Tantangan Penegakan Korupsi Kehutanan yang Ditangani KPK
77
Oleh karena itu, menghilangkan motif sekaligus untuk memastikan efektivitas penegakan hukum, proses hukum terhadap korporasi yang menjadi alat pelaku untuk melakukan korupsi
kehutanan akan sangat besar berpengaruh. Ironisnya, meskipun pasal penjerat untuk korporasi ada baik di dalam UU 411999 maupun UU 311999 jo.UU 202001 proses hukum
terhadap korporasi ini tidak pernah dilakukan. Padahal berdasarkan Pasal 7 UU 311999 jo. UU 202001 tersebut, korporasi yang terlibat tindak pidana dapat didenda hingga Rp.
100.000.000.000,- seratus milyar rupiah. Bahkan selain denda tersebut, sanksi yang mengancam koporasi juga beragam mulai dari yang paling ringan diumumkan di pengadilan,
pencabutan izin usaha, hingga dibubarkan atau diambil alih oleh negara. Persoalan ini sebenarnya dapat dikaitkan dengan pemahaman bahwa korporasi sebagai
subyek hukum pidana memang tergolong doktrin hukum yang baru dalam sistem hukum pidana di Indonesia. Sehingga seringkali masih menimbulkan pro dan kontra dalam
implementasinya.
130
Ketika pun diimplementasikan, seringkali penegak hukum masih belum mampu paham bagaimana melakukan pembuktian dalam membawa korporasi sebagai pelaku
kejahatan di persidangan. Khusus untuk kejahatan korupsi di sektor kehutanan, tidak saja menguntungkan pelaku secara individu namun juga korporasi khususnya yang bergerak di
usaha kehutanan. Jika korporasi tersebut tidak diproses, maka tidak akan memberikan efek jera kepada
korporasi-korporasi nakal. Bahkan kejahatan yang sama berpotensi terus dilakukan oleh korporasi nakal tersebut sehingga potensi kerugian negara yang timbul juga akan semakin
besar. KPK juga tidak mengembangkan satu perbuatan pidana untuk melihat berbagai peristiwa
pidana lain yang melingkupi kasus awal. Dalam pendekatan terhadap aktor-aktornya, penegakan korupsi akan sempurna ketika dapat menghubungan patron dengan klien, pejabat
dengan swasta memiliki keinginan yang sama, yaitu mengambil rente ekonomi dari negara. oleh karena itu untuk bisa memberikan efek jera yang efektif, penegakan hukum harus
dilakukan terhadap kedua belah pihak yang terlibat dalam kejahatan tersebut. Hubungan patron-klien ini harus dipecah secara paralel dan diberantas secara tuntas, sehingga tidak
memberikan kesan imunitas kepada pihak klien. Sayangnya, praktik baik ini tidak terjadi dalam penanganan perkara korupsi kehutanan.
131
Untuk menguatkan efek jera, mengurai hubungan
130
Korporasi sebagai subyek hukum yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana tidak dikenal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Meskipun dalam berbagai pidana khusus telah mengenal pemidanaan korporasi,
tetapi dalam praksisnya hal ini masih menjadi perdebatan, baik secara teoritis maupun filosofis. Banyak pihak yang kontra menilai bahwa “actus reus” dan “mens rea” sebagai pertanggungjawaban pidana akan sulit dibuktikan
dilakukan oleh korporasi. Apalagi mengingat pertanggungjawaban korporasi sebenarnya pun berasal dari perkembangan ilmu hukum keperdataan. Sementara itu dari segi teoritis, korporasi sebenarnya organ fiksi yang
tidak memiliki pikiran sendiri, oleh karena itu sebagaimana doktrin universitas delinquere non potest, ia tidak dapat dipidana
131
Dalam perkara korupsi perizinan di Riau misalnya, meskipun indikasi kepada pelaku swasta kuat, tetapi hingga saat ini proses tidak berjalan pelaku swasta. Ketika perkara perizinan huutan tanaman industry terkuak,
berbagai nama pejabat yang menjadi patron korupsi kehutanan terseret. Disebutkan dalam dakwaan Penuntut Umum terhadap Azmun Jaafar, bahwa: “Dalam bulan Februari 2001 sampai Januari 2007 di Pelalawan. Tengku
Azmun Jaafar baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan Ir Bambang Pudji Suroto Kadishut Pelalawan 2000-2002, Tengku Zuhelmi Kadishut Pelalawan 2002-2003, Edi Suriandi Kadishut Pelalawan
2004-hingga kini, Ir Syuhada Tasman Kadishut Provinsi Riau 2003-2004 HM Rusli Zainal Gubernur Riau, H Asral Rahman Kadishut Provinsi Riau 2004-2005, Drs Burhanuddin Husin Kadishut Provinsi Riau 2005-2006,
Sudirno Wakil Kadishut Provinsi Riau 2004-2007, dan Ir Rosman
– General Manager Forestry PT Riau Andalan Pulp and Paper PT RAPP melakukan Perbuatan Melawan Hukum menerbitkan IUPHHK HT kepada
78
swasta-pejabat dalam perkara korupsi memang seringkali rumit, tetapi ini bukan tidak mungkin dan penting untuk diselesaikan secara tuntas. Hal lain yang perlu dicermati adalah
bahwa satu perbuatan korupsi umumnya akan meliputi berbagai kejahatan lain turunannya –
when onecokroach visible, another cokroach are present. Termasuk korupsi itu sendiri. Jika terlihat proses perizinan sendiri dilakukan secara a-prosedural, bisa jadi sebenarnya proses
pembalakan maupun tahapan selanjutnya dari bisnis proses eksploitasi kayunya pun dilakukan secara koruptif. Dalam hal ini, keterlibatan pejabat kehutanan tidak hanya sebatas pada
perizinan, tetapi juga termasuk memberikan afirmasi terhadap proses produksi dan tata usaha kayu berikutnya. Lagi-lagi dalam berbagai penanganan korupsi hutan hal ini pun tidak
dicermati. Penegakan hukum juga tidak hanya terlihat dari seberapa banyak pelaku yang diproses, tetapi
juga bagaimana juga secara tuntas membuat pelaku-pelaku tersebut kemudian kehilangan motifnya untuk melakukan kejahatan. Dalam berbagai penanganan perkara korupsi
kehutanan, memang upaya untuk mencapai hal ini telah dilakukan, diantaranya dengan memastikan adanya sanksi berupa pengembalian kerugian negara terhadap pelaku
kejahatan.
