Sub Model Biaya Operasional Pengelolaan Sistem IPLT Uji Model EkoSanita-IPLT

131 cemaran yang diijinkan dengan beban cemaran badan air di hilir IPLT setelah menerima tambahan beban cemaran yang terkandung didalam air hasil olahan IPLT. Apabila nilainya positif atau mengalami perbaikan bila dibandingkan dengan kondisi sebelumnya, maka ada indikasi bahwa badan air masih mampu menerima tambahan bahan cemaran dari luar. Apabila selisih beban cemaran yang diijinkan membesar, mengidikasikan bahwa efluent hasil olahan IPLT lebih baik daripada kualitas badan air penerimanya. 5.3.4 Sub Model Daya Tampung lingkungan kota Lingkungan Keairan Pada sub model daya tampung lingkungan keairan digambarkan kemampuan badan air menerima beban cemaran yang masuk atau dimasukkan ke dalammya. Beban cemaran tersebut berasal dari i limbah rumah tangga yang dibuang ke perairan, ii efluent tangki septik yang dialirkan ke saluran drainase kota, dan iii lumpur tinja yang dibuang ke media lingkungan tanpa diolah terlebih dahulu. Pada sub model ini terdapat 4 empat tampungan yang menggambarkan banyaknya limbah rumah tangga dari ketiga kategori tersebut dan beban cemaran awal yang secara alami sudah terdapat pada aliran air. Selain itu, terdapat pula satu tampungan yang menggambarkan beban cemaran KOB maksimum yang masih dapat diterima atau ditampung oleh perairan penerima air limbah yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya. Indeks daya tampung lingkungan keairan di bagian hilir kota adalah rasio antara KOB air limbah yang masuk ke perairan dengan KOB maksimum yang diijinkan.

5.3.5 Sub Model Biaya Operasional Pengelolaan Sistem IPLT

Pada sub model labarugi operasional system IPLT, dikaji mengenai keuntungan laba atau kerugian pengelolaan sistem. Pada sub model ini terdapat 2 satu stok atau level yang menggambarkan banyaknya keuntungan atau kerugian yang terkait dengan pengoperasian sistem pengelolaan lumpur tinja dan potensi tabungan investasi. Namun, banyaknya keuntungan atau kerugian tersebut dipengaruhi oleh parameter-parameter penerimaan retribusi pelayanan jasa penyedotan dan pengangkutan serta pengolahan lumpur tinja di IPLT, pengeluaran biaya pengangkutan, pengeluaran biaya pengolahan dan penyusutan aset sistem. 132

