Asumsi yang keliru dan Kelemahan Dalam Penerapan Rezim Money Laundering
150
tindakan represif terhadap pelaku tindak pidana pencucian uang Money Laundering apabila diadakan studi komperatif atau banding dengan beberapa negaramisalnya Amerika Serikat
terdapat perbedaan yang cukup signifikan di mana Amerika Serikat telah berani menyatakan bahwa bukti pendukung atau petunjuk circumtantialevidence sudah cukup untuk
membenarkan adanya unsur-unsur tindak pidana pencucian uang Money Laundering, sedangkan dinegara Indonesia pembuktian selalu didasarkan pada unsur subjektif atau mens
readan unsur obejektifnya atauactus reus. Di dalam mens rea yang harus dibuktikan yaitu mengenai atau patutdiduga knowladge dan berkaitan erat bermaksud intends di mana kedua
unsur tersebut selalu berkaitan erat bahwa seorang tersangka, tertuntut atau terdakwamengetahui bahwa uang dana tersebut berasal dari hasil kejahatan dan juga
Walaupun pada penjelasan Pasal 3 ayat 1 UUTPPU secara implisit menyatakan bahwa terhadap harta kekayaan yang diduga merupakan hasil tindak pidana tidak perlu dibuktikan
terlebih dahulu tindak pidana asalnya, untuk dapat dimulainya pemeriksaan TPPU. Namun pada tahap pemberantasan TPPU oleh sistem peradilam pidana ada kecurigaan akan
mengalami kesulitan dalam membuktikan dugaanTPPU tersebut, sehingga dikhawatirkan yang dapat dijerat dan dihukum hanya tindak pidana awalnya saja tanpa menyentuh TPPU.
Bahwa “mengetahui tentang atau maksud melakukan transaksi tersebut”, sehingga dengandemikian terlihat dengan jelas bahwa sistem pembuktian sangat memegang
perananpenting
212
dan sulit membuktikan terhadap kejahatan utamanya predicate offencedalam penegakan hukum karena memang tindak pidana pencucian uang
adalahmerupakan kejahatan lanjutan follow up crime.
213
Pembuktian yang dianut dalam konsepsi hukum pidana Indonesia memintapertanggungjawaban perbuatan pelaku didasarkan
pada unsur subjektif dan objektif tentunya sangat sulit dalam melakukan penjeratan terhadap pelaku, untuk itu kerangka hukum yang diterapkan adalah UUTPU yakni tersangka
bermaksudmenyembunyikan, mengaburkan harta kekayaan hasil kejahatan. Apabila kerangka ini yang digunakan dalam penanggulangan tidak pidana pencucian uang tentunya aparat
penegak hukum dapat melakukan tindakan penyitaan terhadap aset pelakuberdasarkan 3 tiga modus dari pelaku yakni placement, layering dan integration.
Pendekatan sengaja dan bermaksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana pada
hakekatnya adalah untuk melakukan tindakan penyitaan terhadap harta kekayaan pelaku, oleh karenanya untuk terpenuhinya adanya unsur kesengajaan sebagaimana yang dirumuskan oleh
UUTPPU maka terlebih dahulu harus dibuktikan bahwa si tersangka mempunyai maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang diketahuinya atau
patut diduganya merupakan hasil tindak pidana, misalnya dalam fakta-fakta kasus Adelin Lis adanya maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan. Adapun fakta dimaksud sebagai
berikut
214
: 1.
pada kasus ini si tersangka diduga kuat telah mengetahui dan patut menduga bahwa asal- usul harta kekayaan ini merupakan hasil dari tindak pidana di bidang kehutanan.
2. kayu bulat hasil penebangan PT. KNDI Jabatan Adelin Lis selaku tersangka pada PT ini
sebagai Direktur KeuanganUmum yang illegal dikelola oleh PT. Mujur Timber mejadi kayu plywood Jabatan Adelin Lis selaku tersangka pada PT ini sebagai Direktur PT. Mujur
Timber.
