Simulasi Model EkoSanita-IPLT Model Ekosanita IPLT

137 operasinya, tetapi kemudian menurun ketika mendekapi kapasitas maksimalnya. Konsekuensinya, volume lumpur tinja di lingkungan hidup meningkat tajam ketika IPLT tidak mampu la gi mengolah lumpur yang diangkut.

5.3.7 Simulasi Model EkoSanita-IPLT

Model yang dikembangkan akan digunakan untuk merumuskan kebijakan dan strategi dalam rangka memperbaiki sistem pengelolaan limbah yang ada, tetapi dengan mempertimbangkan kemampuan masyarakat membayar tarif jasa penyedotan dan pengangkutan serta pengolahan lumpur tinja. Perumusan kebijakan dilakukan melalui simulasi untuk mengetahui pengaruh perubahan variabel kebijakan terhadap variabel keputusan. Dari hasil analisis kondisi eksisting dapat diindikasikan bahwa variabel- variabel kebijakan yang dikaji pengaruhnya terhadap variabel keputusan. Hasil indikasi variabel kebijakan dirangkum pada Tabel 37. Tabel 37. Matrik Data untuk Rancangan Simulasi Kebijakan Rancangan Simulasi No Variabel Simulasi Satuan Keadaan Eksisting A B C D 1 2 3 4 5 6 7 1 Cakupan Pelayanan 20 35 50 60 80 2 Efisiensi pengangkutan 40 60 80 100 100 3 Kapasitas IPLT M3hari 25 100 100 150 150 4 Konsumsi Air Lorhr 252.6 227 215 202 200 5 Daerah Pelayanan IPLT Kecamatan 1 4 4 6 6 6 Efisiensi On site 30 60 75 85 97,5 Catatan: A=Pesimis, B=Moderat, C=Optimis, D=Ideal Cakupan pelayanan ideal untuk daerah perkotaan yang sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal SPM adalah 80 penduduk Kimpraswil, 2001 Berdasarkan variabel kebijakan yang tertera pada Tabel 37 tersebut, rancangan simulasinya adalah sebagai berikut: a. Peningkatan cakupan pelayanan sanitasi, menggambarkan upaya untuk meningkatkan akses penduduk terhadap fasilitas sanitasi telah diperbaiki improved. Peningkatan cakupan pelayanan sanitasi diperhitungkan dari 20 referensi eksisting, 35 daerah pelayanan IPLT, 50 Kabupaten Bandung dan 60 target nasional dan Global. b. Peningkatan efisiensi pengangkutan lumpur tinja, menggambarkan perubahan pola pasif atau menunggu pesanan dan tidak terjadwal, menjadi terjadwal sehingga pasokan lumpur tinja ke IPLT dapat dilakukan secara 138 teratur. Penjadwalan tersebut merupakan upaya untuk meningkatkan efisiensi pengangkutan lumpur tinja sampai mencapai 100. Secara rata rata bila pengangkutan lumpur tinja tidak dilakukan secara terjadwal, maka efisiensinya berkisar antara 40 sampai dengan 78. c. Peningkatan kapasitas IPLT, mengambarkan upaya untuk memelihara sistem setempat on-site sehingga dapat berfungsi optimal mengolah air limbah rumah tangga yang dialirkan kedalamnya. d. Peningkatan efisiensi sistem setempat on-site, menggambarkan upaya untuk menurunkan beban cemaran yang masuk ke perairan penerimanya. e. Perluasan daerah pelayanan IPLT, menggambarkan upaya untuk mengantisipasi meningkatnya pencemaran yang berasal dari daerah yang belum dilayani IPLT. f. Pengendalian konsumsi air rumah tangga, menggambarkan upaya untuk mengantisipasi kemungkinan berubahnya pola perilaku masyarakat dalam menggunakan air setelah terjadi perbaikan kualitas air sumur. g. Kombinasi Kebijakan, menggambarkan kombinasi variabel- variabel simulasi yang ditetapkan. Tujuannya adalah untuk mendapatkan skenario terbaik dan dapat diaplikasikan dilapangan. Perubahan tarif jasa sanitasi yang mencakup jasa penyedotan, pengangkutan dan pengolahan lumpur tinja dikaji pengaruhnya terhadap kelangsungan operasionalisasi sistem IPLT. Biaya yang harus dibayar pelanggan adalah biaya pengoperasian dan pemeliharaan sistem IPLT. Asumsi tarif yang digunakan adalah Rp 1 500.- per KK per bulan sampai dengan Rp 3 500.- per KK per bulan yang diperhitungkan dari hasil survey kesanggupan membayar. Adapun variabel keputusan yang digunakan sebagai dasar dalam menilai kelayakan pelaksanaan kebijakan adalah sebagai berikut: a. Banyaknya volume air limbah rumah tangga yang dialirkan ke badan air penerimanya sungai, rawa, kolam dan media keairan lainnya dan berpotensi menimbulkan pencemaran baru. b. Kemampuan lingkungan keairan untuk menerima cemaran yang masuk kedalamnya dengan memperhatikan batas kemampuan yang ada. 139

c. Tambahan jumlah penduduk yang memperoleh akses ke fasilitas sanitasi