Penelitian Sanitasi di Indonesia

34

2.5.2 Penelitian Sanitasi di Indonesia

Penelitian Sanitasi di Indonesia juga terdiri dari 2 dua kelompok yaitu penelitian rekayasa fisik untuk menghasilkan model- model fisik atau ikonik, penelitian non fisik yang menghasilkan model- model kebijakan baik kualitatif maupun kuantitatif Penelitian rekayasa fisik, pada umumnya dilakukan terhadap unsur-unsur fisik elemen-elemen sistem pengelolaan air limbah. Melalui penelitian rekayasa fisik tersebut dapat dikembangkan berbagai alternatif inovasi teknologi yang lebih sesuai untuk diaplikasikan di suatu daerah tertentu. Sekitar 118 seratus delapan belas fakta teknologi telah diidentifikasi dapat berpotensi menjadi objek penelitian EPA 1978. Hasil penelitian tersebut diharapkan mampu menghasilkan berbagai alternatif teknologi yang dapat memenuhi tujuan spesifik yang ditetapkan yaitu i meningkatkan daur ulang dan pemanfaatan kembali reuse air, nutrien dan sumberdaya alam, ii meningkatkan konservasi, pemulihan kembali recovery, pemanfaatan dan daur ulang energi, iii meningkatkan efektifitas penggunaan biaya untuk mencapai tujuan peningkatan kualitas air dan iv meningkatkan pengelolaan bahan beracun dan berbahaya. Objek penelitian rekayasa teknik di Indonesia, pada umumnya dilakukan terhadap unsur-unsur sistem sanitasi setempat on-site seperti pengembangan cubluk kembar dan tangki septik. Contohnya adalah penelitian tangki septik multi kompartemen Puskim 2000. Penelitian ini selain ditujukan untuk mengamati tingkat penurunan kualitas air limbah setelah melalui setiap kompartemen, juga untuk mengetahui efektifitas pelibatan masyarakat dalam proses perencanaan sampai dengan pengoperasiannya. Contoh lain adalah penelitian tangki anaerobik bermedia kontak, ditujukan untuk mendapatkan alternatif teknologi pengolahan air limbah rumah tangga setempat secara anaerobik dengan menggunakan media kontak bahan lokal Sarbidi dan Sumijan 1999. Penelitian yang berhubungan dengan perencanaan dan kebijakan, pada umumnya diarahkan unt uk menyediakan informasi dalam rangka pembenaran justifikasi terhadap usulan pembangunan infrastruktur pengolahan air limbah. Namun, penelitian yang dilakukan masih bersifat kasus per kasus sehingga belum tararah dan terstruktur secara baik. Contoh penelitian yang berhubungan dengan 35 perencanaan dan kebijakan pre-emtif yang bersifat spesifik lokasi adalah i studi kajian sumber pencemaran dan kualitas air sungai Citarum di Kabupaten Bandung DLH Kab Bandung 2003 dan ii perhitungan daya tampung denga n pemodelan kualitas air DAS Citarum Hulu dan Tengah BPLHD 2001. Kedua penelitian tersebut menghasilkan informasi mengenai tingkat pencemaran air sungai Citarum beserta anak-anak sungainya dan identifikasi sumber termasuk prakiraan beban pencemaran domestik maupun non domestik. Hasilnya digunakan sebagai acuan untuk merumuskan rekomendasi mengenai upaya-upaya pengendalian pencemaran yang harus dilakukan melalui pembangunan infrastruktur pengolahan air limbah. Variabel yang digunakan dalam analisis terfokus pada aspek teknis yang berhubungan dengan kualitas maupun kuantitas air. Selain daripada itu, ke dalam penelitian tersebut belum termasuk penelitian daya dukung dan daya tampung setiap kawasan yang mempertimbangkan aspek lingkungan, sosial ekonomi dan sosial budaya serta kelembagaan. Rekomendasi penanganan pencemaran lingkungan belum dilengkapi dengan skala prioritas pelaksanaannya. Contoh