212
Lihat, Yenti Garnasih, op-cit , hal. 1 8 8
213
Ibid 8 9
214
Independent Legal Auditors-Forensik Legal Auditors Sophia Hadyanto Partners, Legal Opinion Kasus Adelin Lis, hal. 704
151
3. kayu plywood olahan PT. Mujur Timber Sibolga-Sumatera Utara ini sejak tahun 2003
dibeli oleh PT. Mitra Niaga Makmur Lestari dan PT. Niaga Prima Terang Lestari. 4.
untuk menampung hasil pembayaran pembelian kayu plywood oleh PT. Mitra Niaga Makmur Lestari dan PT. Niaga Prima Terang Lestari, maka tersangka membuka dua
rekening yaitu rekening pribadinya nomor: 0020001783 atas nama Adelin Lis pada Bank Buana Indonesia Cabang Medan Jalan Palang Merah dan rekening pribadi Adelin Lis
nomor: 750.3002538-0 pada Bank Lippo cabang Medan.
5. tersangka Adelin Lis meminta kepada PT. Mitra Niaga Makmur Lestari dan PT. Niaga
Prima Terang LestariSoeyanto untuk menempatkan uang hasil penjualan plywood olahan PT. Mujur Timber dari kayu bulat produksi PT. KNDI sesuai dengan intruksi pembayaran
kepada rekening pada bank yang telah ditunjuk oleh PT. Mujur Timber yaitu dua nomor rekening di atas yang keduanya merupakan rekening pribadi tersangka dan bukan rekening
perusahaan PT. Mujur Timber.
6. tersangka Adelin Lis memasukkan uang hasil penjualan plywood tersebut ke dalam
rekening pribadi tidak atas sepengetahuan dan persetujuan para pemegang saham PT. Mujur Timber.
Selanjutnya, dalam rangka melakukan tindakan penyitaan terhadap harta kekayaan pelaku tindak pidana pencucian uang berdasarkan atas adanya transaksi keuangan yang mencurigakan
di dalam lembaga penyedia jasa keuangan sebagai rangkaian proses pemeriksaan, penuntutan, persidangan TPPU maka UUTPPU telah memberikan landasan yang mensyaratkan bahwa
untuk kepentingan proses pembuktian dalam perkara tindak pidana pencucian uang, maka penyidik Polri,
215
penuntut umum, atau hakim berwenang untuk meminta keterangan dari Penyedia Jasa Keuangan mengenai hasil harta kekayaan yang telah dilaporkan oleh PPATK,
tersangka, atau terdakwa, hal ini sebagaimana dirumuskanPasal 33 ayat 1 UUTPPU sebagai berikut: “Untuk kepentingan pemeriksaan dalam perkara tindak pidana pencucian uang maka
penyidik, penuntut umum atau hakim berwenang untuk meminta keterangan dari Penyedia Jasa Keuangan mengenai harta kekayaan setiap orang yang telah dilaporkan oleh PPATK,
tersangka atau terdakwa”.Dalam meminta keterangan sebagaimana dimaksudkan dalam pasal ini, terhadap penyidik, penuntut umum, atau hakim tidak berlaku ketentuan undang-undang
yang mengatur tentang rahasia bank dan kerahasiaan transaksi keuangan lainnya.
216
Adapun tujuan dari pembukaan rahasia bank adalah semata-mata untuk mengetahui jumlah uang yang dicurigai sebagai hasil tindak dipidana. Selama ini, ketatnya rahasia bank membuat
orang lain tidak mengetahui keuangan yang kita miliki di bank. Namun, dengan adanya tindak pidana pencucian uang memberi kesempatan kepada penyidik bagi aparat penegak hukum
untuk membuka rahasia bank seseorang atau korporasi. Selanjutnya aparat penegak hukum di dalam melakukan penyelidikan TPPUmempunyai kewenangan untuk memblokir harta
kekayaan pelaku kejahatan, sesuai dengan Pasal 32 ayat 1, Penyidik, Penuntut Umum atau Hakim berwenangmemerintahkan kepada Penyedia Jasa Keuangan untuk melakukan
pemblokiran terhadap harta kekayaan dari orang maupun korporasi yang telah dilaporkan oleh PPATK kepada penyidik, apabila harta kekayaan dari korporasi diketahui atau patut
diduga merupakan hasil tindak pidana. Setelah mendapat perintah, Penyedia jasa Keuangan wajib melaksanakan pemblokiran sesaat surat perintah pemblokiran diterima. Harta kekayaan
yang diblokir harus tetap berada pada Penyedia Jasa Keuangan yang bersangkutan.
215
Surat permintaan untuk memperoleh keterangan dari PJK harus ditanda tangani oleh KepalaKepolisian Negara Republik Indonesia atau Kepala Kepolisian Daerah dalam hal permintaan diajukan oleh penyidik.