132
Namun ternyata di samping itu, dalam beberapa kasus tersebut KPK belum dapat memulihkan kerugian keuangan negara yang diakibatkan oleh korupsi.
133
Selanjutnya munculnya juga beberapa tantangan.Sebagai contoh adanya problem perampasan uang hasil kejahatan yang digunakan sebagai bagian dari modal dalam sebuah perusahaan.
Atau yang ditempatkan dalam sistem perbankan yang terafiliasi atau tidak terafiliasi dengan perusahaan. Atau adanya penghindaran pajak juga menggunakan sarana kerahasiaan
perbankan dan daerah tax haven di wilayah secrecy jurisdiction seperti Macao-Hongkong dan British Virgin Island BVI.
134
Muncul pula kesulitan aturan hukum Indonesia yang bisa menjerat pelaku kejahatan kehutanan hingga pada aktor intelektual yang dapat menyembunyikan
kekayaannya disela-sela celah peraturan hukum di Indonesia atau bahkan menggunakan strategi lintas negara, lintas aturan hukum dan kerahasiaan perbankan yang sulit ditembus.
Beberapa hal diatas menunjukkan bahwa UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juga mempunyai keterbatasan ruang gerak.
PT Merbau Pelalawan Lestari, PT Selaras Abadi Utama, PT Uniseraya, CV Putri Lindung Bulan, CV Tuah Negeri, CV Mutiara Lestari, PT Rimba Mutiara Permai, PT Mitra Tani Nusa Sejati, PT Bhakti Praja Mulia, PT Trio Mas
FDI, PT Satria Perkasa Agung, PT Mitra Hutani Jaya, CV Alam Jaya, CV Harapan Jaya dan PT Madukoro.” Namun, proses hukum terhadap pihak swasta yang berperan penting dalam perkara tersebut seperti Rosman
General Manager Forestry PT RAPP tidak berjalan. Begitupun pengurus-pengurus dari berbagai perusahaan yang izinnya dikeluarkan oleh Azmun, sama sekali tidak tersentuh
132
Dalam perkara Surya Dumai di Kalimantan Timut, KPK bahkan kemudian mendorong pengembalian kerugian negara hingga 346 milyar. Angka pengembalian kerugian yang fantastis ini apabila dikaitkan dengan konsep
penegakan hukum pendekatan follow the money merupakan darah bagi kejahatannya life blood of the crime, tentu saja akan memberikan efek jera tersendiri bagi pelaku. Begitupun dengan perkara yang ditangani oleh
Kejaksaan, dalam perkara penerbitan Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan SKSHH bodong di Dompu yang memaksa pengembalian kerugian negara sebesar Rp. 48,9 juta rupiah
133
Misalnya pada kasus Pelalawan, Hakim menilai, perampasan asset hanya dapat dilakukan terhadap keuntungan yang dinikmati oleh pelaku. Dari Rp. 1,2 triliun kerugian negara yang diyakini terbukti, pada putusan Mahkamah
Agung No. 736KPid.Sus2009 dengan terdakwa T. Azmun Jaafar ini, amar putusan penggantian kerugian negara yang dibebankan adalah Rp. 12,368 miliar. Jadi ada situasi tidak maksimalnya asset recovery atau penggantian
kerugian keuangan negara
134
Baru-baru ini telah terungkap sejumlah data-data orang kaya Indonesia yang menjadi nasabah di BVI. International Consortium Of Investigative Journalists ICIJ menulis lebih dari 2,5 juta files rahasia terungkap yang
berasal dari sejumlah negara Sejumlah nama di Indonesia tercatat sebagai nasabah di wilayah secrecy jusrisdiction tersebut, mulai dari mantan Presiden Soeharto dan keluarganya, hingga konglomerat yang mempunyai sejumlah
perusahaan di sektor Kehutanan di Indonesia.http:www.icij.orgoffshore. diakses 15 April 2013,.
79