5.3.6 Uji Model EkoSanita-IPLT

Model merupakan penyederhanaan dari sistem atau dari keadaan sebenarnya sedemikian sehingga dapat digunakan untuk merumuskan upaya- upaya yang dapat dilakukan dalam memecahkan persoalan yang dihadapi. Persoalan yang ingin dipecahkan adalah bagaimana bentuk atau pola pelestarian lingkungan berbasis pengelolaan air limbah rumah tangga yang sesuai untuk kota kecil dan kota sedang, yang selain dapat meningkatkan kualitas lingkungan permukiman kota, juga dapat mendukung kehidupan sosial ekonomi masyarakat secara berkelanjutan. Lebih spesifik lagi bagaimana pola operasionalisasi pengelolaan bangkitan lumpur tinja dan pengangkutannya ke IPLT dapat memelihara sumber air baku air minum penduduk dari pencema ran tinja. Model yang dikembangkan, diuji terlebih dahulu untuk memperoleh keyakinan sejauh mana kinerja model sesuai dengankinerja sistem nyata sehingga memenuhi syarat syarat ilmiah Muhammadi dkk, 2001. Uji model selain dilakukan untuk melihat penyimpangan antara output simulasi secara statistik juga dilakukan uji kestabilan kestabilan strukturnya dan konsistensi dimensinya. Uji statistik dilakukan terhadap penyimpangan antara nilai rata rata simulasi terhadap aktual atau absolute means error AME, penyimpangan nilai variasi simulasi terhadap aktual atau absolute variation error AVE dan saringan Karman atau Karman filter KF yaitu untuk melihat kesesuaian antara simulasi terhadap aktual. Hasil uji model tersebut dirangkum pada Tabel 36. Tabel 36 Hasil Uji Variabel Model EkoSanita IPLT No Uji Model AME AVE KF 1 2 3 4 5 1 Model Penduduk Majalaya 0.0148 0.238 0.394 2 Model Penduduk Dp IPLT 0.0020 0.227 0.009 3 Model penduduk Kab Bandung 0.0003 0.021 0.413 Batas Yang diijinkan 0.500 0.500 = 0.500 Perumusan upaya pemecahan persoalan yang dihadapi dilakukan melalui simulasi terhadap model yang dikembangkan. Simulasi pertama dilakukan terhadap sub mode pewadahan lumpur tinja. Tujuannya adalah untuk mempelajari perilaku model dengan menggunakan data eksisting penduduk kota 133 Majalaya maupun penduduk kota kecamatan lain yang berada di dalam daerah pelayanan IPLT. Gambar 26 menjelaskan perilaku i model pertumbuhan penduduk, ii model bangkitan limbah rumah tangga, iii model limbah rumah tangga yang berada di tangki septik dan iv model limbah rumah tangga di badan air untuk kota Majalaya. Gambar 26. Perilaku Model Bangkitan Limbah Kota Majalaya Gambar 27 menjelaskan perilaku i model bangkitan limbah rumah tangga, ii limbah rumah tangga yang yang memasuki badan air dan iii model limbah rumah tangga yang dialirkan ke tangki septik berdasarkan hasil simulasi dengan menggunakan data pendukuk di 4 empat kecamatan di daerah pelayanan IPLT. Tampak pada Gambar 26 dan Gambar 27 tersebut bahwa perilaku model penduduk kota Majalaya dan kota kecamatan di daerah pelayanan IPLT relatif sama yaitu tumbuh secara linier dengan pertumbuhan yang relatif kecil. Perilaku Grafik Perilaku Limbah Rumah Tangga LRT Tahun Flow m3hari dan Level m3 V_LRT 1 Q_LRT 2 2,000 2,001 2,002 2,003 2,004 2,005 50,000 100,000 150,000 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 Gra fik Pe rila k u Lim ba h Rum a h T a ngga k e T a ngk i Se pt ik LRT _T S Tahun Flow m3hari dan Level m3 V_LRT_TS 1 Q_LRT_TS 2 2,000 2,002 2,005 10,000 20,000 30,000 40,000 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 Grafik Perilaku Limbah Rumah Tangga di Badan Air LRT-BA Tahun Flow m3hari dan Level m3 V_LRT_BA 1 Q_LRT_BA 2 2,000 2,002 2,005 50,000 100,000 150,000 200,000 250,000 300,000 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 Gra fik Pe rila k u Pe nduduk Tahun Penduduk Jiwa POP_t 1 Dp_Lyn 2 POP_Lyn 3 2,000 2,002 2,005 50,000 100,000 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 Jumlah Penduduk Penduduk Dilayani 134 bangkitan limbah rumah tangga dan air limbah yang memasuki tangki septik, juga relatif sama dengan slope kemiringan yang lebih tajam bila dibandingkan dengan perilaku model penduduk. Perilaku model limbah rumah tangga yang memasuki badan air menunjukkan pertumbuhan yang mendekati eksponensial. Hal itu berarti bahwa kedua simulasi tersebut, menghasilkan pola perilaku model yang sama untuk masing- masing tampungan level. Namun, perbedaannya terletak pada banyaknya limbah rumah tangga pada masing- masing tampungan level. Hal itu mengindikasikan bahwa peningkatan jumlah penduduk tidak mempengaruhi model masing- masing parameter, tetapi mempengaruhi banyaknya tampungan level yang dihasilkan. Gambar 27. Perilaku Model Bangkitan Limbah Kota Kecamatan Di Daerah Pelayanan IPLT Uji model