216
Permintaan untuk memberikan keterangan dari PJK oleh Polri baru dimulai setelah surat permintaan tersebut ditandatangani Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Kepala Kepolisian Daerah dalam hal
permintaan diajukan oleh penyidik.
152
Adapun tujuan pemblokiran adalah untuk membatasi ruang gerak dari pemilik rekening yang dicurigai sebagai tindak pidana pencucian uang. Di samping itu, pemblokiran juga dapat
membantu proses pembuktian. Tujuan pemblokiran danapelaku kejahatan pencucian dalam proses penyidikan dimaksudkan untuk pembebanan pembuktian sebagai salah satu tindakan
yang harus dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam sistem peradilan pidana di Indonesia yang dikenal dengan istilah criminal justice system , sehingga pelaksanaannya tidak akan
terlepas dari faktor kerja sama yang bersifat posistif dari masing-masing sub sistem tersebut yang merupakan suatu sistem yang kuat, di mana salah satu sub sistem di dalam sistem
peradilan pidana pencucian uang Money Laundering adalah dengan dibentuknya Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan PPATK sesuai dengan Undang-Undang Tindak Pidana
Pencucian Uang UUTPPU baik Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 maupun perubahannya di dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003. Perangkat hukum ini telah
memberikan tugas dan wewenang kepada PPATK untuk dapat melaporkan hasil analisis transaksi keuangan yang terindikasi patut diduga sebagai perbuatan tidak pidana pencucian
uang Money Laundering kepada pihak penyidik kepolisian dan penuntut umum. Menurut UUTPPU maka PPATK
217
mempunyai wewenang untuk melakukan penyelidikan yang dapat diwujudkan dalam bentuk: mengumpulkan, menyimpan, menganalisis, mengepaluasi informasi
yang diperoleh oleh PPATK, meminta laporan Penyedia Jasa Keungan PJK. Dan juga
218219
melakukan audit.
220
Proses pemeriksaan dalam rangka pembuktian TPPU pada dasarnya secara normatif UUTPPU telah memberikan perlindungan kepada tersangka atau terdakwa yang diduga atau patut
diduga melakukan TPPU dengan menerapkan prinsip bahwa terdakwa dapat membuktikan atas harta kekayaan yang diperolehnya bukan hasil tindak pidana, hal ini dituangkan pada Pasal
35 UUTPPU yang menyebutkan bahwa:“Untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan, terdakwa wajib membuktikan bahwa Harta kekayaannya bukan merupakan hasil
tindak pidana”.Pasal ini menyaratkan suatu sistem pembuktian pembuktian terbalik yang khusus diberlakukan untuk pidana pencucian uang. Menurut sistem ini, terdakwa harus
membuktikan bahwa harta kekayaan yang dimilikinya bukan merupakan hasil dari kejahatan. Apabila orang dan korporasi ditetapkan sebagai terdakwa dalam tindak pidana pencucian uang,
maka terdakwa tersebut harus dapat membuktikan harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga dari hasil kejahatan oleh penyidik dan penuntut hukum sebenarnya bukan dari hasil
kejahatan. Sistem ini menjadikan pemeriksaan perkara tindak pidana pencucian uang berlaku asas praduga bersalah. Artinya, harta kekayaan yang dikuasainya adalah berasal dari kejahatan
kecuali ia dapat membuktikan sebaliknya.
221
Pasal 35 UUTPPU ini memberi peluang bagi penyidik Polri untuk mengungkap dan melakukan rangkaian proses penyidikan kepada pelaku kejahatan Money Launderingsesuai dengan
kewenangan Polri yang telah diberikan oleh undang-undang, bagi jaksa memberikan peluang untuk dapat secara langsung menuntut
222
seseorang tanpa kewajiban untuk mengajukan bukti-
217
Lihat, Pasal 26 huruf F. UUTPPU 9 3
218
Lihat, pasal 26 huruf a UUTPPU 9 4
219
Lihat, p asal 27 ayat 1 huruf a UUTPPU 9 5
220
Lihat. Pasal 27 ayat 1 huruf c UUTPPU 9 6
221
Soewarsono dan Reda Manthovani, Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang di Indonesia , Jakarta: Malibu, 2004, hal. 85-87
222
Lihat, Pasal 30 UUTPPU yang menyatakan bahwa penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini, dilakukan berdasarkan ketentuan dalam
Hukum Acara Pidana, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini. Selanjutnya Pasal 31 UUTPPU
153
bukti mengenai dasar dakwaannya, beban pembuktian justru diserahkan kepada pelaku yang dituntut pidanadi sidang pengadilan. Pasal 36 Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang
UUTPPU jugamembenarkan adanya “Peradilan in-absensia” yaitu proses pemeriksaan di pengadilan tanpa dihadiri oleh terdakwa. Tujuan penggunaan sistem ini adalah dimaksudkan
agarupaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dalam pelaksanaan peradilannya dapat berjalan dengan lancar, maka sekali pun terdakwa dengan alasan yang sah
tetapi apabila sampai 3 tiga kali dilakukan pemanggilan untuk sidang tidak hadir, perkara tersebut tetap diperiksa tanpa kehadiran terdakwa.