penelitian kebijakan yang berhubungan dengan sanitasi skala nasional adalah i pengembangan fasilitas dan pelayanan air minum dan sanitasi berbasis masyarakat Dikun 2002 dan ii studi kebijakan pembangunan prasarana dan sarana air bersih dan penyehatan lingkungan berbasis lembaga Waspola 2003. Hasil kedua penelitian tersebut berupa arah kebijakan umum dan strategi pelaksanaannya yang dianalisis dan disintesakan dari serangkaian jajak pendapat. Oleh karena itu, masih perlu dijabarkan kedalam kebijakan-kebijakan operasional. Namun, didalam laporan tersebut tidak tercantum instrumen analisis yang digunakan sehingga keandalannya belum teruji secara ilmiah. Penelitian-penelitian kebijakan tersebut, meskipun menggunakan model kualitatif dan kuantitatif, belum mempertimbangkan pengaruh umpan balik dari kebijakan yang dikembangkan. Penelitian di bidang sanitasi, khususnya bidang pengelolaan sampah perkotaan yang menggunakan sistem dinamis dan mempertimbangkan aspek umpan balik adalah penelitian yang dilakukan oleh Sumarto 1979. Pada penelitian tersebut, variabel kebijakan yang digunakan untuk merumuskan perbaikan manajeme n pengelolaan sampah adalah cakupan 36 pelayanan sampah oleh dinas kebersihan kota dan ritasi pengangkutan sampah dari tempat pembuangan sampah sementara TPS ke tempat pembuangan akhir sampah TPA. Sementara itu, variabel keputusan yang digunakan untuk acuan peningkatan kinerja pengelolaan sampah adalah banyaknya volume sampah yang dapat diangkut ke TPA. Penelitian terkini di Indonesia yang berhubungan dengan lingkungan dan menggunakan pendekatan sistem dinamik, antara lain adalah yang dilakukan oleh Tasrif 2001, Rahardjo dan Saraswati 2001, Darsiharjo 2004, Pranoto 2005. Model sistem dinamik untuk merumuskan kebijakan energi yang berwawasan lingkungan merupakan karya penelitian Tasrif 2001. Pada penelitian ini, variabel kebijakan yang digunakan analisis adalah deregulasi harga energi, pajak energi dan akselerasi lingkungan melalui konservasi energi, pengembangan pemanfaatan hidro dan panas bumi serta energi terbarukan lainnya. Variabel keputusan yang digunakan untuk acuan pengambilan keputusan adalah banyaknya emisi CO2 yang dibangkitkan dari berbagai simulasi variabel kebijakan. Model sistem dinamik untuk memperkirakan pengimbuhan air tanah dikembangkan oleh Rahardjo dan Saraswati 2001. Pada penelitian ini variabel kebijakan yang digunakan sebaga i landasan simulasi adalah tutupan lahan terhadap ketepatan Rencana Tata Ruang Wilayah, sedangkan variabel keputusan yang digunakan adalah banyaknya imbuhan air tanah. Model sistem dinamik untuk memperkirakan kesesuaian pemanfaatan lahan berkelanjutan di daerah hulu sungai dikembangkan oleh Darsihardjo 2004. Pada penelitian ini, variabel kebijakan yang digunakan adalah ketebalan tanah, koefisien aliran permukaan, biaya konservasi dan jenis tanaman yang menguntungkan. Variabel keputusan yang digunakan dalam simulasi adalah penghasilan petani. Model sistem dinamis untuk merumuskan kebijakan pembangunan perdesaan berkelanjutan dalam kerangka Agropilitan dikembangkan oleh Pranoto 2004. Pada penelitian ini, variabel kebijakan yang digunakan untuk simulasi model adalah komoditi unggulan yang dapat diproduksi seperti bawang daun, cabe dan wortel, sedangkan variabel keputusan yang digunakan adalah bangkitan 37 limbah pertaniaan terhadap kerusakan dan daya dukung lingkungan serta pertumbuhan keuntungan petani. Penelitian yang