Political Exposed Person PEP:
98
pidana Kehutanan. Dengan kata lain, pemetaan pelaku potensial dalam pidana pencucian uang di bidang Kehutanan masih sangat mungkin bertambah banyak.
Pemetaan Masalah dalam PencucianUang di Sektor KehutananSebagaimana telah diulas sebelumnya dalam temuanPPATK dengan predicate crime pidana bidangKehutanan hingga
Februari 2012 fakta masih sangatrendah, yakni: 9 dari 1.924 laporan atau 0,47 dariseluruh laporan. Hingga bulan Juni 2012, hanyaterjadi peningkatan hingga 26 laporan atau
totalberjumlah 35 laporan transaksi mencurigakan dibidang kehutanan. Ini karena ditemukan beberapa kendala atau hambatan yangmengakibatkan belum efektifnya penanganan
tindakpidana pencucian uang dengan predicate crime dibidang kehutanan, yaitu:Rendahnya pemahaman penyidiktentang pentingnya pendekatanfollow the money dalam penyidikantindak
pidana kehutanan maupunkorupsi di sektor kehutanan. Angka statistik yang dirilis oleh PPATK, misalnya,menyebutkan dengan terang setidaknya ada
17Laporan Hasil Analisis LHA yang dihasilkan terkaitkejahatan kehutanan, yang terjadi di 10 sepuluhprovinsi di Indonesia. Kemudian dijelaskan pulabahwa dari 17 LHA berdasarkan
perkara tersebut,dapat dipecah pula bahwa berdasarkan subyekhukumnya, setidaknya ada 35 LHA yang mengacupada berbagai orang dengan beragam latar belakangpekerjaan.Keberadaan
statistik transaksi keuanganmencurigakan dan laporan hasil analisis terhadapkejahatan kehutanan, dapat dipahami karenakejahatan kehutanan merupakan kejahatan yangmelibatkan
keuntungan ekonomi dalam jumlah besar.Motifnya kejahatan ini murni karena motif ekonomi dan seringkali menggunakankekuatan ekonomi tersebut untuk membuatkejahatannya menjadi
mungkin. Oleh karena itu,ketika statistik TKM maupun LHA berbunyi terkaitkejahatan kehutanan, itu dapat diterjemahkan untukbanyak pidana, baik itu pencucian uang, korupsi,
ataubahkan perpajakan. Namun ditemukan bahwa kemampuanPenyedia Jasa Keuangan PJK dalammelakukan
identifikasi transaksikeuangan terkait dengan tindakpidana kehutanan. belum optimal. Ketua Kelompok Hukum DirektoratHukum dan Regulasi pada PPATK,Riono Budi Santoso
mengatakan bahwaPPATK kesulitan dalam menemukantransaksi keuangan mencurigakan yangterkait dengan kejahatan kehutanan.Hal ini terjadi karena kebanyakanpelaku kejahatan
kehutanan sepertipembalakan liar dan alih fungsihutan ilegal adalah pengusaha. Jaditransaksi yang pelaku kejahatankehutanan lakukan terlihat wajar olehdunia perbankan atau Penyedia
JasaKeuangan karena dianggap sebagaibagian dari usaha Degan kondisi demikian jika pemberantasanpencucian uang di sektor Kehutanan dibatasi
hanyadengan predicate crime tindak pidana bidang Kehutanan saja, maka dapat disimpulkan, upayapemberantasan pencucian uang di sector ini gagal,dan kecil kemungkinan terjadi
perubahan signifikanke depan jika tidak dilakukan perbaikan strategioleh PPATK terhadap PJK, Kementrian Kehutanan,lembaga barang dan jasa, dan lainnya.
UUTPPU diharapkan dapat menjawab keterbatasan UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dengan memanfaatkan mengaitkan tindak pidana kehutanan dengan tindak pidana
pencucian uang, diantaranya ialah:
158
a. Bank akan terdorong meningkatkan praktik due diligence dalam memberikan pinjaman
terhadap aktor di sektor Kehutanan melalui penerapan “know your costumer”;
b. Bank dapat diminta untuk memonitor transaksi keuangan mencurigakan yang terjadi
di sektor Kehutanan. Estimasi bahwa hampir 70 kayu di Indonesia didapatkan dari
158
Adrian Sutedi, Tindak Pidana Pencucian Uang, Bandung: Citra Aditya, 2008: Hlm. 35-36
99
kegiatan illegal memunculkan pertanyaan penting apakah hal tersebut tergolong “transaksi mencurigakan”;
c. Memasukan kejahatan kehutanan sebagai predicate crime akan membuka kesempatan
pada pemerintah untuk memutus sumber pembiayaan kejahatan; d.
Penegakan hukum dapat difasilitasi dengan kerjasama internasional dengan sarana FATF.
Dari 2.903 Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan yang dikelola PPATK, 28 LKTM terkait dengan illegal logging. Sementara itu khusus analisis transaksi keuangan mencurigakan
yang terkait illegal logging, PPATK telah menyampaikan 14 hasil analisis yang terkait dengan berbagai pihak, yaitu oknum pejabat, oknum aparat dan perusahaanpengusaha kayu.
Berdasarkan hasil analisis yang telah disampaikan kepada Polri dapat diketahui bahwa selain pengusaha lokal, beberapa pelaku illegal logging berasal dari Malaysia. Dalam melakukan
kegiatannya mereka menggunakan identitas beberapa WNI untuk membuka rekening di Bank dan menjadi pengurus perusahaan. Selanjutnya kontrol atas rekening dan perusahaan diduga
dilakukan oleh orang asing tersebut. Dari data-data PPATK, pelaku illegal logging melakukan kegiatan usaha antara lain di wilayah
Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Maluku dan Papua.Selanjutnya sebagian kayu illegal tersebut di ekspor ke Malaysia dan Singapura. Di Papua, para pelaku illegal logging
bekerjasama dengan beberapa koperasi setempat dalam melakukan penebangan kayu. Untuk memperlancar kegiatan bisnisnya, pelaku illegal logging diduga secara rutin menyetorkan uang
suap dalam jumlah besar ke rekening oknum pejabat dan oknum aparat terkait.