Karena Tindak pidana pencucian uang dapat mengakibatkan kerugian negara dalam jumlah besar, sehingga proses dan harusdiminimalisasi segala hambatan-hambatan yang dapat
memperlambat proses persidangan. Apalagi jika pelakunya pengurus sebuah perusahaan besar yang tergolong dalam tindak pidana korporasi. Dengan kekayaan yang dimilikinya,mereka akan
menghalalkan segala cara untuk menghindari proses peradilan. Bahkan, dapat melarikan diri ke luar negeri dalam waktu yang lama. Namun, dengan adanyaPasal 36 tersebut, walaupun
mereka menghindari peradilan pengadilan masih tetap mempunyai kuasa untuk menjatuhkan putusan.
223
Dalam Tindak Pidana ini diatur pula Pasal 17 ADalam membantu proses pemeriksaan TPPU, UUTPPU membentuk satu lembaga khusus yang disebut “Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan” PPATK. Lembaga ini merupakan Financial Intelegence Unit FIU yang dimilikioleh Indonesia yang mempunyai kewenangan antara lain : meminta dan menerima
laporan dari Penyedia Jasa Keuangan, meminta informasi mengenai perkembangan penyidikan atau penuntutan terhadap tindak pidana pencucian uang yang telahdilaporkan kepada pihak
penyidik Polri atau penuntut umum.
224
Laporan transaksi keuangan yang mencurigkan sebagai kewajiban bank dan langkah awal penegakan hukum TPPU dalam tatanan praktik mengalami
hambatan terutama terdapat beberapa mitos
225
dalam pelaporan transaksi mencurigakan dari bank-bank baik yang berasal dari internal maupun eksternal bank, walaupun secara tegas
mencurigakan. Dengan demikian maka ada banyaknya ketentuan sbenarnya yang bisa digunakna Penyidik dan JPU untuk melakukan penegakan hukum pencucian uang kejahatan
kehutanan dalam kasus ini dan tidak digunakannya hal tersebut sungguh merugikan penegakan hukum
memberikan amanah kepada PPATK untuk menyerahkan hasil analisis kepada penyidik dalam jangka waktu 3 tiga hari kerja setelah ditemukannya adanya petunjuk atas dugaan telah ditemukan transaksi mencurigakan.
223
Misalnya, dengan putusan jatuhan pidana berupa pembubaran korporasi maka korporasi dapat dibubarkan walaupun pada saat di putus pengurusnya tidak ada. Disusun atau telah disampaikan kepada PPATK
224
Lihat, Pasal 26 dan 27 UUTPPU Pasal 15 UUTPPU telah memberikan “hak imunitas” dalam pelaporan transaksi
225
Takut kehilangan nasabah Bank merasa khawatir kehilangan nasabah apabila menerapkan sepenuhnya prinsip KYC baik terhadap nasabah lama existing customer maupun nasabah baru new customer. Hal tersebut
karena tidak serentaknya bank-bank dalam menerapkan prinsip KYC pada nasabah. Kondisi ini memberikan peluang bagi nasabah untuk menolak memberikan informasi dan memindahkan dananya ke bank yang belum
menerapkan prinsip KYC. Skala usaha bank Bagi bank yang tergolong dalam skala besar sebagai contoh memiliki karyawan lebih dari 21. 000 dengan 800 kantor cabang dan 8 juta nasabah di seluruh Indonesia cenderung lebih
sulit menerapkan prinsip KYC sepenuhnya, seperti pendataan profil nasabah, pelatihan bagi karyawan dan pengadaan sistem informasi yang untuk itu dibutuhkan waktu yang panjang biaya yang besar dan keahlian yang
memadai.
154
155