berhubungan dengan sanitasi dan berorientasi pada model non fisik kebijakan dan perencanaan dirangkum pada Tabel 3. Tabel 3. Rangkuman Penelitian yang Berorientasi pada Model Kebijakan di Bidang Sanitasi No Tujuan Penelitian Metoda Peneliti Skala Hasil Variabel 1 2 3 4 5 6 1 Model Pengelolaan Sampah Perkotaan Sistem Dinamis Sumarto, 1979 Mikro, Sektoral Rumusan Kebijakan Operasional Penduduk, Bangkitan Sampah, Ritasi angkutan sampah 2 Mengembangkan Model untuk menilai efekti fitas Pengelolaan Sampah di Asia Analisis Faktor dan Taxonomi Lohani, 1979, 1981 Regional Sektoral Peringkat Negara negara yang dinilai 9 Variabel Bangkitan Sampah, Kepadatan rumah, kepadatan penduduk, pengumpulan sampah, upah pekerja, rasio pekerja per penduduk 3 Mengevaluasi Proses Pengelolaan Lumpur Tinja Pendekatan System Ramirez, 2000 Mikro Sektoral Alternatif Pengolahan dan pemanfaatan limbah Keberadaan bakteri, emisi logam berat, konsumsi energi, pemanasan global 4 Mengkaji Daya Tampung Sungai ModKual BPLHD, 2001 Mikro, Lokal, Sektoral Indeks Potensi Pencemaran Sungai IPPS Kualitas Air Fisik dan Kimiawi 5 Mengembangkan Model Kebijakan Energi yang berwawasan lingkungan Sistem Dinamis Tasrif, 2001 Makro, Nasional Kebijakan Pengembangan Energi Nasional Pajak, harga energi, akselerasi lingkungan, Emisi CO2 6 Memperkirakan Pengimbuhan Air Tanah di Depok Sistem Dinamis Rahardjo, Saraswati 2001 Mikro, Lokal Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Tutupan Lahan, Imbuhan Air Tanah 7 Pengembangan Kebijakan Pelayanan Air Minum dan Sanitasi Focus Group Discu ssion Dikun 2001, Waspola 2003 Makro, Nasional Kebijakan dan Strategi Air Minum dan Sanitasi Nasional Kebutuhan dasar Air Minum, kelembagaan masyarakat 8 Monitoring dan Evaluasi Pencemaran Sungai Citarum Studi Kasus DLH 2003 Mikro, Sektoral Sumber Pencemaran Air Sungai Limbah Domestik, pertanian, peternakan, industri 9 Menilai Tingkat kesejahteraan masyarakat Skala Penilaian Pembobotan BPS, Bappenas, UNDP 2004 Makro Nasional Indeks dan Peringkat Kesejahteraan Angka Harapan hidup, Daya Beli, Angka Partisipasi Sekolah, Kebutuhan dasar 10 Memperkirakan kesesuaian pemanfaatan Lahan di DAS Cikapundung Sistem Dinamis Darsihardjo 2004 Mikro, Lokal Kebijakan pemanfaatan lahan berkelanjutan Ketebalan tanah, aliran peemukaan, biaya konservasi, jenis tanah, penghasilan petani 11 Memperkirakan Komoditi Unggulan daerah Agropolitan Analisis Kwadran, Sistem Dinamis Sugimin Pranoto 2005 Mikro, Lokal Kebijakan Pembangunan Perdesaan dalam kerangka Agropilitan Komoditi unggulan, bangkitan limbah pertanian, pendapatan petani 12 Membangun Model untuk perangkat kebijakan pelestarian fungsi lingkungan perkotaan yang berkelanjtan Analisis Faktor, Taxonomi, Skalogram dan Sistem Dinamis R Pamekas 2005 Mikro, Lokal, multi sektor Model IPFLH untuk evaluasi fungsi lingkungan perkotaan dan model EkoSanita IPLT untuk kebijakan strategi perbaikan sanitasi Variabel IPFLH: Investasi dan Utilisasi kesehatan, pendidikan, Perumahan, Air Minum dan Sanitasi, Ekonomi. Variabel EkoSanita IPLT: Cakupan pelayanan, jadwal angkut, konsumsi air, daya tampung keairan 38 2.5.3 Konsepsi dan kebaruan novelty Model Pe lestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan Berbasis EkoSanita-IPLT Sistem pengolahan sanitasi pada umumnya dan khususnya pengelolaan air limbah domestik rumah tangga maupun non domestik yang telah dikembangkan dari berbagai upaya penelitian, belum mampu mengimbangi