitkanPedoman pemberian informasi tindak pidanapencucian uang di bidang kehutanan
dan konservasisumberdaya alam hayati melalui SK Kepala PPATKKEP-2B1.02PPATK0406 tanggal 22 April 2006.Pedoman ini sejatinya tidak hanya mencakuppencucian uang dengan
predicate crime Kehutanan,tetapi juga seperti yang diatur di Pasal 2 ayat 1huruf w UU No. 25 tahun 2003, yaitu tindakpidana di bidang Lingkungan Hidup.
179
PPATK menyebutkan:“Buku Pedoman yang dibuat ini,sebagai upaya di dalam menjaga kelestarian hutandi
Indonesia.Sebagaimana diketahui, kerusakanhutan di Indonesia saat ini, sudah masuk dalamkategori stadium lanjut. Tindak pidana di bidangkehutanan seperti kegiatan pembalakan
hutansecara liar illegal logging telah mencapai batasyang sangat mengkhawatirkan. DepartemenKehutanan melansir secara material kerugiannegara akibat kerusakan hutan
mencapaiRp. 35 trilyun sampai dengan Rp. 45 Triliunpertahunnya. Selain kerugian materil, terjadijuga kerugian berupa penyusutan pada hutan diIndonesia dengan laju yang begitu pesat.
Saat inipenyusutan itu mencapai 2 juta hektar tiap tahun,yang hampir sama dengan luas negara Swiss”
180
PPATK menyatakan, dalam konteks pemberantasantindak pidana pencucian uang di bidang kehutanan,prioritas utama yang dikejar adalah uang dan hartakekayaan yang
diperoleh dari kejahatan, dengan tigaalasan
181
: 1.
Faktor Resiko untuk mengejar pelaku kejahatan kehutanan secara langsung. 2.
Mengejar hasil kejahatan dinilai lebih mudah dibanding mengejar pelaku kejahatan kehutanan.
3. Prinsip live bloods of crime.
Dalam isu sektor kehutanan, PPATK telah melakukansejumlah kegiatan sebagai berikut:
182
Menyampaikan Pedoman High Risk Customer kepada PJK yang antara antara lain mencantumkanusaha di bidang kehutanan sebagai high risk customer.
Bekerjasama dengan IWGFF menerbitkan Pedoman Pelaporan Tindak Pidana Pencucian Uang terkait Illegal logging.
Bekerjasama dengan IWGFF dan UNODC menyelenggarakan rangkaian pelatihan Penanganan Perkara tindak pidana di Bidang Kehutanan melalui pendekatan Anti Korupsi
dan Pencucian Uang bagi Penegak Hukum Bersama instansi-instansi terkait menyusun Modul Pelatihan Terpadu untuk Penegak
Hukum; Bekerjasama dengan IWGFF dan NLRP menyusun Regulatory Manual Peraturan di Bidang
Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, antara lain memuat Pola Penanganan Perkara TPPU.
Selain yang telah disebutkan diatas, pada 2005PPATK pernah menemukan dan mengidentifikasitransaksi mencurigakan dari rekening 20 cukongkayu yang diduga terlibat
dalam perkara pembalakanliar atau illegal logging.
183
Sayangnya hasiltemuan PPATK ini tidak ditindaklanjuti oleh penyidikkepolisian hingga ke proses pengadilan.
179
Siaran Pers PPATK, PPATK Meluncurkan Buku Pedoman Pemberian Informasi Tindak Pidana Pencucian Uang Di Bidang Kehutanan, Jakarta 27Januari 2009. http:www.ppatk.go.idpagesdetail408972
180
Ibid.
181
Lihat ICW, Pemberantasan Kejahatan Kehutanan Setengah Hati, hal 53
182
Bahan Presentasi PPATK, disampaikan dalam Focus Group Discussion yang diselenggarakan oleh ICW dan Koalisi Anti Mafia Hutan, 1 Juni 2012.