selanjutnya dilakukan terhadap sub model pengangkutan dan pengolahan lumpur tinja. Model pertumbuhan penduduk kota Majalaya dan Gra fik Pe rila k u Lim ba h Rum a h T a ngga LRT Tahun Flow m3hari dan Level m3 V_LRT 1 Q_LRT 2 2,000 2,002 2,005 100,000 200,000 300,000 400,000 500,000 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 Gra fik Pe rila k u Lim ba h Rum a h T a ngga di Ba da n Air LRT -BA Tahun Flow m3hari dan Level m3 V_LRT_BA 1 Q_LRT_BA 2 2,000 2,002 2,005 200,000 400,000 600,000 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 Gra fik Pe rila k u Lim ba h Rum a h T a ngga k e T a ngk i Se pt ik LRT _T S Tahun Flow m3hari dan Level m3 V_LRT_TS 1 Q_LRT_TS 2 2,000 2,002 2,005 50,000 100,000 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 Gra fik Pe rila k u Pe nduduk Tahun Penduduk Jiwa POP_t 1 Dp_Lyn 2 POP_Lyn 3 2,000 2,002 2,005 100,000 200,000 300,000 400,000 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 Penduduk Dilayani Jumlah Penduduk 135 model penduduk kota kecamatan di daerah pelayanan IPLT 4 kecamatan diaplikasikan terhadap model pengangkutan lumpur tinja. Sebagaimana tampak pada Gamar 28, pola perilaku model bangkitan lumpur tinja dengan popa perilaku transportasinya relatif sama yaitu memiliki slope kemiringan yang relatif tajam. Sementara itu, pola perilaku model pengolahan lumpur tinja di IPLT berbentuk sigmoid ya itu tumbuh cepat pada tahun tahun pertama, kemudian menurun ketika mendekati batas kapasitasnya yaitu 25 m3hari. Gambar 28. Perilaku Model Pengangkutan Lumpur Tinja Kota Majalaya Perilaku model lumpur tinja yang memasuki media lingkungan hidup dipengaruhi oleh kemampuan IPLT mengolah lumpur tinja yang dibangkitkan dan diangkut oleh armada penangkutnya. Ketika kapasitas IPLT belum terlampaui, maka lumpur tinja yann memasuki media lingkungan hidup relatif Grafik Perilaku Bangkitan Lum pur T inja LT Tahun Flow m3hari dan Level m3 V_LT 1 Q_LT 2 2,000 2,002 2,005 10,000 20,000 30,000 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 Gra fik Pe rila k u T ra nsport a si Lum pur T inja LT _T R Tahun Flow m3hari dan Level m3 V_LT_TR 1 Q_LT_TR 2 2,000 2,001 2,002 2,003 2,004 2,005 5 10 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 Gra fik Pe rila k u Lum pur T inja Diola h LT -OL Tahun Flow m3hari dan Level m3 V_LT_OL 1 Q_LT_OL 2 2,000 2,002 2,005 5 10 15 20 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 Gra fik Pe rila k u Lum pur T inja di Lingk unga n LT -Lingk Tahun Flow m3hari dan Level m3 LT_Lnk 1 Q_LT_Lnk 2 2,0002,0012,0022,0032,0042,005 3 6 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 136 sangat kecil, bahkan tidak ada. Namun, ketika kapasitan IPLT mendekati maksimum, maka lumpur tinja yang memasuki media lingkungan cenderung maningkat. Simulasi berikutnya menggunakan data penduduk kota kecamatan yang berada didaerah pelayanan IPLT yaitu 4 empat kecamatan. Hasilnya disajikan pada Gambar 29. Gambar 29. Perilaku Model Pengangkutan Lumpur Tinja Kota Kecamatan Di Daerah Pelayanan IPLT Pola perilaku model bangkitan lumpur tinja pada Gambar 29 tersebut relatif sama dengan yang diperoleh sebelumnya. Perbedaannya terletak pada nilai tampungan level yang mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan penduduk. Pola perilaku model transportasi lumpur juga relatif sama dengan simulasi sebelumnya. Demikian pula halnya dengan pola perilaku pengola han lumpur tinja di IPLT yang berbentuk sigmoid yaitu pertumbuhan cepat pada awal Gra fik Pe rila k u Ba ngk it a n Lum pur T inja LT Tahun Flow m3hari dan Level m3 V_LT 1 Q_LT 2 2,000 2,001 2,002 2,003 2,004 2,005 10,000 20,000 30,000 40,000 50,000 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 Gra fik Pe rila k u T ra nsport a si Lum pur T inja LT _T R Tahun Flow m3hari dan Level m3 V_LT_TR 1 Q_LT_TR 2 2,000 2,001 2,002 2,003 2,004 2,005 10 20 30 40 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 Gra fik Pe rila k u Lum pur T inja Diola h LT -OL Tahun Flow m3hari dan Level m3 V_LT_OL 1 Q_LT_OL 2 2,000 2,001 2,002 2,003 2,004 2,005 5 10 15 20 25 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 Gra fik Pe rila k u Lum pur T inja di Lingk unga n LT -Lingk Tahun Flow m3hari dan Level m3 LT_Lnk 1 Q_LT_Lnk 2 2,000 2,001 2,002 2,003 2,004 2,005 10 20 30 40 50 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 137 operasinya, tetapi kemudian menurun ketika mendekapi kapasitas maksimalnya. Konsekuensinya, volume lumpur tinja di lingkungan hidup meningkat tajam ketika IPLT tidak mampu la gi mengolah lumpur yang diangkut.

5.3.7 Simulasi Model EkoSanita-IPLT