kecepatan pertumbuhan dan kebutuhan penduduk perkotaan. Dengan urbanisasi yang cepat dan semakin lebarnya kesenjangan pendapatan serta meningkatnya kelangkaan air, mengakibatkan semakin mahalnya sistem konvensional serta semakin kompleksnya penanganan air limbah. Sistem konvensional selalu menimbulkan permasalahan baru, misalnya pembuangan produk akhir Instalasi Pengolahan Air Limbah IPAL ke badan air sering menimbulkan perubahan warna air sungai dan badan air penerima lainnya menjadi hitam. Di dalam sistem konvensional, air limbah diasumsikan sebagai kotoran yang hanya layak untuk dibuang sehingga teknologi konvensional umumnya dirancang untuk membuang kotoran tersebut. Pendekatan linier tersebut belum mempertimbangkan siklus nutrien untuk mencegah pencemaran dan melindungi kesehatan manusia. Akibatnya, air tanah dan air permukaan terkontaminasi sehingga biaya pengendalian pencemaran dan pemulihan lingkungan yang rusak semakin mahal. Selain itu, dengan hanya setengah dari jumlah penduduk yang memiliki akses ke infrastruktur sanitasi berbasis sistem konvensional tersebut, maka angka penyebaran penyakit menular dan kasus kematian balita relatif masih tinggi. Untuk meningkatkan pencapaian sasaran pelayanan sanitasi nasional maupun global, penelitian-penelitian ekologi sanitasi dan penerapan hasil hasilnya di daerah perkotaan merupakan kecenderungan baru dalam penanganan masalah masalah sanitasi masa depan. Oleh karena itu, penelitian sanitasi dengan konsepsi siklus tertutup closed loop ecosystem dalam pengelolaan kotoran manusia digunakan sebagai acuan dasar dalam penelitian ini. Konsepsi ini juga menempatkan kotoran sebagai sumberdaya yang dapat dimanfaatkan kembali untuk mendukung kehidupan dan penghidupan manusia karena memiliki nilai ekonomis maupun ekologis. Dengan konsepsi tersebut, sumberdaya air yang terdapat dilingkungan perkotaan seperti air tanah dangkal, rawa, sungai, situ dan 39 kolam retensi alami lainnya harus dipandang sebagai sumberdaya lingkungan yang harus dipelihara kualitasnya dan kuantitasnya dan bukan sebagai tempat pembuangan akhir limbah maupun sampah. Upaya memelihara kualitas dan kuantitas sumberdaya air tersebut merupakan bagian dari upaya memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Upaya tersebut disebut pelestarian fungsi lingkungan hidup. Hasil penelitian sistem sanitasi setempat on-site system yang telah dilakukan di indonseia dan dikenal dengan pengembangan teknologi tepat guna, pada umumnya merupakan prototipe yang dikembangkan dari model fisik yang nantinya akan dikelola secara individu oleh pemiliknya. Tujuannya adalah untuk mendapatkan teknologi yang mampu mendaur ulang air limbah dan memanfaatkannya untuk berbagai keperluan misalnya sebagai air irigasi taman, pupuk tanaman atau energi dari gas biologi, tetapi mampu dikelola sendiri oleh pemiliknya. Hasil penelitian kebijakan yang ada, meskipun menghasilkan alternatif perencanaan, pada umumnya masih bersifat sektoral dan bersifat makro nasional maupun regional sehingga belum mengakomodasikan kebutuhan otonomi daerah. Penelitian melalui pengembangan model pelestarian fungsi lingkungan perkotaan berbasis Ekosanita-IPLT merupakan penelitian kebijakan yang bersifat spesifik lokasi yaitu untuk kota kecil dan sedang. Penelitian dilakukan terhadap sistem yang dikelola oleh lembaga pengelola daerah yaitu dinas kebersihan dan keindahan kota yang dalam kasus ini adalah dinas setingkat