183
Lihat ICW, Pemberantasan Kejahatan Kehutanan Setengah Hati, hal 54
116
10. Masalah dalam Pencucian Uang di Sektor Kehutanan
Sebagaimana telah diulas sebelumnya temuanPPATK dengan predicate crime pidana bidangKehutanan hingga Februari 2012 fakta masih sangatrendah, yakni: 9 dari 1.924 laporan
atau 0,47 dariseluruh laporan. Hingga bulan Juni 2012, hanyaterjadi peningkatan hingga 26 laporan atau totalberjumlah 35 laporan transaksi mencurigakan dibidang kehutanan. Oleh
karena itulah muncul beberapa pertanyaan terkait laporan bidang kehutanan sangat rendah jikadibandingkan dengan tindak pidana lain dan sangat minimnya perkara pencucian uang dari
sector kehutanan yang berhasil dilimpahkan ke pengadilan. Ada beberapa kendala atau hambatan yangmengakibatkan belum efektifnya penanganan tindakpidana pencucian uang
dengan predicate crime dibidang kehutanan, yaitu: Pertama.Rendahnya pemahaman penyidiktentang pentingnya pendekatanfollow the money
dalam penyidikantindak pidana kehutanan maupunkorupsi di sektor kehutanan. PPATK menyebutkan bahwa salah satu faktor belum optimalnyapenanganan tindak pidana pencucian
uang di sector kehutanan adalah rendahnya tingkat pemahamanpenyidik tentang pentingnya pendekatan followthe money,yaitu melihat dari transaksi uang yangmengalir dalam penyidikan
kejahatan dibidangkehutanan.
184
Angka statistik yang dirilis oleh PPATK misalnyamenyebutkan dengan terang setidaknya ada 17 Laporan Hasil Analisis LHA yang dihasilkan
terkaitkejahatan kehutanan, yang terjadi di 10 sepuluhprovinsi di Indonesia. Kemudian dijelaskan pulabahwa dari 17 LHA berdasarkan perkara tersebut,dapat dipecah pula bahwa
berdasarkan subyekhukumnya, setidaknya ada 35 LHA yang mengacupada berbagai orang dengan
beragam latar
belakangpekerjaan.Keberadaan statistik
transaksi keuanganmencurigakan dan laporan hasil analisis terhadapkejahatan kehutanan, dapat
dipahami karenakejahatan kehutanan merupakan kejahatan yangmelibatkan keuntungan ekonomi dalam jumlah besar. Motifnya jelas ekonomi dan seringkali menggunakankekuatan
ekonomi tersebut untuk membuatkejahatannya menjadi mungkin. Oleh karena itu,ketika statistik TKM maupun LHA berbunyi terkaitkejahatan kehutanan, itu dapat diterjemahkan
untukbanyak pidana, baik itu pencucian uang, korupsi, ataubahkan perpajakan. Kewenangan penegak hukum baik KPK maupunKejaksaan pun jelas dalam menggunakan
pendekatanpencucian uang tersebut sebagaimana diatur dalamPasal 5 UU No. 8 Tahun 2010.Namun disayangkan, bahkan setelah dua tahunkeberadaan kewenangan tersebut
diberikan dalamUndang-Undang, KPK belum pernah menggunakanpasal pencucian uang terhadap kejahatan-kejahatan korupsi kehutanan. Hingga menjadi pertanyaansebenarnya apa
yang dilakukan oleh penegak hukumterhadap Laporan Hasil Analisis yang masuk.Padahal apabila melihat dari struktur dan polanya,pendekatan pencucian uang sebenarnya
menawarkanpenegakan hukum yang lebih mudah, sederhana,dan cepat. Apalagi jika telah dilakukan analisis olehPusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan.Transaksi keuangan
yang tidak wajar antara pegawanegeri sipil kehutanan dengan pengusaha yang terkaitdengan kehutanan misalnya, dapat dengan mudahmenjadi petunjuk untuk penelisikan lebih
jauh.Dengan menggunakan dasar petunjuk tersebut,KPK maupun Kejaksaan boleh jadi tidak perluterlalu jauh melihat kerusakan di lapangan untukmelakukan pembuktian. Menggunakan
petunjukintelijen keuangan tersebut pun akan memudahkanKPK maupun Kejaksaan untuk memilah perkaramana yang dapat dengan mudah dilaksanakan danberpeluang untuk
mendapatkan pengembaliankerugian negara yang besar.
