Kasus Marthen Renouw Gambaran Perkembangan Pengadilan Tiga Kasus Kejahatan Hutan

222 secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan. ” Atas dasar Pasal 143 ayat 3 yang berbunyi bahwa “Surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 2 huruf b batal demi hukum. ” Dakwaan model ini umumnya disebut sebagai dakwaan model kombinasi menggabungkan dakwaan alternatif dan dakwaan subsidair. Kelemahan utama dari dakwaan ini adalah hanya ada salah satu dakwaaan yang akan dibuktikan. Oleh karena itu dengan sengaja JPU telah melemahkankan dakwaan terhadap Martin karena JPU hanya akan memilih apakah nantinya akan membuktikan dakwaan pertama mengenai tindak pidana korupsi atau pencucian uang, jadi jaksa harus memilih salah satu dari dua dakwaan itu. Dengan pilihan model dakwaan kombinasi ini maka dari awal telah dengan sengaja penggunaan tindak pidana Pencucian dalam kasus ini dilemahkan. Karena pertama, jaksa tidak mungkin memeriksa kedua jenis dakwaan, dan pasti hanya akan memeriksa dakwaan pertama korupsi dalam tuntutan, karena dengan dakwaan kombinasi antara Korupsi dan TPPU dalam penggabungan pemeriksaan di pengadilan maka akan sangatlah sulit jika dakwaan kedua mengenai TPPU tersebut dapat dibuktikan tanpa mengaitkannya dengan dakwaan Korupsi sebagai “tindak pidana” asalnya. Jaksa Penuntut Umum membuat dakwaan dengan bentuk kombinasi antara dakwaan alternatif dan dakwaan subsideritas. Dikatakan kombinasi karena menggabungkan dua jenis dakwaan, yaitu alternatif dan subsideritas. Dikatakan alternatif karena dakwaan menggunakan kata “atau” di antara dakwaan kesatu dan kedua. Dikatakan subsideritas karena pada dakwaan kesatu maupun kedua m enggunakan kata “primair” dan “subsidair”. Penggunaan dakwaan kombinasi oleh Jaksa Penuntut Umum kurang tepat karena Terdakwa melakukan tindak pidana bukan salah satu di antara tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana korupsi, melainkan melakukan tindak pidana pencucian uang dari uang hasil transfer M. Yudi Firmansyah dkk dan penerimaan uang tersebut merupakan tindak pidana korupsi. Seharusnya bentuk surat dakwaan yang digunakan adalah dakwaan yang disusun secara kumulatif subsidairitas karena pidana yang dilakukan saling berhubungan. Dengan kata lain tindak pidana korupsi telah selesai dilakukan, kemudian dilakukan tindak pidana pencucian uang yang merupakan kelanjutan dari tindak pidana korupsi. Jadi dakwaan antara tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana korupsi tidak saling mengecualikan, tetapi saling berhubungan. Kemudian di dalam dakwaan terlihat adanya kesalahan konsep yang menekankan pada pengirim uang. Seharusnya dakwaan tersebut menitikberatkan atas penerimaan terdakwa. Dapat dikatakan bahwa dakwaan ini tidak ditujukan kepada Terdakwa Marthen Renouw, tetapi untuk para pengirim uang yang masuk ke dalam Daftar Pencarian Orang DPO. Sehingga untuk membuktikan maksud si pengirim mengirimkan besar uang untuk Terdakwa Marthen Renouw sulit dilakukan. Selain itu apabila diperhatikan antara dakwaan kesatu primair, kesatu subsidair, kesatu lebih subsidair, kedua primair, kedua subsidair tidak ada perbedaannya kecuali menyangkut Pasal yang didakwakan. Uraian perbuatan materiil dalam dakwaan kesatu dan dakwaan kedua isinya sama dan hanya sekedar copy paste. Mungkin Jaksa Penuntut Umum lupa bahwa unsur 223 tindak pidana pencucian uang sangat berbeda dengan tindak pidana korupsi. Terlihat bahwa dakwaan yang disusun tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap. Hal ini jelas bertentangan dengan Pasal 143 ayat 2 huruf b KUHAP yang berbunyi bahwa “Penuntut Umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan”. Atas dasar Pasal 143 ayat 3 yang berbunyi bahwa “Surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 2 huruf b batal demi hukum”, maka sejak awal seharusnya Majelis Hakim menyatakan bahwa dakwaan batal demi hukum Pertimbangan Majelis Hakim pada Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, yang berbunyi: “Setiap orang yang dengan sengaja: a. menempatkan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana ke dalam penyedia jasa