Integrasi Integration, adalah upaya menggunakan harta kekayaan hasil tindak pidana yang

94 a “Setiap orang” adalah orang perseorangan natural person atau korporasi legal person. b “menempatkan” adalah perbuatan memasukan uang dari luar penyedia jasa keuangan ke dalam penyedia jasa keuangan, seperti menabung, membuka giro atau mendepositokan sejumlah uang. c “mentransfer” adalah perbuatan pemindahan uang dari Penyedia Jasa Keuangan satu ke Penyedia Jasa Keuangan lain baik di dalam maupun di luar negeri atau dari satu rekening ke rekening lainnya di kantor bank yang sama. d “mengalihkan” adalah setiap perbuatan yang mengakibatkan terjadinya perubahan posisi atau kepemilikan atas Harta Kekayaan. e “membelanjakan” adalah penyerahan sejumlah uang atas transaksi jual beli. f “membayarkan” adalah menyerahkan sejumlah uang dari seseorang kepada pihak lain. g “menghibahkan” adalah perbuatan hukum untuk mengalihkan kebendaan secara hibah sebagaimana yang telah dikenal dalam pengertian hukum secara umum. h “menitipkan” adalah menyerahkan pengelolaan atau penguasaan atas sesuatu benda dengan janji untuk diminta kembali atau sebagaimana diatur dalam KUH Perdata. i “membawa ke luar negeri” adalah kegiatan pembawaan uang secara fisik melewati wilayah pabean RI. j “mengubah bentuk” adalah suatu perbuatan yang mengakibatkan terjadinya perubahan suatu benda, seperti perubahan struktur, volume, massa, unsur, dan atau pola suatu benda. k “menukarkan dengan mata uang atau surat berharga” adalah transaksi yang menghasilkan terjadinya perubahan suatu Harta Kekayaan termasuk uang atau surat berharga tertentu menjadi mata uang atau surat berharga lainnya. Kegiatan penukaran uang lazimnya dilakukan di pedagang valuta asing dan bank, sedangkan penukaran surat berharga biasa dilakukan di pasar modal dan pasar uang. l “perbuatan lainnya” adalah perbuatan-perbuatan di luar perbuatan yang telah diuraikan, yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan. m “menyembunyikan” adalah kegiatan yang dilakukan dalam upaya, sehingga orang lain tidak akan tahu asal usul harta kekayaan berasal antara lain tidak menginformasikan kepada petugas Penyedia Jasa Keuangan mengenai asal usul sumber dananya dalam rangka penempatan placement, selanjutnya berupaya lebih menjauhkan harta kekayaan uang dari pelaku dan kejahatannya melalui pentransferan baik di dalam maupun ke luar negeri, atas nama sendiri atau pihak lain atau melalui perusahaan fiktif yang diciptakan atau perusahaan illegal dan seterusnya layering. Setelah placement dan layering berjalan mulus, biasanya pelaku dapat menggunakan harta kekayaannya secara aman baik untuk kegiatan yang sah atau illegal integration. Dalam konteks Money Laundering, ketiga tahapan tidak harus semua dilalui, adakalanya hanya cukup pada tahapan placement, layering atau placement langsung ke integration. n “menyamarkan” adalah adalah perbuatan mencampur uang haram dengan uang halal agar uang haram nampak seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah, menukarkan uang haram dengan mata uang lainnya dan sebagainya. o “asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya” yaitu: - asal usul, mengarah pada risalah Transaksi dari mana sesungguhnya harta kekayaan berasal. - sumber, mengarah pada Transaksi yang mendasari, seperti hasil usaha, gaji, honor, fee, infaq, shodaqoh, hibah, warisan dan sebagainya. 