75
No. Nama Pihak
Terkait Kasus
Kerugia n
Negara Proses
hukum Perusahaan
terkait Perusahaan
terafiliasi PANCA EKA
Group:
PT Uniseraya PT Rimba Mutiara
Permai
PT Mitra Tani Nusa Sejati
PT Triomas FDI
PT Merbau Pelelawan Lestari
sumber: Put. MA No.
736KPid.Sus2009
3. M. Al-Amin Nur
Nasution Anggota DPR-RI
periode 2004- 2009
Pelepasan kawasan hutan lindung Tanjung Pantai
Air Telang, Pulau Bintan Sumatera Selatan.
Suap
Pasal 11 dan
Pemeras an
Pasal 12
huruf e KPK
Vonis Kasasi 8 tahun
Vonis PK: Menolak PK
terpidana.
Put. MA No. 1183
KPid.Sus2009
4. Syahrial
Oesman,
Gubernur Sumatera Selatan
Pemberian Rp. 5 M pada Sarjan Tahir, HM. Yusuf
Erwin Faisal, Human Indra, Azwar Chesputra,
dan HM. Fachri Andi leluasa Anggota Komisi
IV DPR-RI terkait pelepasan kawasan
Hutan Lindung Pantai Air Telang, Banyuasin
Sumsel untuk Pembangunan pelabuhan
Tanjun Api-Api. Suap KPK
Vonis: 3 tahun Putusan MA
No. 353 KPid.Sus2010
76
5. Tantangan Penegakan Korupsi Kehutanan yang Ditangani KPK
Meskipun sejumlah langkah penindakan yang dilakukan oleh KPK perlu mendapatkan apresiasi, namun perkara korupsi kehutanan yang ditangani KPK tersebut belum dapat
dikatakan sudah tuntas. Setidaknya ada beberapa alasan untuk menunjukkan belum optimalnya kerja KPK di sektor korupsi kehutanan. Pertama, KPK belum menuntaskan semua
pihak yang diduga terlibat dalam perkara korupsi kehutanan. Kedua, KPK belum memproses kejahatan korupsi yang dilakukan oleh korporasi. Dan ketiga, KPK belum dapat memulihkan
kerugian keuangan negara yang diakibatkan oleh korupsi. Terkait hal yang pertama, Penanganan Perkara KPK ternyata belum menuntaskan semua
pelaku yang diduga kuat terlibat. Tidak utuhnya proses penanganan inilah yang kemudian melemahkan efek jera terhadap proses penegakan hukum korupsi kehutanan. Dalam bidang
penindakan KPK, terdapat sejumlah pihak yang diduga kuat terlibat dalam perkara korupsi kehutanan tersebut namun saat ini masih berstatus sebagai saksi atau belum ditetapkan
sebagai tersangka.
128
Terkait dengan pidana korporasi memang dalam Pasal 1 ayat 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo No 20 tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi menyebutkan bahwa setiap orang adalah
orang perseorangan atau termasuk korporasi. Jadi secara hukum, korporasi bisa diproses karena praktik korupsi yang dilakukan oleh pengurusnya. Menjadi pertanyaan besar, apa
pentingnya menjerat korporasi? Harus dipahami, bahwa ketika ada individu-individu tertentu diproses secara hukum, namun “rumah” tempat kejahatan tersebut diproduksi tidak diproses
secara hukum atau paling tidak turut dibersihkan, maka kejahatan yang sama akan berpotensi terus diulang. Proses penegakan hukum pidana seharusnya tidak hanya dilakukan terhadap
uang yang dihasilkan proceeds of crime dari kejahatan korupsi kehutanan. Tetapi terhadap alat yang digunakan untuk melakukan kejahatan korupsi kehutanan tersebut, yaitu
korporasinya. Korporasi merupakan salah satu instrumen kejahatan dari pelaku yang memiliki kekuasaan secara social dan ekonomi. Korporasi pula yang menjadi benteng terkuat
penghambat penegakan hukum. Dengan dukungan dana dan kekuasaan dari korporasi, sebuah proses penegakan hukum dapat menjadi sangat mahal dan rumit. Korupsi yang
dibelakangi korporasi seringkali tidak hanya bersifat endemik tetapi juga bersifat sistemik regulatory capture.
129 128
Sebagai contoh dalam kasus Anggoro Widjojo bos PT Masaro, juga MS Kaban, mantan Menteri Kehutanan. Dalam perkara Proyek SKRT, Kaban dinilai memberikan persetujuan dan menandatangani penunjukan langsung
kepada PT Masaro. Kaban juga diduga mengetahui adanya proses suap dari PT Masaro kepada bawahannya di Kementrian Kehutanan namun melakukan pembiaran dan tidak melaporkan kepada penegak hukum. Dari
sejumlah nama yang diduga terlibat hanya Wandojo Siswanto, dan Putranevo yang telah diadili di Pengadilan Tipikor dan mendekam di penjara. Keduanya dinilai terbukti menerima melakukan korupsi. Selain dalam
perkara Proyek SKRT, nama MS Kaban juga disebut dan diduga menerima uang dalam perkara proses persidangan perkara suap alih fungsi lahan dan proyek di kementraian Kehutanan yang menjerat Al Amin
Nasution, anggota Dewan dari Komisi Kehutanan DPR . Perkara lainnya yang juga dinilai belum tuntas adalah perkara korupsi terkait Penerbitan IUPHHK-HT pada sejumlah perusahaan bidang kehutanan di Riau yang
dinilai bermasalah. Perkara ini baru menjerat level Bupati dan mantan Kepala Dinas Kehutanan Riau, padahal dalam catatan Koalisi Anti Mafia Kehutanan menunjukkan kuatnya keterlibatan dari Gubernur Riau, Rusli Zainal
dan Korporasi khususnya perusahaan yang diduga menikmati keuntungan dari izin-izin yang bermasalah tersebut.
129
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Simon 2000 terhadap penegakan hukum yang dilakukan oleh Environmental Protection Agency EPA mencatat bahwa, EPA lebih banyak menghabiskan uang dan waktunya
untuk mencegah korporasi melakukan regulatory capture ketimbang proses hukum terhadap kejahatannya. D. Simon, 2000. Corporate Environmental Crimes and Social Inequality:New Directions for Environmental Justice Research.
American Behavioral Scientist. Halaman 633 –645