184
Peran PPATK dalam Pencegahan dan Pemberantasan Kejahahatan Kehutanan”, disampaikan oleh Agus Santoso, Wakil Ketua PPATK dalam Focus Group Discussion yang diselenggarakan oleh ICW di Jakarta 1 Juni
2012
117
Melihat bahwa KPK baru pada tahun 2012, menggunakan pasal pencucianuang tersebut –
yaitu pada perkara Nazarudin. Bisadiambil catatan bahwa ada masalah dalam prosespenanganan korupsi oleh KPK yang seharusnya bisaberjalan lebih progresif ketimbang
penegak hukumyang lain.Kondisi tersebut menyebabkan minimnya perkara-perkarakejahatan kehutanan yang dijerat dengantindak pidana pencucian uang dan berhasil diproseshingga ke
tahap pengadilan. Hingga saat ini tercatat hanya ada 2 satu perkara kejahatan kehutanan yang dijerat dengan tindak pidana pencucian uang dan juga korupsi yang berhasil diproses ke
Pengadilan yaitu perkara yang melibatkan terdakwa Marthen Renouw, mantan perwira Polisi di Polda Papua dan perkara Labora Sitorus dalam tindak pidana kehutanan, penyimpanan
BBM dan pencucian uang. Sayangnya terdakwa Marthen Renouw dinyatakan tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang serta dibebaskan oleh
Pengadilan Negeri Jayapura. Sedangkan terdakwa Labora Sitorus, akhirnya berhasil menggunakan pasal pencucian uang di tingkat Mahkamah Agung.
Belum optimalnya kemampuan Penyedia Jasa Keuangan PJK dalam melakukan identifikasi transaksi keuangan terkait dengan tindak pidana kehutanan dinyatakan oleh Ketua Kelompok
Hukum Direktorat Hukum dan Regulasi pada PPATK, Riono Budi Santoso, ia mengatakan bahwa PPATK kesulitan dalam menemukan transaksi keuangan mencurigakan yang terkait
dengan kejahatan kehutanan. Hal ini terjadi karena kebanyakan pelaku kejahatan kehutanan seperti pembalakan liar dan alih fungsi hutan ilegal adalah pengusaha. Jadi transaksi yang
pelaku kejahatan kehutanan lakukan terlihat wajar oleh dunia perbankan atau Penyedia Jasa Keuangan karena dianggap sebagai bagian dari usaha.
185
Dengan kondisi demikian jika pemberantasan pencucian uang di sektor Kehutanan dibatasi hanya dengan predicate crime
tindak pidana bidang Kehutanan saja, maka dapat disimpulkan, upaya pemberantasan pencucian uang di sektor ini gagal, dan kecil kemungkinan terjadi perubahan yang signifikan
ke depan jika tidak dilakukan perbaikan strategi oleh PPATK terhadap PJK, Kementrian Kehutanan, lembaga barang dan jasa, dan lainnya.
Masalah Kedua adalah Terbatasnya Pihak Pelapor dan Peran Serta Masyarakat dalam UU Pencucian Uang. Dalam Pasal 17 UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang menyebutkan tentang siapa saja yang digolongkan sebagai Pihak Pelapor. Mengacu pada regulasitersebut maka secara garis besar
pihak pelapordalam pencucian uang dapat digolongkan dalam dua kategori.Kategori Pertama yaitu penyedia jasa keuanganyang terdiri dari: bank; perusahaan pembiayaan;perusahaan
asuransi dan perusahaan pialang asuransi;dana pensiun lembaga keuangan; perusahaan efek;manajer investasi; kustodian; wali amanat; perposansebagai penyedia jasa giro; pedagang
valuta asing;penyelenggara alat pembayaran menggunakankartu;penyelenggara e-money danatau e-wallet; koperasiyang melakukan kegiatan simpanpinjam; pegadaian;perusahaan yang
bergerak di bidang perdaganganberjangka komoditi; atau penyelenggara kegiatanusaha pengiriman uang.Kategori pihak pelapor kedua adalah penyedia barangdanatau jasa lain, yang
terdiri dari: perusahaanpropertiagen properti; pedagang kendaraanbermotor; pedagang permata dan perhiasanlogammulia; pedagang barang seni dan antik; atau balailelang.
Terbatasnya Pihak Pelapor dalam tindak pidanapencucian uang, dapat menyebabkan masyarakatmaupun instansi di sektor kehutanan menjadiragu untuk pro aktif memberikan
informasi ataumelaporkan kepada PPATK ataupun penegak hukumapabila ditemukan adanya
185
Disampaikan dalam Media Brefing “ Mendorong efektifitas Pemberantasan Korupsi dan Pencucian Uang di sektor
Kehutanan”, yangdiselenggarakan ICW, di Jakarta, 14 Maret 2012.