keuangan, baik atas namanya sendiri atau atas nama pihak lain; b. mentransfer harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dari suatu penyedia jasa keuangan ke penyedia jasa keuangan yang lain, baik atas namanya sendiri atau atas nama pihak lain; c. membayarkan atau membelanjakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, baik perbuatan itu atas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain; d. menghibahkan atau menyumbangkan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, baik atas namnya sendiri maupun atas nama pihak lain; e. menitipkan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, baik atas namnya sendiri maupun atas nama pihak lain; f. membawa ke luar negeri harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana; atau g. menukarkan atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan mata uang atau surat berharga lainnya, dengan maksud menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling singkat 5 lima tahun dan paling lama 15 lima belas tahun dan denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 seratus juta rupiah dan paling banyak Rp. 15.000.000.000,00 lima belas milyar rupiah.” Menurut pertimbangan Majelis Hakim, Pasal tersebut diperuntukkan bagi pelaku kejahatan ganda double criminality . Artinya, pelaku yang dikenakan pasal ini adalah pelaku tindak pidana asal yang setelah mendapat harta kekayaan berupa uang kotor dari tindak pidana asal tadi, pelaku tersebut sekaligus melakukan tindak pidana pencucian uang. Oleh karena itu Majelis Hakim menilai dakwaan Jaksa Penuntut Umum terhadap Marthen Renouw sangat keliru. Majelis Hakim berkesimpulan berdasarkan keterangan saksi, keterangan Terdakwa dan alat bukti surat, tidak ada satu buktipun yang menunjukkan bahwa Terdakwa adalah pelaku tindak pidana asal predicate offence. justru Majelis Hakim yang keliru dalam mengartikan double criminality . Istilah tersebut digunakan untuk penerapan tindak pidana pencucian uang antar negara, tetapi bukan untuk menjelaskan hubungan antara kejahatan asal dengan tindak pidana penyembunyian atau 224 penyamaran hasil kejahatan. Pertimbangan Majelis Hakim yang berpendapat bahwa unsur “yang diketahui atau patut diduganya harta kekayaan itu merupakan hasil tindak pidana, baik perbuatan itu atas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain” tidak terpenuhi, Kurang tepat karena Majelis Hakim mengabaikan unsur subjektif mens rea. Pada Pasal 3 ayat 1 Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, unsur subjektif tersebut adalah sengaja, mengetahui atau patut menduga bahwa harta kekayaan berasal dari hasil kejahatan, dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan harta tersebut. Begitu pula dengan Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang mana unsur subjektifnya adalah harta kekayaan yang diketahui atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana. Sekali lagi mengingat “patut diduga” uang yang dikirimkan kepada Terdakwa adalah uang hasil kejahatan pengirim atau perusahaan pengirim di bidang kehutanan yang perkaranya ditangani oleh Terdakwa, walaupun Jaksa Penuntut Umum tidak berhasil menghadirkan para pengirim sebagai saksi di persidangan untuk menjelaskanasal-usul uang tersebut. Pertimbangan Majelis Hakim yang berpendapat bahwa unsur “dengan maksud menyembunyikan atau menyamarkan asal- usul harta kekayaan” tidak terpenuhi, menurut penulis kurang tepat karena sama halnya dengan unsur “yang diketahui atau patut diduganya harta kekayaan itu merupakan hasil tindak pidana, baik perbuatan itu atas namanya sendiri maupun atas nama pihak lain”, Majelis Hakim mengabaikan unsur subjektif mens rea. Selain itu bahwa dalam hal Terdakwa Marthen Renouw yang membelanjakan harta kekayaan berupa charter, pesawat fokker, helikopter, trigana, speedboat, dan kapal kayu sudah termasuk kegiatan untuk menyamarkan asal-usul harta kekayaan ke dalam bentuk barang-barang yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Logikanya, apabila Operasi Wanalaga tersebut telah selesai, barang-barang tersebut kemudian dijual dan uang masuk ke dalam kantong pribadi Terdakwa.

