125 70.
Hasil pengamatan terhadap kinerja operasional IPLT Cibeet terhadap perubahan kualitas influent dan efluent bak anaerobik, kolam fakultatif dan
kolam maturasi Tabel 35 menyimpulkan bahwa efisiensi penurunan beban cemaran organik di kolam fakultatif dan kolam maturasi sangat rendah kurang
dari 70. Tabel 35. Evaluasi Kinerja Pengolahan IPLT Cibeet
No Parameter Yang dinilai
Influent Efluent
Efisiensi
1 2
3 4
5
A Bak Anaerob
1 KOB mgl 365.1
101.65 72.16 60
2 KOK mgl 1183.93
297.24 74.89 60
3 Partikel Tersuspensi mgl 1971.20
534 72.91 50-70
B Kolam Fakultatif
1 KOB mgl 101.65
89.63 11.82 70
2 KOK mgl 297.24
211.97 28.69 70
3 Partikel Tersuspensi mgl 534
110 79.4 50-80
C Kolam Maturasi
1 KOB mgl 89.63
42.7 52.36 70
2 KOK mgl 211.97
101.38 52.17 70
3 Partikel Tersuspensi mgl 110
22 80 20-40
Catatan: angka didalam tanda kurung adalah standar yang berlaku Metcalf Eddy.1974
5.2.3 Pemanfaatan Produk Pengolahan Lumpur Tinja
Produk IPLT adalah lumpur kering dan efluent. Lumpur kering dapat digunakan sebagai pupuk organik, sedangkan efluent dari kolam
fakultatif yang mengandung N,P,K dapat digunakan untuk mengairi tanaman air. Namun, pada saat dilakukan survey ke lokasi, IPLT Cibeet dalam
keadaan tidak beroperasi.
5.2.4 Biaya Operasi Pemeliharaan Sistem IPLT
Perhitungan biaya operasi pemeliharaan sistem IPLT dilakukan dengan asumsi dan pendekatan pendekatan berikut ini:
a. Pengoperasian IPLT minimum dilakukan oleh 7 tujuh orang dimana 4
empat orang sebagai pekerja kasar, 2 dua orang sebagai pemelihara
126 lingkungan dan 2 dua orang sebagai operator atau pemelihara
lingkungan instalasi dan administrator. b.
Pekerja kasar jika bekerja satu hari penuh upahnya diperhitungkan sebesar Rp 80 000 per hari. Namun bila bekerja setengah hari upahnya
diperhitungkan sebesar Rp 50 000. c.
Biaya 2 dua orang pemelihara lingkungan dan kebersihan instalasi diperhitungkan sebesar Rp 20 000 x 2 orang x 14 hari kerja =
Rp 560 000 . d.
Biaya 2 dua orang pemelihara lingkungan instalasi atau operator dan pencatatan administrasi diperhitungkan sebesar Rp 20 000 x 2
orang x 26 hari kerja = Rp 1 040 000. e.
Dengan demikian total upah untuk pekerja kasar diperhitungkan sebesar Rp 1 600 000 per bulan.
f. Alokasi biaya listrik untuk penerangan diperhitungkan sebesar
Rp 300 000 per bulan. g.
Kebutuhan satpam untuk shift malam dan siang diperkirakan 2 dua orang, yaitu i shift malam untuk pengamanan fisik asset instalasi IPLT,
dan ii shift siang merangkap penerima truk tinja, dengan gaji minimal sebesar Rp 650 000 sehingga biayanya diperhitungkan sebesar 2 orang x
Rp 650 000 = Rp 1 300 000. h.