95 - lokasi, mengarah pada pengidentifikasian letak atau posisi Harta Kekayaan dengan pemilik yang sebenarnya. - peruntukan, mengarah pada pemanfaatan harta kekayaan. - pengalihan hak-hak, adalah cara untuk melepaskan diri secara formal atas kepemilikan Harta Kekayaan. - kepemilikan yang sebenarnya, mengandung makna bukan hanya terkait dengan aspek formalitas tetapi juga secara fisik atas kepemilikan Harta kekayaan. p “menerima” adalah suatu keadaanperbuatan di mana seseorang memperoleh Harta Kekayaan dari orang lain. q “menguasai penempatan” adalah suatu perbuatan yang mengakibatkan adanya pengendalian secara langsung atau tidak langsung atas sejumlah uang atau Harta Kekayaan. r “menggunakan” adalah adalah perbuatan yang memiliki motif untuk memperoleh manfaat atau keuntungan yang melebihi kewajaran. s “Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan atau pemufakatan jahat“ adalah orang perseorangan natural person atau korporasi legal person. Sedangkan “percobaan” adalah perbuatan untuk melakukan tindak pidana pencucian uang yaitu perbuatan yang batal dilakukan oleh sebab – sebab di luar kehendak pelaku. “pembantuan” adalah perbuatan – perbuatan untuk membantu pelaku melakukan tindak p idana pencucian uang. “Permufakatan Jahat“ adalah persekongkolan antara seorang dengan orang lainnya untuk melakukan tindak pidana pencucian uang. t “Menerima atau menguasai“: - “Menerima” adalah memperoleh atau mendapatkan. - “Menguasai” adalah melakukan penguasaan langsung atau tidak langsung atas harta kekayaan. u “Atas nama sendiri maupun atas nama pihak lain” adalah perbuatan yang dilakukan dengan menggunakan nama atau identitas diri sendiri. “Atas nama orang lain“ adalah perbuatan yang dilakukan dengan menggunakan nama atau identitas orang lain atau nominee. Bahwa pada hakikatnya unsur menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaansebagaimana disebutkan diatas bersifat alternatif, artinya jika salah satu sub unsur pada unsur pasal ini terpenuhi maka terpenuhi pula keseluruhan unsur pasal ini. UU TPPU 2010 kemudian mengatur 25 jenis predicate offense ditambah satu predicate offense dengan ancaman pidana diatas 4 tahun, yaitu: korupsi; penyuapan; narkotika; psikotropika; penyelundupan tenaga kerja; penyelundupan migran; di bidang perbankan; di bidang pasar modal; di bidang perasuransian; kepabeanan; cukai; perdagangan orang; perdagangan senjata gelap; terorisme; penculikan; pencurian; penggelapan; penipuan; pemalsuan uang; perjudian; prostitusi; pidana di bidang perpajakan; pidana di bidang kehutanan; pidana di bidang lingkungan hidup; pidana di bidang kelautan dan perikanan; atau tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 empat tahun atau lebih. Kemudian, diatur juga secara khusus perolehan kekayaan secara langsung atau tidak langsung dari terorisme, organisasi teroris, atau teroris perserorangan, yang disamakan dengan hasil tindak pidana dari Terorisme. 96