kabupaten, sehingga sesuai untuk menyelesaikan masalah yang kompleks dan berhubungan dengan perkuatan pelaksanaan otonomi daerah. Penelitian pelestarian fungsi lingkungan perkotaan berbasis Ekosanita IPLT, mempertimbangkan aspek ketersediaan dan pemanfaatan prasarana dan sarana lingkungan perkotaan kesehatan, pendidikan, perumahan, air minum dan sanitasi, fasilitas sosial dan ekonomi. Ketersediaan prasarana dan sarana lingkungan perkotaan tersebut, pada dasarnya merupakan hasil investasi untuk mempertahankan kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan perkotaan. Ketersediaan dan tingkat pemanfaatan atau utilisasi aset perkotaan 40 untuk mendukung kehidupan dan penghidupan penduduk perkotaan merupakan ukuran keberhasilan pengelolaan lingkungan perkotaan. Pengembangan alat sarana untuk mengukur keberhasilan pengelolaan lingkungan perkotaan yang mempertimbangkan ketersediaan dan utilisasi prasarana dan sarana kesehatan, pendidikan, perumahan, air minum dan sanitasi serta keadaan ekonomi masyarakat dan menggunakan data yang telah tersedia serta dipublikasikan oleh Biro Pusat Statistik di tingkat kabupaten merupakan salah satu kebaruan novelty dari penelitian ini. Kompleksitas masalah yang diselesaikan melalui pendekatan komposit dengan menggunakan skala indeks, penggunaan data yang sudah biasa tersedia dan dipublikasikan di tingkat kabupaten serta kesederhanaan perhitungan merupakan unggulan penelitian ini. Pengembangan model sistem dinamis yang mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi, budaya serta lingkungan kota sedang dan kecil untuk sarana alat bantu dalam merumuskan kebijakan dan strategi perbaikan sistem sanitasi kota sedang dan kecil, merupakan kebaruan novelty berikutnya dari penelitian ini. Kompleksitas masalah pengelolaan air limbah rumah tangga termasuk pengelolaan lumpur tinja yang diselesaikan, penggunaan pendekatan sistem dinamis yang memperhitungkan umpan balik dari setiap perubahan alternatif kebijakan serta penggunaan variabel keputusan yang memperhitungkan peningkatan akses penduduk ke fasilitas sanitasi yang diperbaiki improved dan berasal dari sumber endogen sebagian laba dari tarif jasa pelayanan sanitasi secara terjadwal, merupakan keunggulan penelitian ini.

Bab III METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kota kecamatan Majalaya yang terletak di DAS Citarum Hulu Gambar 4. Kota Bandung Kota Cimahi Cipeundeuy Cipatat Cisarua Lembang Maribaya Rancaekek MAJALAYA Cicalengka Nagreg Ibun Paseh Pangalengan Dayeuhkolot Ketatapang S. Cileunca S. Patenggang Gununghalu Kertasari Margahayu Soreang Cililin Banjaran Cikalaong Wetan Padalarang Cipongkor Cikacung Kab. DT II Sumedang Kab. DT II Purwakarta Kab DT II Cianjur Kab. DT II Garut U • g • g • • g • g • g • • • Ciparay • • g • g • g • • g • g • g • g • g • • Baleendah Kab. DT II Subang Kab DT II Cianjur Kab DT II Cianjur Lokasi Penelitian • g • Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian Pemilihan lokasi penelitian tersebut didasarkan pada pertimbangan pertimbangan berikut ini. a Di sekitar kota Majalaya, terdapat 2 dua unit Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja IPLT yang tidak beroperasi. b Sekitar 80 pencemaran Sungai Citarum berasal dari DAS Citarum Hulu PLN 1998. c Kota kecamatan Majalaya yang berpenduduk 141 469 jiwa pada tahun 2004 adalah “kota sedang” terpadat penduduknya di Kabupaten Bandung dan juga kota industri terbesar di DAS Citarum Hulu.