Selain itu, diperlukan pula 1 satu orang penanggung jawab dengan gaji minimal sebesar Rp 1 150 000bulan.
i. Biaya operasional untuk 1 unit truk tinja per hari diperhitungkan sebesar
Rp 156 000 frekuensi antara 3 rit untuk radius jarak 10 – 15 Km dan 4 rit untuk radius 5 sd 10 Km yang terdiri dari i Upah supir
8 jam kerja Rp 30 000 per hari, ii upah 3 orang kenek 8 jam kerja Rp 22 000 per hari = Rp 66 000, iii Bahan bakar BBM untuk
pergi sebesar Rp 40 000 ditambah untuk pulang sebesar Rp 20 000 = Rp 60 000 garasi mobil truk tinja di Dinas PU Kebersihan di
Soreang.
127 j.
Alokasi biaya untuk 5 unit truk tinja diperhitungkan sebesar Rp 780 000 per hari dan jika dalam 1 bulan setiap truk dicadangkan beroperasi selama
15 hari kerja , maka total biaya menjadi Rp 11 700 000. k.
Biaya bahan bakar untuk pengurasan IPLT dialokasikan sebesar Rp 50 000 per bulan, dengan menggunakan motor pesedot berkapasitas
2PK unt uk menghilangkan lumpur dan sampah di kolam anaerob setelah setiap dua kali cairannya dialirkan ke kolam fakultatif.
Berdasarkan perhitungan tersebut, maka total biaya operasi dan pemeliharaan sistem IPLT diperhitungkan sebesar Rp 1 600 000
+ Rp 1 300 000 + Rp. 300 000 + Rp 1 150 000 + Rp 1 700 000 + Rp 50 000 = Rp 16 100 000,- per bulan. Bila diasumsikan bahwa IPLT beroperasi penuh
selama 30 tiga puluh hari per bulan, maka volume lumpur tinja yang diolah adalah 750 m
3
bulan, sehingga biaya operasi sistem IPLT per m
3
adalah Rp 11 100 000750 m
3
= Rp 21 467m
3
dibulatkan menjadi Rp 21 500m
3
. Penerimaan operasional IPLT bisa bisa diperoleh dari retribusi yang
dibayar oleh konsumen dan nilai tambah dari penjualan pupuk organik yang dihasilkan, dengan asumsi dan perhitungan berikut ini.
a. Retribusi yang dibayar konsumen diperhitungkan sebesar Rp 3 500 per
kepala keluarga per bulan untuk masyarakat dengan kisaran pendapatan antara Rp 500 000 sd Rp 750 000 nilai ini diasumsikan yang paling
mungkin berdasarkan pembanding retribusi sampah dimana kemampuan masyarakat membayar tarif retribusi di bawah Rp 5 000bulan adalah
masyarakat dengan kisaran pendapatan Rp 500 000 sd Rp 750 000 bulan. b.
IPLT dengan kapasitas 25 m
3
hari diperhitungkan mampu melayani 8 384 unit pelanggan dengan volume tangki septik rata rata sebesar 2.29 m
3
unit dan masa pengurasan 3 tiga tahun.
c. Dengan jumlah pelanggan sebanyak 8 384 kepala keluarga tersebut, maka
potensi penerimaan retribusi diperhitungkan sebesar 8 384 x Rp 3 500 per bulan = Rp 29 344 000bulan.
d. Dari lumpur tinja yang sudah kering dihasilkan pupuk organik sebesar
1 satu ton per bak pengering per bulan atau total produksi pupuk
128 dari IPLT adalah 8 ton pupuk keringbulan atau setara dengan
320 karung 1 karung=25 kg. e.
Apabila harga pupuk kering tersebut diperhitungkan seharga Rp 10 000karung, maka potensi penerimaan dari penjualan pupuk organik
tersebut adalah sebesar 320 karung x Rp 10 000karung = Rp 3 200 000bulan.
f. Dengan demikian, maka potensi penerimaan operasional IPLT
adalah Rp 29 344 000 + Rp 3 200 000 – Rp 16 100 000 = Rp 16 444 000 per bulan atau Rp 657 760 m
3
lumpur tinja yang diangkut dan diolah.
5.3 Model Ekosanita IPLT