3. Pidana Bidang Kehutanan sebagai Predicate Crime

Pemberantas kejahatan di bidang kehutanan menjadi terbuka dengan memasukkan jenis kejahatan ini sebagai kejahatan asal pridicate offence dari tindak pidana pencucian uang dalam UU No. 25 Tahun 2003 tentang Perubahan UU No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Dengan instrumen hukum yang baru ini aktor intelektual illegal logging dijerat dengan pasal-pasal tindak pidana pencucian uang di samping tentunya dijerat dengan pasal-pasal tindak pidana di bidang kehutanan. Oleh karena terkait kejahatan kehutanan, maka UU TPPU dapat menjawab keterbatasan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Adrian Sutedi menyatakan manfaat mengaitkan tindak pidana kehutanan dengan tindak pidana pencucian uang, diantaranya: 155 1. Bank akan terdorong meningkatkan praktik due diligence dalam memberikan pinjaman terhadap aktor di sektor Kehutanan melalui penerapan “know your costumer”; 2. Bank dapat diminta untuk memonitor transaksi keuangan mencurigakan yang terjadi di sektor Kehutanan. Estimasi bahwa hampir 70 kayu di Indonesia didapatkan dari kegiatan illegal memunculkan pertanyaan penting apakah hal tersebut tergolong “transaksi mencurigakan”; 3. Memasukan kejahatan kehutanan sebagai predicate crime akan membuka kesempatan pada pemerintah untuk memutus sumber pembiayaan kejahatan; 4. Penegakan hukum dapat difasilitasi dengan kerjasama internasional dengan sarana FATF. Paling tidak ada beberapa UU yang dapat dikategorikan pada peraturan yang terkait dengan bidang kehutanan, dalam paparan BAB II, yaitu: a. Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. b. Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang. Nomor 19 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. c. Undang-Undang No. 18 tahun 2004 tentang Perkebunan yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan. d. Undang-undang No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang. e. Undang-undang No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. f. Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. g. Undang-Undang No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Aturan pidana dalam enam UU dan KUHP diatas dapat menjadi predicate offense dari tindak pidana pencucian uang di sektor kehutanan.Penyebutan secara eksplisit tindak pidana di bidang kehutanan sebagai salah satu tindak pidana asal predicate crime baru dapat ditemukan setelah revisi UU No. 15 tahun 2002 tentang Pencucian Uang dilakukan, yaitu: pada Pasal 2 ayat 1 huruf v UU No. 25 tahun 2003 tentang Perubahan UU No. 15 tahun 2002 tentang Pencucian Uang. UU No. 25 tahun 2003 disahkan pada tanggal 13 Oktober 2003. Dengan kata lain, posisi kejahatan di bidang Kehutanan sebagai salah satu tindak pidana asal baru dikenal paska 13 Oktober 2003. Kemudian, diatur kembali pada Pasal 2 ayat 1 huruf w UU No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang disahkan pada 22 Oktober 2010. 155 Adrian Sutedi, Tindak Pidana Pencucian Uang, Bandung: Citra Aditya, 2008: Hlm. 35-36 97 Berdasarkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Mencurigakan PPATK atau Financial Intelligence Unit FIU di Indonesia telah menerbitkan Pedoman pemberian informasi tindak pidana pencucian uang di bidang kehutanan dan konservasi sumberdaya alam hayati melalui SK Kepala PPATK KEP-2B1.02PPATK0406 tanggal 22 April 2006. Pedoman ini sejatinya tidak hanya mencakup pencucian uang dengan predicate crime Kehutanan, tetapi juga seperti yang diatur di Pasal 2 ayat 1 huruf w UU No. 25 tahun 2003, yaitu tindak pidana di bidang Lingkungan Hidup. PPATK menyatakan dalam konteks pemberantasan tindak pidana pencucian uang di bidang kehutanan, prioritas utama yang dikejar adalah uang dan harta kekayaan yang diperoleh dari kejahatan, dengan tiga alasan: 156 1. Faktor Resiko untuk mengejar pelaku kejahatan kehutanan secara langsung 2. Mengejar hasil kejahatan dinilai lebih mudah dibanding mengejar pelaku kejahatan kehutanan 3. Prinsip live bloods of crime. Di sektor Kehutanan, pelaku tindak pidana pencucian uang dapat individu atau korporasi.Dari aspek potensi pelaku pencucian uang dalam pidana bidang Kehutanan, PPATK telah memetakan empat jenis pelaku individu dan 3 jenis pelaku korporasi. Tabel 3: Pelaku Pencucian Uang di bidang Kehutanan 157 No. Pelaku Individu Pelaku Korporasi 1. Cukong financial backer: bos atau orang yang secara finansial berkemampuan mengatur aktivitas illegal logging Perusahaan pemegang konsesi kehutanan dari Menteri Kehutanan, antara lain: IUPHHK-HA, IPHHPH, IUPHHK-HT, dan IPK

2. Broker kayu: penyalur dan

penghubung kayu illegal pada penjual di dalam dan luar negeri Perusahaan pemehang konsesi atas izin Kepala Daerah, antara lain: IPKTM, IPHBK, HTR, IPHHK, IPK

3. Backing: orang yang memberikan

perlindungan terhadap terhadap aktivitas illegal logging. Industri Kehutanan skala besar: Industry bubur kertas, chips, plywood, sawmill yang mendapatkan bahan baku dari kayu illegal

4. Political Exposed Person PEP:

pemegang jabatan public atau orang yang mempunyai pengaruh pada publik -- Sumber: PPATK – Departemen Kehutanan, 2008 Tabulasi diatas memberikan petunjuk tentang siapa saja pihak yang dapat dijerat UU Pemberantasan Pencucian Uang, yang mencakup baik perorangan ataupun korporasi. Akan tetapi, jika dicermati lebih dalam, empat pelaku individu dan tiga pelaku korporasi yang diulas oleh PPATK dan Departemen Kehutanan diatas masih terlalu menekankan pada illegal logging. Padahal, berdasarkan UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, dikenal sepuluh jenis tindak 156 Ibid. 157 PPATK dan Departemen Kehutanan, 2008, Pedoman Pemberian Informasi; Tindak Pidana Pencucian Uang di BIdang Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Alam Hayati, Jakarta: PPATK Hal. 26-27