20 pembentukan tanah dan juga dapat diakibatkan oleh kegiatan manusia misalnya
pengolahan lahan pertanian, pengelolaan lahan perkotaan dan pengelolaan lahan industri. Pencemaran oleh sampah dan air limbah domestik maupun industri
berhubungan dengan pengelolaan lahan perkotaan dan industri yang tidak memadai Barrow 1991.
2.3.2 Permukiman dan Infrastruktur Lingkungan Perkotaan
Permukiman adalah bagian lingkungan hidup di luar kawasan lindung yang berupa perkotaan maupun perdesaan dan berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Perkotaan atau kawasan kota adalah kawasan
yang mempunyai kegiatan utama “bukan pertanian” dan berfungsi sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan,
pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi UU-24 1992. Berdasarkan jumlah penduduknya, kota dibagi ke dalam 4 empat kategori yaitu kota metropolitan
1 juta jiwa, kota besar 0.5 - 1.0 juta jiwa, kota sedang 0.1 - 0.5 juta jiwa, kota kecil 20 000 - 100 000 jiwa.
Untuk menjamin bahwa fungsi- fungsi permukiman perkotaan tersebut dapat berlangsung sebagaimana mestinya, diperlukan infrastruktur atau prasarana dan
sarana serta utilitas lingkungan. Prasarana lingkungan misalnya jaringan jalan, air limbah, drainase, persampahan adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan
sedangkan sarana lingkungan sarana-sarana niaga, pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan umum, ruang terbuka hijau, ruang pertemuan,
perpustakaan umum adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya.
Utilitas umum air minum, listrik, telepon, pemadam kebakaran adalah sarana
penunjang untuk pelayanan lingkungan UU-04 1992. 2.3.3 Kebijakan Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan
Kebijakan adalah keputusan yang dirancang untuk menangani berbagai masalah Nagel 1984. Kebijakan pelestarian fungsi lingkungan perkotaan yang
telah ada berhubungan dengan pemilihan dan penetapan teknologi pengolahan air limbah.
21 Alternatif pilihan teknologi pengolahan air limbah rumah tangga yang
ditawarkan terdiri dari 2 dua sistem setempat onsite-system dan sistem terpusat
off-site system. Sistem setempat yang ditawarkan terdiri dari 4 empat elemen yaitu i cubluk kembar atau twin leaching pit, ii tangki septik dengan bidang
resapan, iii tangki septik pribadi dengan upflow filter, iv tangki septik kolektif denga n upflow filter. Adapun sistem terpusat yang ditawarkan adalah sistem
sewerasi yang dilengkapi dengan Instalasi Pengolahan Air Limbah IPAL. Variabel keputusan yang digunakan untuk menyaring terdiri dari 8 delapan
kriteria yaitu i kepadatan penduduk, ii jenis sumber air, iii konsumsi air minum, iv jarak ke sumber air, v kedalaman muka air tanah, vi permeabilitas
tanah, vii pendapatan perkapita, dan viii tingkat pendidikan masyarakat. Pendekatan tersebut telah digunakan sebagai acuan dalam proses
penyusunan Master Plan Air Limbah kota Cimahi DLH Cimahi 2004. Outputnya adalah kebutuhan teknologi pengolahan air limbah di setiap bagian
wilayah administratif kota sampai setingkat kelurahan. Gambar 3 menjelaskan proses pemilihan dan penetapan teknologi
pengolahan air limbah rumah tangga. Namun, dalam penerapan model kebijakan tersebut masih ditemukan kesulitan-kesulitan, misalnya dalam menetapkan
kawasan prioritas pembangunan yang disesuaikan dengan ketersediaan dana pembangunan.
Model kebijakan lainnya yang telah digunakan adalah model disain IPLT secara modular. Model tersebut merupakan standardisasi kapasitas disain IPLT
yang ditetapkan berdasarkan jumlah penduduk kota atau daerah pelayanan yang ditetapkan. Penerapan kebijakan tersebut dapat membantu mempercepat proses
pembangunan karena waktu yang diperlukan untuk menyiapkan dokumen kontrak menjadi lebih pendek. Namun, dalam praktek banyak ditemukan hasil disain yang
terlalu kecil sehingga tidak mampu menampung kebutuhan yang sebenarnya. Akibatnya, beban IPLT menjadi terlalu berat sehingga hasil olahannya tidak
memenuhi syarat yang ditentukan. Dampak lanjutannya adalah peningkatan pencemaran air dan gangguan bau. Sebaliknya, apabila disain IPLT menjadi
terlalu besar, maka investasi IPLT menjadi tidak efisien sehingga pengeluaran
22 biaya operasi dan pemeliharaan menjadi lebih besar dari penerimaan retribusi atau
menimbulkan kerugian operasional.