1.3. Kasus Labora Sitorus

Dalam Kasus Labora, penggunaan instrumen antipencucian uang dalam UU TPPU sudah dimasukkan dalam dakwaan dalam pengadilandengan dakwaan dalam bentuk komulatif subsidaritas. Bentuk dakwaan terhadap Labora ini bila dibandingkan dengan dakwaan terhadap kasus yang mirip seperti kasus Marthen Renoew bisa dikatakan cukup maju karena model dakwaan antara tindak pidana kehutanan, tindak pidana minyak dan gas bumi tidak dipertentangkan atau didakwakan secara alternatif dengan tindak pidana pencucian uang. Menggabungkan dakwaan secara komulasi antara tindak pidana asal dengan tindak pidana pencucian uangmerupakan kemajuan dalam kasus ini. Namun kelemahan dalam dakwaan kasus ini ialah tidak masuknya tindak pidana korupsi dalam dakwaan. Penyidik sengaja menghilangkan kemungkinan tindak pidana korupsi dalam kasus ini, sehingga tidak dimasukkan dalam surat dakwaan. Putusan Pengadilan Negeri Kelas II Sorong kemudian dijatuhi vonis dua tahun penjara di Pengadilan Negeri Kelas II B Sorong, Papua Barat, Senin pada tanggal 17 Februari 2014. Kejaksaan langsung menyatakan banding atas putusan ini. Karena hukuman tersebut jauh 225 lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut hukuman 15 tahun penjara. Hakim Ketua, Martinus Bala, dalam putusannya menyatakan, Labora melanggar UU Migas soal penimbunan BBM dan UU Kehutanan untuk pembelian kayu hasil pembalakan liar. Namun, majelis hakim menyatakan bahwa Labora tak terbukti melakukan pencucian uang sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum yang diketuai Kepala Kejaksaan Negeri Sorong, Rhein Singal. Karena tidak tersedia putusan pengadilan negeri sorong maka tidak bisa di lihat secara lebih detil apa yang menjadi pertimbangan Majelis Hakim PN Sorong ini. Pengadilan Tinggi PT Papua kemudian memperberat hukuman Aiptu Labora Sitorus menjadi delapan tahun penjara karena terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang TPPU. Vonis ini empat kali lebih berat dari vonis di PN Sorong. Dalam Petikan PutusanPasal 226 ayat 1 KUHAP Nomor: 15Pid2014PT.JPR.Menyatakan Terdakwa: Labora Sitorustersebut, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana: Secara bersama-sama dengan sengaja membeli hasil hutan yang diketahui berasal dari kawasan hutan yang diambil secara tidak sah;Secara bersama-sama melakukan pengangkutan bahan bakar minyak tanpa izin usaha pengangkutanDengan sengaja membayarkan atau membelanjakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana ;Menempatkan dan mentransfer mata uang yang diketahui atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan menyamarkan asal-usul harta kekayaan ; 2. Menjatuhkan pidana atas diri Terdakwa: LABORA SIT0RUS tersebut, dengan pidana penjara selama: 8 delapan tahun dan denda sebesar: Rp. 50.000.000,- lima puluh juta rupiah, dengan ketentuan jika denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama: 6 enam bulan; 3. Menetapkan lamanya Terdakwa berada dalam tahanan dikurangkan seluruhnya dengan lamanya pidana yang dijatuhkan atas diri Terdakwa; 4. Memerintahkan agar Terdakwa tetap berada dalam tahanan , terhadap Putusan ini Jaksa kemudian mempersiapkan berkasnya untuk kasasi. 258 Untungnya, Mahkamah Agung, pada tanggal 17 September akhirnya memutuskan, menolak kasasi yang diajukan Aiptu Labora Sitorus. Labora pun dijatuhi vonis 15 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar subsider 1 tahun kurungan. pertimbangan MA menyatakan . MA menolak kasasi terdakwa, karena alasan-alasan kasasi hanya merupakan pengulangan fakta-fakta yang telah dikemukakan dalam pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding, Ketua Majelis Hakim Kasasi untuk perkara ini, Artidjo Alkostar, menyatakan alasan lain yang diajukan dalam permohonan kasasi Labora juga tak tunduk pada prinsip pemeriksaan pengadilan tingkat kasasi. Judex facti salah menerapkan hukum Sebaliknya, MA mengabulkan kasasi dari penuntut umum karena pertimbangan hukum yang dipakai judex facti salah menerapkan hukum. Karena tidak mempertimbangkan dengan benar, hal-hal yang relevan secara yuridis,. Judex facti adalah pengadilan yang memeriksa fakta perkara, yakni pengadilan tingkat pertama. Dalam perkara ini, judex facti adalah Pengadilan Negeri Sorong, Papua Barat. Fakta tersebut adalah bahwa sejak 2010 hingga 2012, PT Seno Adhi Wijaya telah melakukan penjualan bahan bakar minyak memakai kapal tangki motor Balamas Sentosa I di kolam Bandar Sorong. Menurut MA ,transaksi perusahaan tersebut memakai rekening atas nama Labora. Padahal ternyata ditemukan BBM yang tidak dilengkapi dengan dokumen pengangkutannya. Selain iturekening yang dipakai dalam transaksi tersebut dibuat dengan identitas Labora sebagai pengusaha atau wiraswasta. Sedangkan senyatanya terdakwa masih menjabat sebagai polisi aktif. Rekening yang sama juga menampung lalu lintas transaksi keuangan PT Rotua selain PT 258 http:regional.kompas.comread201405061444104Hukuman.Aiptu.Labora.Diperberat.Empat.Kali.Lipat