Sumber: Dikemas ulang dari Puskim, 2004 dan DLH Cimahi, 2004
Gambar 3. Bagan Alir Pemilihan Teknologi Pengolahan Air Limbah Manusia Karena investasi IPLT dibiayai dari pinjaman bank, meskipun dengan
pinjaman lunak atau dengan bunga pinjaman yang ringan, pengelola seringkali mengalami kesulitan mengembalikan pinjaman modalnya. Sampai saat ini, belum
ada standar baku untuk pemilihan lokasi IPLT yang paling baik apabila ditinjau dari aspek teknis, lingkungan dan ekonomi serta keuangan. Namun, telah ada
kriteria yang biasa digunakan dalam memilih lokasi IPLT misalnya i dibangun
Kepadatan Penduduk jiwaha A 300, B 500
Kedalaman Air Tanah 3 m dari permukaan
tanah Jarak Pembuangan
kotoran ke sumber air Minum 10m
Konsumsi Air Minum 50 lorhari
Jenis Sumber Air Minum PAMSumur
? ?
? ?
?
? ?
?
? B
? ?
? ?
?
? ?
? ?
PDAM Lainnya
?
? ?
Cubluk Kembar
pribadi Tangki
Septik pribadi dg
bidang resapan
Tangki Septik
pribadi dg Upflow Filter
Tangki Septik
komunal dg Upflow
filter Tangki
Septik Upflow
filter, Tangki Bio
Filter, UASB.
tdk tdk
ya tdk
tdk tdk
tdk
tdk tdk
tdk ya
ya tdk
tdk
ya tdk
tdk tdk
ya
tdk ya
ya ya
tdk tdk
ya
tdk ya
tdk tdk
ya tdk
ya tdk
ya ya
tdk ya
ya ya
1.
ya ya
ya
4.
ya ya
Sistem Sewerasi
perpipaan
Permeabilitas Tanah Tinggi
Pendapatan Keluarga RpKKBulan
Tingkat Pendidikan Keluarga SD
PILIHAN TEKNOLOGI
A
?
23 dalam radius kurang dari 15 km, ii dekat dengan badan air, iii berjarak
minimum 5 km dari lokasi permukiman. Selain itu, kriteria-kriteria yang tertera dalam Standar Nasional Indonesia SNI tentang tata cara pemilihan lokasi
Tempat Pembuangan Akhir TPA sampah sering digunakan pula sebagai acuan dalam memilih lokasi IPLT DPU 1991.
Meskipun kriteria-kriteria tersebut telah mewakili aspek teknis operasional, lingkungan dan sosial-ekonomi, hasil pemilihan lokasi sering tidak sesuai dengan
keinginan pemerintah daerah setempat. Oleh karena itu, dalam proses pemilihan lokasi IPLT mulai digunakan pendekatan partisipatif dan hasilnya dianalisis
dengan menggunakan metode “Analytical Hierarchy Process AHP” yang dikembangkan oleh Saaty 1980. Variabel-variabel keputusan yang digunakan
dan ditawarkan kepada stakeholder dipilih dari kriteria-kriteria yang tertera dalam SNI ditambah variabel lain yang diusulkan oleh stakeholder pada saat proses
perumusan berlangsung. Pendekatan inipun seringkali belum memuaskan, karena sangat dipengaruhi
oleh pemahaman dan persepsi perwakilan stakeholder pada masalah yang dihadapi dan harus diselesaikan. Oleh karena itu, ketika yang mewakili berubah,
maka keputusan yang telah dicapai pada proses sebelumnya seringkali berubah sehingga waktu yang diperlukan dalam pengambilan keputusan secara partisipatif
menjadi bertambah.
2.4 Model Dan Pendekatan Sistem